Sukses

Apa Itu Indikasi Obstruction of Justice dalam Kasus Kematian Brigadir J?

Bharada E atau Bharada Richard Eliezer yang menjadi tersangka dalam penembakan Brigadir J diduga terlibat dalam obstruction of justice.

Liputan6.com, Bandung - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan bahwa dalam kasus kematian yang terjadi pada Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo terdapat dugaan adanya Obstruction of Justice alias tindak pidana menghalangi hukum.

"Yang paling penting kami dapatkan semakin menguatnya indikasi obstruction of justice. Semakin terang benderang," kata Anam setelah tim Komnas HAM bersama Dokkes, Tim Labfor, dan Inafis Polri melakukan pemeriksaan di TKP pada senin (15/8/2022) sore.

Anam juga menjelaskan dalam konferensi pers tersebut bahwa Komnas HAM mendalami berbagai keterangan serta temuan yang sebelumnya telah didapatkan dan Anam juga mengatakan bahwa Bharada E atau Bharada Richard Eliezer yang menjadi tersangka dalam penembakan Brigadir J diduga terlibat dalam Obstruction of Justice.

Lantas apa itu Obstruction of Justice?

Dikutip dari Cornell Law School, arti dari Obstruction of Justice adalah sebagai segala tindakan yang mengancam melalui surat, kuasa, atau komunikasi sambil memengaruhi, menghalangi, dan segala upaya untuk memengaruhi, menghalangi proses hukum administrasi.

Selain itu, Obstruction of Justice juga ada dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 21 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 221.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Isi Pasal

Berikut adalah isi dari Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999:

“Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Berikut adalah isi dari Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat rihu lima ratus rupiah:

1. Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;

2. Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun olsh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

(2) Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penututan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.

 

Penulis: Natasa K