Sukses

Bharada E Ajukan Justice Collaborator, Ini Tinjauan Hukumnya

Justice Collaborator atau JC memiliki arti.

Liputan6.com, Bandung - Kasus penembakan Brigadir J masih terus bergulir sampai sekarang. Bharada E atau Richard Eliezer yang sudah ditetapkan menjadi tersangka dijerat Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56. Namun, belakangan Bharada E mengajukan justice collaborator.

Hal itu disampaikan oleh pengacara Bharada E, Deolipa Yumara. Kuasa hukum tersangka menyebutkan pengajuan justice collaborator saat di Gedung Bareskrim Polri.

"Kami berpandangan apa yang dia alami adalah suatu keadaan kunci yang bisa menjadi titik terang perkara ini, salah satunya adalah apa yang dialami dia," kata Deolipa.

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan segera berkoordinasi dengan Polri khususnya Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) terkait status Bharada E sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir J.

"Kita akan berkoordinasi dengan kepolisian dulu, dan menanyakan apakah yang bersangkutan bersedia menjadi justice collaborator," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi di Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Kamis (4/8/2022)

Hasto menegaskan saat ini Bharada E masih berstatus sebagai pemohon yang mengajukan perlindungan ke LPSK. Sebab, hingga kini proses asesmen dan investigasi terhadap Bharada E belum tuntas.

"Kita masih melakukan asesmen dan investigasi. Kemarin baru asesmen psikologis," ujarnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Apa itu Justice Collaborator?

Justice Collaborator atau JC memiliki arti bahwa orang yang memberikan kerja sama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan dalam suatu tindak pidana, atau saksi pelaku yang mempunyai kontribusi besar dalam mengungkapkan tindak pidana tertentu.

Dalam hukum justice collaborator yang ada di Indonesia telah diatur dalam peraturan perundang-undangan berikut:

1. Udang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

2. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011

3. Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban

4. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK

5. LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerja sama.

Perlu diketahui, seseorang yang mengajukan justice collaborator harus memperoleh izin dari LPSK atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Sementara, pihak yang memiliki kewenangan dalam memberikan keringanan hukuman ada pada jaksa dan perlu memperoleh verifikasi dari LPSK. 

Keringanan hukum tersebut harus didapatkan karena dianggap bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap kejahatan.

 

Penulis: Natasa K