Sukses

Ulap Sarut, Tradisi Berpakaian Suku Dayak Benuaq yang Penuh Pesan Moral

Suku Dayak Benuaq di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur punya Ulap Sarut, seni berpakaian yang penuh pesan moral.

Liputan6.com, Jakarta Seorang gadis cantik berwajah oriental melintas di “catwalk” dadakan dalam Festival Sarut yang digelar Pemerintah Kabupaten Kutai Barat di Kecamatan Damai. Gadis cantik tersebut memamerkan ulap sarut, pakaian khas Suku Dayak Benuaq.

Festival Sarut ini digelar dalam rangka ulang tahun ke-3 Kelompok Pengrajin Sarut “Kiai Panei Penguntei Lawai” di Damai Kota, Kecamatan Damai, Selasa (9/8/2022). Kegiatan ini dalam rangka mengapresiasi kelompok masyarakat yang mempertahankan tradisi berpakaian sejak ratusan tahun silam.

Menurut Ruslan Gamas, tokoh adat masyarakat Kutai Barat, Ulap Sarut merupakan salah satu seni membuat pakaian oleh masyarakat Dayak Benuaq dengan merangkai benang menjadi sebuah kain dengan motif tertentu. Dahulu, benang yang digunakan berasal dari serat daun nanas.

“(Motif) tidak semua orang yang sanggup menterjemahkannya, karena banyak hal yang dianggap tabu untuk disampaikan secara lisan bahkan sesuatu yang menjadi simbol rahasia, hanya orang tertentu saja yang memahaminya, sebab mitos masih kental saat itu,” kata Ruslan dikutip dari laman resmi Pemkab Kutai Barat.

Festival Sarut kali ini tak hanya menjadi ajang fashion show karya pengrajin ulap Sarut. Kegiatan lain seperti kuliner dan pameran kerajinan khas warga Kutai Barat juga tersaji.

Tidak hanya itu, festival ini juga menyuguhkan kegiatan para pengrajin membuat Ulap Sarut. Kegiatan ini jadi meriah karena antusiasme warga yang ingin menyaksikan cukup tinggi.

Kesuksesan kegiatan Festival Sarut kali ini tidak lepas dari dukungan PT Trubaindo Coal Mining, anak usaha PT Indo Tambangraya Megah. Perusahaan tambang batubara ini juga berada dibalik kisah sukses pembinaan pengrajin Ulap Sarut.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 4 halaman

Disukai di Luar Negeri

Bupati Kutai Barat FX Yapan menyebut karya pengrajin Ulap Sarut yang terus melahirkan produk merupakan bukti pemberdayaan yang telah dilakukan. Pembinaan yang dilakukan selama ini mulai menunjukkan hasil.

Selain itu, peran Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Kutai Barat membuat Ulap Sarut sudah mulai dikenal luas hingga ke luar negeri. Pemberdayaan dan pendampingan yang dilakukan meningkatkan kualitas produk Ulap Sarut itu sendiri.

Yapan kemudian bercerita, saat pameran di Bali beberapa waktu lalu, Ulap Sarut diborong oleh turis mancanegara. Sejak saat itu, pesanan dari luar negeri tak berhenti hingga pengrajin pun kewalahan.

“Pernah dibawa ke pameran di Bali, dan saat itu diborong oleh turis dari Australia, Thailand, Hongkong, dan lainnya,” kata Yapan di sela-sela kegiatan.

Yapan menjelaskan, peminat Ulap Sarut dari luar negeri menyebut pakain khas Suku Dayak Benuaq ini sangat cocok untuk digunakan ke gereja dan kuil.

“Pakai ini sangat cocok sekali bilang mereka. Pesanan dari mereka justru bikin kita kewalahan,” tambahnya.

Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat akan terus mempertahankan pembinaan yang sudah dulakukan agar terus memproduksi. Pembinaan akan dilakukan bertahap sambil terus menggali kearifan lokal.

“Selain Ulap Sarut, kita juga akan tetap membina kerajinan Tumpar dan lainnya,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Penuh Pesan Moral

Ketua Dekranasda Kutai Barat Yayuk Seri Rahayu menjelaskan, setiap motif Ulap Sarut memiliki makna. Ada arti yang terkandung disetiap rangkaian benang yang membentuk gambar atau simbol tertentu.

“Mereka, orang tua dahulu jika ingin menyampaikan sesuatu, mereka biasanya dengan membuat suatu motif itu untuk mereka menyampaikan kepada orang-orang apa yang mereka rasakan, apa yang ingin mereka sampaikan,” kata Yayuk.

Dia kemudian mencontohkan, jika menemui sesuatu di jalan, orang tua terdahulu bisa membuat itu menjadi suatu cerita yang ingin mereka sampaikan dengan motif di Sarut tersebut.

Tokoh Adat Kutai Barat Ruslan Gamas menyebut makna yang terkandung dalam Ulap Sarut telah diceritakan oleh nenek moyang terdahulu. Walaupun ulap sarut sudah tidak ada sentuhannya namun motif dan makna yang tersirat masih hidup sampai sekarang.

“Terbukti dengan motif ulap sarut sampai sampai sekarang adalah warisan dari para pendahulu dan menjadi bahan renungan kita bersama, khususnya orang Dayak Benuaq,” kata Ruslan.

Sementara soal pembinaan, Yayuk memastikan terus berjalan agar Ulap Sarut tetap dipertahankan di tengah serbuan fashion modern. Upaya promosi agar pengrajin mendapat penghasilan dari kegiatan yang ditekuninya ini juga bisa terus berkesinambungan.

“Dekranasda Kutai Barat terus berusaha untuk membina dan memberikan tempat sehingga dapat kita lestarikan. Kita juga bekerjasama dengan mempromosikan dan kita kita melakukan pembinaan-pembinaan sehingga mereka dapat lebih kreatif lagi dan dapat menghasilkan kerajinan yang lebih baik lagi,” pungkas Yayuk.

4 dari 4 halaman

Pengembangan Budaya Lokal

PT Trubaindo Coal Mining menjadikan Ulap Sarut sebagai bagian dari program pengembangan masyarakat. Upaya ini dianggap perlu mendapat pendampingan karena upaya mempertahankan budaya lokal.

“TCM Dalam program pengembangan masyarakat, salah satunya adalah pengembangan budaya lokal dan salah satunya adalah Sarut ini,” kata Kepala Teknik Tambang PT Trubaindo Coal Mining Wahyu Harjanto.

Dia menyebut, keterlibatan perusahaannya adalah salah satu bagian dari program CSR. Wahyu menjelaskan, pihaknya mempunyai kewajiban yang kaitannya dengan upaya mengembangkan budaya lokal.

“Dari budaya lokal ini diharapkan nanti bisa mengembangkan juga kreativitas masyarakat dan nantinya dari kreativitas tersebut akan meningkatkan taraf perekonomian masyarakat yang ada di areal kerja kami dan sekitarnya,” pungkasnya.

Nantinya, bentuk upaya pendampingan dan pengembangan pengrajin Ulap Sarut adalah proses inovasi agar bisa diterima oleh pasar. Peningkatan kualitas produksi dari hasil inovasi menjadi prioritas pengembangan selanjutnya.