Sukses

Riwayat Pabrik Gula Madukismo yang Sempat Hancur Akibat Agresi Militer Belanda

Pabrik tersebut kini menjadi satu-satunya pabrik gula tebu dan spiritus yang masih beroperasi di Yogyakarta.

Liputan6.com, Yogyakarta - Pabrik Gula Madukismo yang didirikan pada 1955 ini awalnya bernama Pabrik Gula Padokan. Akibat Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, pabrik ini hancur lebur dan selanjutnya dirintis kembali oleh Sri Sultan HB IX.

Pabrik Gula Padokan pun dibangun kembali dengan nama Pabrik Gula dan Pabrik Spiritus Madukismo. Gagasan pendirian Pabrik Gula Madukismo bertujuan menolong rakyat karena banyak dari karyawan pabrik yang kehilangan pekerjaan semenjak tragedi tersebut.

Pabrik tersebut kini menjadi satu-satunya pabrik gula tebu dan spiritus yang masih beroperasi di Yogyakarta. Pembangunan kembali pabrik tersebut diharapkan dapat menampung lebih banyak lagi orang bekerja dan terlibat dalam usaha Pabrik Gula Madukismo.

Sementara, besi-besi bekas dari mesin produksi di Pabrik Gula Madukismo ini pernah diangkut ke Thailand yang selanjutnya digunakan untuk membangun Jembatan Sungai Kwai. Jembatan tersebut merupakan penghubung antara Thailand dengan Burma yang dahulu merupakan lokasi pertempuran hebat pada masa Perang Dunia ke II.

Jembatan tersebut juga pernah dipakai dalam pembuatan film 'The Bridge of the River Kwai'. Termasuk dalam Best Movie, film tersebut berhasil memenangkan 7 Oscar pada 1957 dalam penayangannya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Wisata Pabrik Madukismo

Saat berkunjung ke pabrik yang berlokasi di Jalan Padokan, Jalan Madukismo No. 21pg, Rogocolo, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta ini, pengunjung akan disambut dengan nuansa era industri.

Sebuah bangunan besar berusia tua dengan halaman luas, mesin-mesin kuno, serta rel-rel kereta yang menjadi jalan kereta pengangkut tebu akan menyapa dan menguatkan kesan itu. 

Pengunjung dapat mengikuti perjalanan wisata agroindustri, yakni melihat proses dari produksi yang dilakukan Pabrik Gula Madukismo dengan menaiki gerbong yang ditarik lokomotif tua. Wisata ini biasanya dilaksanakan saat musim giling, yaitu bulan Mei hingga September.

Wisatawan dapat menyaksikan dari dekat proses produksi gula secara langsung. Proses ini diawali dengan pemerahan nira untuk mendapatkan sari gula, kemudian pemurnian nira dengan cara sulfitasi, penguapan nira, kristalisasi, puteran gula, dan pengemasan gula.

Tak hanya itu, wisatawan juga dapat melihat ritual cembengan yang dilaksanakan warga sekitar dan karyawan pabrik. Ritual tersebut bertujuan memohon doa restu agar proses penggilingan berjalan dengan lancar.

Selama ritual, wisatawan dapat melihat kirab tebu temanten dan berbagai acara kesenian lainnya, seperti pasar malam, jathila,  dan wayang kulit. Selain mencermati proses produksi gula, wisatawan dapat melihat mesin-mesin tua yang menjadi alat produksi Pabrik Gula Madukismo.

(Resla Aknaita Chak)