Sukses

MyPertamina Harus Memenuhi Standar Pelayanan Publik

Jangan sampai kuota BBM bersubsidi yang jumlahnya terbatas itu jadi rebutan, dan warga di daerah yang berhak malah tidak menerimanya.

Liputan6.com, Ternate - Pemerintah berencana melakukan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Revisi Perpres yang rencananya akan diterbitkan pada awal Agustus 2022 lalu, namun hingga kini belum juga diterbitkan. Regulasi tersebut membatasi penggunaan pertalite dan solar bagi kendaraan jenis tertentu yang akan mengatur tentang alokasi dan distribusi BBM bersubsidi.

Terkait rencana tersebut, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto, dalam Forum Diskusi Publik bertajuk 'Tata Kelola Distribusi BBM dalam Perspektif Pelayanan Publik' yang digelar di Aula Kantor Walikota Ternate, Maluku Utara, Rabu (4/8/2022) mengaku, pihaknya terus mendorong pemerintah dan DPR RI agar rencana UU energi baru dan terbarukan segera bisa dirampungkan.

"Menurut pengamatan Ombudsman RI, keberadaan UU tersebut nantinya bisa menjadi solusi bagi kebutuhan energi publik di kemudian hari. Apalagi menurutnya perlahan kecenderungan subsidi BBM akan terus direduksi pemerintah sebab semakin menggerus APBN," ungkapnya.

Terkait adanya inovasi aplikasi MyPertamina, Hery Susanto Ombudsman RI mengatakan, implementasi aplikasi tersebut sebagai sarana pendataan distribusi BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar harus memenuhi standar minimal pelayanan publik.

Ini mesti dilakukan sosialisasi, konsultasi, edukasi hingga menjemput ke tengah warga. Sebab kebanyakan warga yang memerlukan BBM subsidi itu belum mengetahui program tersebut. Mereka kebanyakan kelompok menengah ke bawah.

Hery menegaskan, Ombudsman RI dalam waktu dekat akan melakukan rapid assessment/kajian cepat terkait efektivitas aplikasi MyPertamina dalam pembatasan kuota BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar. Kegiatan tersebut dilakukan dengan menggelar focus group discusion (FGD) dengan banyak pihak dari pemerintah pusat dan daerah, BPH Migas, Pertamina, Komisi VII DPR-RI, ormas/LSM, dan lainnya.

Selain itu juga akan turun survei lapangan ke SPBU di 34 Propinsi se-Indonesia dengan mewawancarai sekitar 900an responden warga pengguna BBM dari berbagai jenis kendaraan bermotor.

"MyPertamina sebagai aplikasi pembatasan kuota BBM bersubsidi itu harus didukung fungsi dan efektivitasnya bagi warga pengendara mobil/sepeda motor yang tepat sasaran. Jangan sampai kuota BBM bersubsidi yang jumlahnya terbatas itu menjadi ajang rebutan antar-warga, dan hanya bisa diakses warga yang kelas tertentu namun tidak tepat menerima BBM bersubsidi," katanya.

Menurutnya, BPH Migas dan Pertamina harus membangun koordinasi dan kerjasama dengan multistakeholders dalam rencana distribusi BBM baik subsidi maupun non subsidi. Selain itu harus terjun langsung ke masyarakat dan teliti dalam pendataan kendaraan melalui program tersebut yang tepat sasaran.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Kata Wali Kota Ternate

Terkait rencana pembatasan kuota BBM subsidi oleh pemerintah pusat, Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman pada sambutannya menyampaikan, jika pemerintah pusat jadi membatasi bahkan mencabut subsidi BBM, pihaknya yang ada di daerah akan menerima saja.

"Namun kami selaku stakeholder di daerah (Pemda) agar diberi ruang untuk mencari alternatif untuk ketersediaan BBM," katanya.

Khusus kondisi distribusi BBM di regional Papua dan Maluku Utara, Edy Mangun selaku Divisi Komunikasi regional mengakui masih ada saja oknum warga yang berperilaku seperti mafia BBM.

"Biasanya mereka membajak BBM subsidi dengan membeli harga murah lalu menjualnya cukup tinggi diharga sedikit saja beda dengan harga industri" ungkapnya.

Namun Edy Mangun yang hadir didampingi Gatot Subroto selaku Sales Brand Manager Malut mengungkapkan temuan-temuan tersebut sudah sering dilaporkan ke pihak berwajib (kepolisian). "Hanya saja proses penanganan di pihak berwajib itu (Polda, polres dan Kejaksaan) agak lambat yah, dengan sanksi hukum yang ringan pula," pungkasnya.