Sukses

Dari Bemo hingga Kuda, Cerita Jatuh Bangun Perpustakaan Bergerak di Daerah

Banyak cara dilakukan untuk menghadirkan bahan bacaan agar sampai ke masyarakat. Salah satunya dengan perpustakaan bergerak.

Liputan6.com, Jakarta - Ide membuat bemo pustaka sebagai perpustakaan keliling berawal dari kedua temannya yang ingin menjadikannya sebagai internet keliling (netling) pada 2010. Namun, karena Sutino atau yang akrab disapa Pak Kinong (62) tidak mengerti internet, dia menyarankan agar diganti fungsinya menjadi perpustakaan. Sejak itu, banyak media internasional mendokumentasikan apa yang dilakukan Pak Kinong.

"Saya berkeliling ke sekolah-sekolah dari pagi hingga siang. Sorenya kembali menjadi sopir bemo. Begitu setiap hari," ujar Pak Kinong mengisahkan pada kesempatan pembukaan Pameran Pustaka Bergerak dan Talk Show Penggerak Literasi Bicara, Selasa (16/7/2022).

Kehadiran Bemo Pustaka milik pria beranak tujuh itu sangat dinantikan anak-anak. Pernah suatu saat, bemonya mogok sampai harus didorong. Tapi, anak-anak tetap menungguinya meskipun lama. Setelah pemerintah melarang bemo, Pak Kinong lantas memarkirkan Bemo Pustakanya di dekat rumah, dan tetap mempersilakan anak-anak membaca dan meminjam buku di situ. Pak Kinong pun kini beralih profesi sebagai pedagang makanan demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Lain lagi cerita perpustakaan bergerak yang dilakoni Ridwan Sururi dari Purbalingga. Bermodal kuda putih yang dititipkan kepadanya, Ridwan kemudian meminja izin kepada empunya kuda untuk memfungsikannya sebagai Kuda Pustaka. Ridwan beranggapan Kuda Pustaka adalah kendaraan yang ideal karena mampu menjangkau desa-desa di pelosok di kaki Gunung Slamet.

Dulu, Kuda Pustaka yang dituntunnya berisikan 136 eksemplar. Setelah viral di media sosial dan diliput media internasional—sama seperti Bemo Pustaka—bantuan buku mulai berdatangan. Kini, Ridwan telah memiliki 5.000 eksemplar buku yang bergantian dibawa di atas punggung Kuda Pustaka.

"Saya dan Kuda Pustaka berkeliling mendatangi sekolah, madrasah, dan pemukiman warga. Alhamdulillah, pemda kini mulai berikan support untuk berkolaborasi program inklusi sosial, seperti pelatihan membuat kue, kerajinan barang bekas, sampai pelatihan fotografi," imbuh Ridwan.

Kepopuleran pustaka bergerak di berbagai daerah adalah buah dari kerja ikhtiar yang dilakukan para pegiat literasi pustaka bergerak. Inisiator Pustaka Bergerak Nirwan Arsuka mengatakan sejak bergerak dari tahun 2014 tidak ada satu pun institusi yang perhatikan, termasuk luput dari publikasi media.

Bermodal unggahan di media sosial, aktivitas mereka mulai tercium oleh media internasional, seperti kantor berita BBC London, Al Jazeera, Goethe Institute. "Kami bersyukur di 2017 ada perhatian yang diberikan Perpustakaan Nasional lewat bantuan motor pustaka sebanyak 20 unit,” ujar Nirwan.

Jaringan Pustaka Bergerak diakui Nirwan saat ini adalah yang terbanyak di dunia. Tidak kurang dari 3.000 pustaka bergerak tersebar hingga desa/kelurahan. Ke depan, Nirwan berharap dukungan lebih maksimal diberikan Perpusnas dan Kementerian Desa untuk mendirikan minimal satu desa satu pustaka bergerak.

"Jika ini terwujud, maka diharapkan jumlah pustaka bergerak sama dengan jumlah desa/kelurahan yang ada di Indonesia," tambah Nirwan.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Upaya Jemput Bola

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas Deni Kurniadi mengatakan kehadiran pustaka bergerak adalah upaya mendatangi masyarakat luas (jemput bola) khususnya di daerah/wilayah yang memiliki keterbatasan akses informasi dan transportasi terbatas.

Mereka bergerak secara kreatif menggunakan ide-ide kreatifnya menyalurkan bahan bacaan menggunakan medium seperti perahu, kuda, gerobak, kereta, pedati, ojeg, motor, becak, bemo, ransel, sepeda, hingga noken, yang disulap atau dimodifikasi sedemikian rupa menjadi alat antar bahan bacaan. Uniknya, pengelola pustaka bergerak datang dengan latar profesi yang berbeda, seperti tukang rawat kuda, tukang tambal ban, mantan wartawan, seniman, atau mahasiswa.

"Secara sederhana, eksistensi pustaka bergerak adalah gerakan literasi yang menumbuhkan toleransi," kata Deni.

Sedangkan, Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpusnas Adin Bondar menambahkan relawan pustaka bergerak bekerja tanpa dibayar. Mereka berkontribusi agar pengetahuan dan informasi masyarakat Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Mereka garda terdepan dalam mensukseskan program penguatan budaya literasi yang masuk ke dalam pembangunan revolusi mental.