Sukses

Pengarusutamaan Gender dan Dampak Perubahan Iklim bagi Perempuan

Pengarusutamaan Gender diperlukan sebagai alat yang menciptakan suatu strategi agar dapat mewujudkan pembangunan yang adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki.

Liputan6.com, Palembang - Ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan yang masih terjadi di Indonesia, membuat banyak kasus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan sehari-hari.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pun sudah menghadirkan kelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG), untuk meningkatkan kesetaraan gender sehingga laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dalam peningkatan penghidupan.

Dari data www.djkn.kemenkeu.go.id, meskipun sudah ada Lembaga PUG, namun data menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya.

Adanya ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan, khususnya perempuan, disebabkan oleh berbagai permasalahan di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lainnya.

Sehingga, pengarusutamaan gender diperlukan sebagai alat yang menciptakan suatu strategi agar dapat mewujudkan pembangunan yang adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki.

PUG ditujukan agar semua program pembangunan dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses perempuan terhadap program pembangunan, dengan adanya kendali dan manfaat bagi perempuan.

Untuk mendorong PUG di berbagai produk kebijakan pembangunan dan dalam praktik dunia usaha , World Agroforestry (ICRAF) Indonesia melalui Land4Lives, bekerjasama dengan Dinas PPPA Sumsel, memberikan ruang bagi para penggerak isu gender, untuk berdiskusi yang mengusung tema ‘Mewujudkan Pembangunan Daerah yang Responsif Gender dan Berketahanan Iklim’, di Hotel Aryaduta Palembang Sumsel, Selasa (30/9/2022).

Maftuh Muhtadi, Fungsional Perencana Muda pada Kantor Asisten Deputi PUG Bidang Ekonomi Kementerian PPPA mengatakan, ada fenomena yang terjadi dengan para ibu rumah tangga di Indonesia, saat terjadi gagal panen di desa-desa.

Bahkan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian, para kepala keluarga bermigrasi di kota untuk mencari peruntungan lainnya.

“Sehingga, para ibu rumah tangga harus merangkap menjadi kepala keluarga dan manager keuangan untuk keluarganya,” katanya, Kamis (1/9/2022).

Bahkan kerap terjadi juga, perempuan harus bermigrasi ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), untuk membantu perekonomian keluarga pasca-gagal panen.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Pergub Pengarusutamaan Gender

Dari bidang energi, perempuan juga dituntut untuk memiliki akses dan pengetahuan tentang energi, khususnya Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Karena perempuan berpotensi menciptakan pola penggunaan energi rumah tangga, serta membentuk karakter anak dan keluarga.

Di sisi isu perubahan iklim, jika terjadi bencana alam seperti erupsi gunung merapi, gempa bumi, tanah longsor, abrasi dan lainnya, perempuanlah yang menjadi kelompok yang paling rentan ketika terjadi bencana alam.

“Perempuan sangat rentan terhadap pergeseran dan transisi ekonomi. Sehingga bagaimana kebijakan dari pemerintah ini, harus bisa mendukung dan memastikan, adanya transisi yang adil bagi perempuan,” ucapnya.

Sekda Sumsel S. A. Supriono diwakili Kepala Dinas PPPA Sumsel Henny Yulianti mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel memiliki komitmen kuat untuk meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender.

Bahkan sudah ditandai dengan payung hukum lengkap untuk pengarusutamaan gender, dari Peraturan Gubernur (Pergub) Sumsel No 32/2020 tentang Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender 2020-2023.

3 dari 3 halaman

Masyarakat Rentan

“Gubernur Sumsel juga mengeluarkan Pergub Sumsel No 62/2020, tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan di Daerah,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Provinsi Proyek Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods (Land4Lives) David Susanto menuturkan, upaya pengarusutamaan gender pemerintah di Sumsel, sejalan dengan kegiatan yang dilakukan dalam proyek Land4Lives.

Land4Lives yang dilaksanakan oleh ICRAF Indonesia adalah proyek berdurasi 5 tahun, merupakan kerja sama antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC).

Proyek ini dilaksanakan di 3 provinsi, yakni Sumsel, Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), yang bertujuan mendukung upaya pemerintah mencapai prioritas pembangunan nasional. Terutama dalam menciptakan penghidupan berketahanan iklim dan ketahanan pangan, untuk masyarakat rentan, khususnya perempuan dan anak perempuan di Indonesia.

“Kami mendukung komitmen pemerintah di Sumsel, dalam pengarusutamaan gender, karena salah satu prinsip yang diyakini dalam Land4Lives adalah mendorong partisipasi aktif dari masyarakat rentan khususnya perempuan dan anak perempuan dalam pengelolaan bentang lahan terutama dalam menghadapi perubahan iklim,” ujarnya.