Liputan6.com, Banyuwangi - Banyuwangi dan budaya 'ngopi'-nya tak bisa dilepaskan dari sejarah Hindia-Belanda di Indonesia. Banyuwangi mengenal kopi sejak abad ke-18.
Saat itu, kolonial Belanda membuat peraturan yang mengharuskan warga pribumi untuk menanam kopi. Disebutkan, pada 1818-1865, perjalanan tanaman kopi di Banyuwangi mengalami pasang surut.
Untuk mencapai produksi yang diharapkan, pemerintah kolonial melakukan segala macam upaya, di antaranya membuka perkebunan baru, pager kopi, dan pager kampung. Perkebunan kopi pun dipusatkan di perkebunan Sukaraja yang saat ini berada di Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi.
Advertisement
Baca Juga
Perkebunan milik pemerintah tersebut mempekerjakan narapidana kasus ringan untuk bekerja di perkebunan kopi. Setelah perkebunan Sukaraja sukses, perkebunan kopi baru pun dibuka di lereng pegunungan Ijen.
Setelah 1864, terjadi banyak kecurangan yang menyebabkan kerugian. Selanjutnya, pada 1 Januari 1865, perkebunan kopi Banyuwangi resmi ditutup oleh pemerintah kolonial.
Meski sempat mengalami pasang surut, ternyata hingga saat ini masih terdapat beberapa wilayah penghasil kopi di Banyuwangi. Berikut empat kecamatan penghasil kopi Banyuwangi:
1. Kecamatan Kalibaru
Perkebunan Kopi Malangsari Banyuwangi dikenal sebagai salah satu penghasil kopi terbaik Nusantara yang diminati pasar Eropa. Saat ini, perkebunan kopi Malangsari dikembangkan menjadi wisata kreatif berbasis kopi atau edukasi kopi.
Wisatawan yang datang bisa menikmati keindahan kebun kopi, melihat proses pengolahan kopi, hingga mencoba cita rasa kopi robusta. Berlokasi di Desa Kalibaru Kulon, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, Jawa Timur, kebun kopi yang dikelola oleh PTPN XII ini terletak di wilayah pegunungan selatan Banyuwangi yang terkenal dengan produk robustanya.
Melansir laman Pemkab Banyuwangi, Perkebunan Kopi Malangsari telah mengirim 45 ton kopi robusta ke Italia. Hal tersebut merupakan tahap pertama dari rencana ekspor 1.300 ton pada akhir tahun 2019.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Songgon
2. Kecamatan Songgon
Upaya merawat tanaman kopi dengan cara organik dapat kita jumpai di Dusun Candi, Desa Songgon, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, Jawa Timur. Para petani mampu mempertahankan kualitas di tengah gempuran modernisasi industri kopi.
Untuk memberikan hasil biji kopi terbaik, para petani sengaja menggunakan pupuk organik. Selain menjadi salah satu cara untuk lebih meningkatkan hasil panen kopi, pupuk organik juga membuat kandungan nutrisi dalam tanah menjadi lebih terawat.
Kopi yang menjadi unggulan dari Kecamatan Songgon adalah jenis robusta dan liberika.
3. Kecamatan Licin
Sudah turun-temurun sejumlah masyarakat di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, bertani kopi. Namun, mereka bertani kopi dengan kebiasaan lama, yakni petik ceri kopi secara campur atau merah dan hijau.
Selain itu, pengolahan kebunnya yang belum maksimal membuat beragam kendala ditemui pada setiap prosesnya. Beberapa pemilik kebun kopi di Kecamatan Licin sempat mengganti tanaman kopi dengan pohon sengon.
Pasalnya, kopi dianggap memiliki harga jual yang murah. Namun, sejak pertengahan 2017, pemuda di desa tersebut memulai gerakan untuk mengubah kebiasaan lama para petani di desa tersebut.
Mereka tergabung dalam kelompok petani kopi Java Ijen Madusari, yang menginisiasi para petani agar menjadikan kopi sebagai tanaman utama dan meningkatkan kualitas kopinya. Selain itu, kelompok ini juga memberikan edukasi kepada petani untuk memetik ceri kopi yang sudah matang atau petik merah.
Hasilnya, Kecamatan Licin menjadi salah satu penghasil kopi yang diperhitungkan di Banyuwangi, Jawa Timur.
4. Kecamatan Kalipuro
Kelurahan Gombengsari, Kalipuro, Banyuwangi, lebih akrab dikenal sebagai Kampung Kopi Gombengsari. Data Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya mencatat, pola tanam kopi di Gombengsari ini dibudidayakan secara organik.
Pertanian kopi organik mengedepankan hubungan yang harmonis antara beberapa unsur yang ada di alam. Mayoritas kopi yang ditanam di kampung ini adalah jenis robusta yang tumbuh pada ketinggian 400-600 mdpl.
Tak hanya menanam kopi, para petani juga menawarkan wisata tour kebun kopi, mengenal jenis-jenis kopi, petik kopi (saat panen), belajar memproses kopi secara traditional (sangrai), serta menumbuk dan menyeduh kopi.
Â
Resla Aknaita Chak
Advertisement