Liputan6.com, Solo - Pasar Triwindu merupakan salah satu ikon wisata kota Solo yang dikenal sebagai pusat penjualan barang-barang antik dan kuno. Berbagai barang-barang antik dan kuno dijual di sini cukup beragam.
Uang koin, uang kertas kuno keluaran 1800-an, topeng, piring kuno dibuat 1960, keris, batik, dan berbagai perkakas rumah tangga ditawarkan di tempat ini. Pasar yang berlokasi di Jalan Diponegoro Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Solo ini juga menjual radio kuno, jam tangan bekas, patung, lampu hias kuno, hingga mainan tradisional tempo dulu, seperti dakon dan lainnya.
Advertisement
Baca Juga
Barang-barang antik dan kuno yang dijual di pasar ini harganya bervariasi, mulai harga termurah dari ribuan, ratusan ribu hingga puluhan juga rupiah.
Para pembeli yang datang ke pasar ini sebagian besar para pelancong yang hobi mengoleksi barang-barang kuno dan antik. Mereka tidak hanya dari berbagai daerah di Indonesia, tetapi juga ada dari kolektor mancanegara (luar negeri), seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Belanda, dan lainnya.
Pasar Triwindu hingga saat ini masih menjadi primadona dan pilihan bagi para kolektor yang ingin mencari barang-barang antik dan kuno.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Berkaitan dengan Pura Mangkunegaran
Dikutip dari berbagai sumber, sejarah Pasar Triwindu Solo tidak bisa lepas dari sejarah keberadaan Pura Mangkunegaran.
Pasar Triwindu sudah hadir beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1939. Pasar Triwindu awalnya berupa pasar malam yang selenggarakan pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII.
Pasar malam ini dibangun sebagai hadiah ulang tahun dari Gusti Noeroel Kamaril kepada ayahnya, Mangkunegoro VII yang juga bertepatan dengan tiga windu kenaikan tahtanya. Nama Triwindu karena berasal dari dua gabungan kata yaitu tri dan windu.
Tri dalam bahasa Jawa berarti tiga, dan windu berarti delapan tahun. Setelah digabungkan maka triwindu memiliki arti 24 tahun. Pasar malam yang berada di kawasan depan Pura Mangkunegaran yang bertujuan memberikan hiburan kepada rakyat.
Dulunya lokasi Pasar Triwindu merupakan kandang kuda (gedogan) milik Mangkunegaran. Uniknya, pada awal pasar ini berdiri, tidak ada barang antik yang dijajakkan pedagang.
Semula pasar ini hanya terdiri atas meja yang berjajar untuk menjajakan jajanan pasar, kain, maupun majalah atau koran. Pada 1966, lorong Pasar Triwindu mulai dipenuhi onderdil, alat rumah tangga, alat pertukangan, dan lain-lain.
Barang antik mulai menghiasi lorong Pasar Triwindu Solo sejak 1970. Kala itu, para pedagang hanya menjajakan lampu gantung, peralatan makan dari perak, keramik dari China, dan lain sebagainya.
Selang 20 tahun, para pedagang mulai berinovasi untuk membuat produk baru bermotif antik. Akhirnya, eksistensi barang antik di Pasar Triwindu bertahan hingga saat ini.
Pasar Triwindu sempat berganti nama jadi Pasar Windu Jenar, hingga pada 17 Juni 2011 diputuskan nama pasar ini kembali menjadi Pasar Triwindu.
Advertisement