Sukses

Menagih Janji 'Pembersihan' Tumpukan Batu Bara di Kawasan Candi Muaro Jambi

KCBN Muaro Jambi belakangan terakhir menjadi perhatian pemerintah pusat. Ia digadang-gadang bakal menjadi destinasi wisata berkualitas dan sebagai tempat belajar. Namun, KCBN Muaro Jambi masih menghadapi ancaman industri batu bara.

Liputan6.com, Jambi - Aktivis pelestari cagar budaya di Desa Muara Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Mukhtar Hadi masih menagih janji pemerintah untuk membereskan industri stockpile batu bara di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muaro Jambi. Sebagai kawasan situs bersejarah--menyandang predikat nasional itu, seharusnya bersih dari industri ekstraktif yang bisa mengancam pelestarian.

"Sampai sekarang keberadaan situs percandian Muaro Jambi masih terkepung industri penumpukan batu bara dan perusahaan," kata Mukhtar Hadi kepada Liputan6.com, Senin (15/8/2022).

Pada 19 Januari 2022 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memerintahkan jajarannya dan Pemerintah Provinsi Jambi untuk memindahkan industri stockpile batu bara.

Dalam kunjungannya waktu itu di Jambi, Luhut bilang, industri penumpukan batu bara harus segera dipindahkan. Menurut dia, untuk menjadikan KCBN Muaro Jambi sebagai destinasi berkualitas harus bersih dari industri karena bisa mengancam kelestarian candi.

"Kayak mana caranya, pokoknya pindahin itu stockpile batu bara. Dua tiga bulan ini harus selesai," ujar Luhut ketika itu.

"Yang pertama kita minta untuk memindahkan semua stockpile batu bara di kawasan itu. Jangan ada lagi karena kawasan Muarajambi itu dulunya adalah universitas tertua," kata Luhut.

Stockpile adalah tempat penumpukan batu bara. Stockpile batu bara di kawasan percandian Muaro Jambi itu didatangkan dari sejumlah daerah di Jambi dan kemudian diangkut menggunakan kapal tongkang.  

Borju--sapaan karib Mukhtar Hadi mempertanyakan janji Luhut yang akan memindahkan stockpile batu bara dalam waktu tiga bulan. Namun, enam bulan berselang, sejak kedatangan Luhut, nyatanya industri batu bara masih melenggang beroperasi.

Bangunan-bangunan candi yang menjadi saksi bisu peradaban masa lampau masih terkepung alat berat, pabrik, dan industri stockpile batu bara. Kawasan Cagar Budaya yang berada di sisi selatan--seberang Desa Muara Jambi itu masih tak berdaya menghadapi kepungan "emas hitam" dan alat berat.

2 dari 4 halaman

Paparan Debu Batu Bara Membahayakan Kesehatan Pekerja Pemugaran

Tumpukan ratusan ribu ton "emas hitam" yang menggunung dengan aktivitas alat beratnya di beberapa titik lokasi di KCBN Muaro Jambi menjadi ancaman serius terhadap pelestarian cagar budaya, terutama di sisi selatan seberang Desa Muaro Jambi.

Di sisi selatan KCBN Muaro Jambi itu terdapat 3 bangunan candi dan 5 situs menapo. Dari 3 bangunan candi tersebut, salah satunya Candi Teluk I di Desa Kemingking Luar, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, sedang dipugar.

Kondisi Cadi Teluk I kata Borju begitu dekat tumpukan batu bara. Di bangunan bersejarah itu hanya dibatasi dengan pagar seng. Acap kali serpihan debu batu bara berterbangan masuk ke bangunan candi.

Dedauan pohon pepaya yang tumbuh di dalam kawasan Candi Teluk I ikut menghitam dihinggapi serpihan batu bara. Begitu pula dengan bata-bata candi yang berusia ratusan tahun turut diselimuti serpihan batu bara.

Debu batu bara selain dapat memperparah laju ancaman kerusakan bangunan candi, kata Borju, juga bisa membahayakan kesehatan pekerja pemugaran karena lokasinya begitu dekat dan terpapar langsung jika terhirup.

"Jaraknya begitu sangat dekat, ini kalau terhirup langsung bahaya bagi kesehatan pekerja pemugaran," ujar Borju.

Borju menyatakan menolak keras keberadaan industri stockpile batu bara yang berada di seberang desanya. Suara-suara penolakan terus digaungkan dengan lantang, baik itu lewat puisi ataupun kampanye dan aksi.

Bahkan, Borju menyampaikan langsung ihwal keberadaan stockpile itu kepada Presiden Joko Widodo ketika bertandang ke Muaro Jambi pada 7 April 2022 lalu.

Namun, suara-suara penolakan itu oleh pemangku kebijakan dianggap angin lalu. Kini kondisi Candi Teluk I yang tengah terancam itu, Borju tuangkan lewat karya seni diorama.

Lewat diorama itu, Borju ingin menunjukkan kondisi pilu yang sampai sekarang masih dihadapi warisan leluhur masa lampau.

 

3 dari 4 halaman

Langkah Penjajakan

KCBN Muaro Jambi belakangan terakhir menjadi perhatian pemerintah pusat. Ia digadang-gadang bakal menjadi destinasi wisata berkualitas setara dengan Candi Borobudur.

Pemerintah pusat pun tak menampik bahwa KCBN Muaro Jambi belum sepenuhnya steril dari aktivitas industri yang dapat merusak ekosistem. Hal ini diakui Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Fitra Arda ketika meluncurkan gelaran Kenduri Swarnabumi di Jambi pada 12 Agustus 2022.

Karena itu, Fitra bilang, saat ini pemerintah tengah fokus untuk mengelola KCBN Muaro Jambi. Menurut dia, KCBN Muaro Jambi telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional, sehingga ada aturan mengenai keberadaan industri stockpile.

"Kalau dilihat sekarang kan sedang ada pemugaran di Candi Teluk I, dan mereka (perusahaan) menginzinkan untuk pemugaran. Ini artinya perusahaan mulai memperhatikan cagar budaya," ujar Fitra.

"Langkah ke depannya kita akan menjajaki bagaimana kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi ini steril dari hal-hal yang merusak, tentu ini harus dilakukan dengan peraturan secara keseluruhan," sambung Fitra.

 

4 dari 4 halaman

KCBN Muaro Jambi: Dulu, Kini, dan Nanti

Keberadaan Kawasan Cagar Budaya Muarajambi pertama kali diketahui dari laporan SC Crooke, seorang perwira kehormatan bangsa Inggris dalam sebuah lawatannya ke Hindia Timur pada 1820. Crooke mendapat laporan dari warga sekitar yang menemukan struktur bangunan candi dan benda-benda purbakala.

Di kawasan itu memiliki sebaran 82 reruntuhan bangunan kuno atau yang disebut sebagai menapo. Saat ini beberapa bangunan telah dipugar, seperti Candi Tinggi, Candi Gumpung, Candi Astana, Candi Kembar Batu, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Tinggi I, Candi Kedaton, dan Candi Teluk I.

Sejak tahun 2013 melalui keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No: 259/M/2013, Komplek Percandian Muaro Jambi telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional dengan satu ruang geografis mencapai 3.981 hektare.

Cagar Budaya Muaro Jambi mencakup tujuh wilayah desa di Kabupaten Muaro Jambi. Ketujuh desa tersebut adalah Desa Dusun Baru, Danau Lamo, Muara Jambi, Kemingking Luar, dan Kemingking Dalam, serta Desa Teluk Jambu dan Dusun Mudo.

Kawasan tersebut juga menjadi pusat pendidikan agama Buddha abad VII-XIII, yang terluas di Indonesia dan Asia Tenggara. Dahulu pada tahun 671 Masehi, seorang pengelana asal Tiongkok I-Tsing, atau Yi Jing, mencatat, ribuan biksu dari Thailand, India, Srilanka, Tibet, Cina, datang ke Muarajambi untuk memperdalam ilmu sebelum ke Nalanda (saat ini kawasan Bihar di India).

Peradaban di Muaro Jambi ratusan abad silam memang sudah kesohor. Dalam sejarahnya, sebagaimana ditulis Swarnadwipa Muarajambi (Sudimuja), Maha Guru Buddha Atisa Dipamkara Shrijnana pernah tinggal dan belajar di Candi Muarajambi, Sumatera, selama 12 tahun lamanya, atau sekitar tahun 1011-1023 Masehi.

Sumber tertulis, Dinasti Tang di Cina menyebutkan rahib Cina bernama I-Tsing pada abad VII pernah tinggal di pusat pendidikan Swarnadwipa wilayah Sriwijaya (kini Sumatera). Dia memperdalam kemampuan Bahasa Sanskerta.

I-Tsing menulis terdapat persamaan antara pusat pendidikan di Sumatera dan Nalanda, pusat pendidikan Buddha tertua di India. Di Sumatera diajarkan tata bahasa atau Sabdavidya dalam bahasa Sanskerta, seni (Silpasthanavidya), pengobatan (Chikitasavidya), logika (Hetuvidya), serta olah hati dan jiwa (Adhaaymavidya).

Menilik dari riwayat Muaro Jambi yang masyhur itu, pemerintah akan menghidupkan kembali Cagar Budaya Muaro Jambi ini sebagai tempat belajar pada masa kini.

Tak hanya sebagai tempat belajar, kawasan ini juga digadang-gadang akan menjadi destinasi wisata berkualitas. Lantas sampai kapan kawasan cagar budaya benar-benar bersih dari industri yang merusak ekosistem dan cagar budaya?

 

Simak video pilihan berikut ini: