Sukses

4 Fakta Raden Saleh, Maestro Lukis Era Kolonial yang Namanya Jadi Judul Film

Berikut sederet fakta Raden Saleh.

Liputan6.com, Yogyakarta - Dunia perfilman Indonesia tengah ramai memperbincangkan film berjudul Mencuri Raden Saleh. Film garapan rumah produksi Visinema Pictures yang telah tayang sejak Kamis (25/8/2022).

Rupanya sosok Raden Saleh bukanlah tokoh fiksi, Raden Saleh merupakan maestro lukis zaman kolonial. Berikut sederet fakta Raden Saleh.

1. Berasal dari Keluarga Ningrat

Raden Saleh memiliki nama asli Raden Saleh Syarif Bustaman. Laki-laki ini lahir pada Mei 1811 di Semarang, Jawa Tengah, dalam lingkup bangsawan Arab-Jawa ningrat.

Ia mendapat darah Arab dari ayahnya yang bernama Sayyid Husen bin Alwi bin Awal bin Yahya. Sedangkan darah Jawa ia peroleh dari sang ibu, Mas Ajeng Zarip Husen.

Buyut Raden Saleh yaitu Sayyid Abdullah Muhammad Bustam alias Ki Bustam adalah seorang bawahan Bupati Terboyo pada Kerajaan Belanda saat itu. Keluarga Bustaman juga berperan besar dalam bidang agama, dengan beberapa anggota keluarga menjabat sebagai penghulu atau pejabat Islam tertinggi suatu wilayah.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 4 halaman

Belajar Melukis di Eropa

2. Belajar Melukis di Eropa

Sejak usia belia, Raden Saleh belajar banyak hal dari orang-orang yang ahli di bidangnya. Ia belajar menggores sketsa di bawah bimbingan Antonie A J Paijen dan J Th Bik.

Raden Saleh dibantu oleh pelukis keturunan Belgia, yaitu A.A.J. Payen, yang terkesan akan bakat Raden Saleh. Ia mengusulkan agar Raden Saleh dapat belajar ke Eropa.

Usulan Payen didukung oleh Gurbernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen yang saat itu memerintah Hindia Belanda. Ia juga bersedia membiayai Raden Saleh untuk bersekolah ke Eropa.

Raden Saleh muda pergi ke Belanda menggunakan kapal Pieter en Karel pada tahun 1829. Sesampainya di negara tersebut, ia belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman dan melukis panorama dari Andreas Schelfout.

Raden Saleh mengakhiri petualangannya di Eropa dan kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1852. Sepulangnya ke Hindia Belanda, Raden Saleh bekerja sebagai konservator untuk koleksi seni pemerintah kolonial, sambil mengerjakan sejumlah potret untuk keluarga Kerajaan Jawa dan melukis pemandangan.

Meski lama tinggal dan belajar pendidikan Barat, hal ini tidak membuat Raden Saleh menutup mata atas apa yang terjadi di negaranya. Ia sering mengkritik politik represif pemerintah Hindia Belanda.

Bahkan, Raden Saleh tetap menjunjung tinggi idealisme kebebasan serta kemerdekaan. Salah satu pemikiran beliau dalam mengkritik pemerintah Belanda digambarkan dalam lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro".

 

3 dari 4 halaman

Melukis dengan Aliran Romantisisme

3. Melukis dengan Aliran Romantisisme

Raden Saleh dikenal dengan gaya lukisan romantisisme dan dijuluki sebagai pionir pelukis modern di Indonesia. Hasil lukisan Raden Saleh banyak menampilkan cerita yang emosional, dinamis, menyentuh perasaan, dan mengandung sindiran.

Karya Raden Saleh terlihat banyak yang menunjukkan sifat-sifat, seperti kekejaman, dramatis, realistis, dan mencekam dengan menyindir sifat manusia yang selalu mengusik makhluk lain. Seperti salah satunya di lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" yang menyiratkan banyak hal dari ekspresi tokoh-tokoh dalam lukisan tersebut.

Selain itu, beberapa lukisan karya Raden Saleh yang populer, antara lain "Enam Pengembara Kuda Mengejar Rusa", "Perburuan Rusa", "Sebuah Banjir di Jawa", dan "Pemandangan Jawa dengan Harimau yang Mendengarkan Suara Pengembara".

 

4 dari 4 halaman

Banyak Penghargaan

4. Mendapatkan Banyak Penghargaan

Kemahiran Raden Saleh membuatnya memperoleh beragam penghargaan. Tidak hanya sebagai pelukis, tetapi juga dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Raden Saleh merupakan pribumi pertama yang menjadi Anggota Kehormatan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Masyarakat Batavia untuk Seni dan Ilmu Pengetahuan) pada 1866. Ia bahkan anggota Kehormatan Asosiasi Planten en Dierentuin te Batavia (Kebun Botani dan Satwa di Batavia) pada 1866.

Lalu, menjadi satu-satunya orang Jawa yang memperoleh gelar "Ridder van de Witte Valk" dari Saxe-Weimar, gelar "Ridder der Kroonorde van Pruisen" dari Prussia, dan gelar "Ridder der Orde van de Eikenkoon" dari Luksemburg. Ia juga mendapat gelar "Commandeur met de Ster der Franz Joseph Orde" dari Austria, serta Anugerah Seni sebagai "Perintis Seni Lukis di Indonesia", Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Anumerta) pada 1969.

Sejumlah penulis dan peneliti menyebutnya sebagai "manusia modern" Jawa pertama yang memiliki pola pikir ala Barat. Raden Saleh sendiri menghabiskan 25 tahun masa hidupnya di Eropa, dan masuk dalam kalangan elite aristrokat dan intelektual.