Sukses

Di Era Tiktok, 5 Tradisi Yogyakarta Ini Masih Eksis dan Rutin Berlangsung

Berikut ini beberapa tradisi Yogyakarta yang masih dilaksanakan hingga sekarang

Liputan6.com, Yogyakarta - Di tengah gempuran masuknya budaya luar, masih ada beberapa tradisi yang dipertahankan di beberapa daerah, salah satunya Yogyakarta. Bahkan, tradisi tersebut juga menjadi daya tarik wisatawan untuk menikmati segala keunikan pelestarian budaya tersebut.

Berikut ini beberapa tradisi Yogyakarta yang masih dilaksanakan hingga sekarang:

1. Labuhan Parangkusumo

Labuhan Parangkusumo adalah salah satu upacara adat yang dilakukan untuk memohonkan doa keselamatan dan membuang segala macam sifat buruk. Upacara Labuhan Parangkusumo sering diidentikkan dengan legenda Ratu Pantai Selatan dan Panembahan Senopati.

Labuhan memiliki makna membuang, meletakkan, atau menghanyutkan. Dalam pelaksanaannya, pihak Keraton Yogyakarya melabuh atau menghanyutksn menghanyutkan benda-benda tertentu yang disebut 'uba rampe' labuhan di tempat-tempat tertentu atau yang disebut dengan petilasan.

2. Saparan

Saparan atau biasa disebut dengan istilah bekakak adalah tradisi Jawa yang dilaksanakan untuk mengenang jasa seorang abdi dalem kesayangan Sri Sultan Hamengkubuwono I, yakni Ki Wirosuto. Konon, Ki Wirosuto hilang secara misterius saat mencari batu gamping di Gunung Gamping bersama dengan istrinya.

Upacara ini dilaksanakan pada bulan Safar dalam kalender Jawa. Dalam upacara ini, biasanya menggunakan persembahan berupa replika sepasang pengantin yang terbuat dari tepung ketan dan cairan gula jawa sebagai bentuk pengorbanan warga sekitar terhadap penunggu Gunung Gamping.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Sekaten

3. Sekaten

Sekaten merupakan rangkaian kegiatan tahunan yang umumnya diadakan oleh umat Islam sebagai peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama, yakni sejak masa pemerintahan Kerajaan Demak.

Hingga saat ini, tradisi Sekaten masih terus dilestarikan. Peringatan Sekaten ditandai dengan adanya 'miyos gangsa' atau pemberian sesaji seperti bungkusan makanan serta rangkaian bunga untuk dua perangkat gamelan, yaitu Kiai Guntur Madu dan Kiai Nogowilogo.

4. Siraman Pusaka

Jamasan pusaka atau siraman pusaka adalah tradisi memandikan pusaka milik Ngarsa Dalem atau milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tradisi upacara ini diselenggarakan secara tertutup setiap bulan Sura.

Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan merawat pusaka-pusaka yang ada. Dibersihkan secara teratur tiap tahun, sehingga segala tanda kerusakan pada pusaka dapat ditangani segera.

5. Tumplak Wajik

Tumplak Wajik merupakan upacara yang menandai dimulainya proses merangkai gunungan atau simbol sedekah raja kepada rakyat. Nantinya, gunungan tersebut akan dibagikan kepada warga pada upacara Grebeg.

Dalam setahun, Keraton Yogyakarta menggelar tiga kali upacara Grebeg, yaitu Grebeg Mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, Grebeg Syawal menandai akhir bulan puasa, dan Grebeg Besar untuk memperingati hari raya Idul Adha. Dalam setiap Grebeg tersebut, keraton selalu mengeluarkan gunungan untuk dibagikan kepada masyarakat.

(Resla Aknaita Chak)