Liputan6.com, Yogyakarta - Wayang merupakan salah satu kesenian khas nusantara yang memiliki banyak ragam. Sebut saja wayang uwong atau orang, wayang golek, hingga yang paling populer wayang kulit.
Indonesia juga memiliki ragam wayang tertua dan langka, yakni wayang beber. Wayang beber merupakan cikal bakal kesenian wayang di Indonesia, termasuk salah satunya wayang kulit.
Dikutip dari berbagai sumber, wayang beber merupakan seni pertunjukan wayang yang digelar dengan membentangkan lembaran kertas, kulit, atau kain bergambar wayang. Seperti kesenian wayang pada umumnya, wayang beber juga dipimpin oleh seorang dalang yang akan membacakan narasi.
Advertisement
Ada dua versi mengenai asal-usul wayang beber. Versi pertama menyebutkan wayang beber mulai ada dan dikembangkan sejak zaman Kerajaan Jenggala 1223 M. Lalu berlanjut hingga masa kerajaan-kerajaan Islam.
Baca Juga
Sedang yang lainnya menyebutkan wayang beber berasal dari Pacitan, Jawa Timur, tepatnya saat zaman Kerajaan Majapahit. Pada saat itu putri Prabu Brawijaya yang merupakan penguasa Majapahit tengah jatuh sakit.
Sang raja kemudian menggelar sayembara untuk kesembuhan putrinya. Salah satu abdi dalem Prabu Brawijaya, Nolodermo lantas ikut sayembara tersebut.
Ternyata, Nolodermo kala itu berhasil menyembuhkan putri Prabu Brawijaya. Sebagai ungkapan terima kasih, Prabu Brawijaya pun memberikan hadiah wayang beber kepada Nolodermo.
Sejak itulah, wayang beber berkembang di Pacitan. Hingga kini kesenian itu masih dilestarikan secara turun-temurun oleh keturunan Ki Nolodermo.
Mulanya, hanya keturunan Ki Nolodermo dan orang kepercayaannya saja yang dapat menjadi dalang Wayang Beber. Wayang Beber juga memiliki keunikan tersendiri.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Cara Memainkan
Tak seperti Wayang Kulit, pertunjukan wayang beber hanya melibatkan lima orang yang terdiri dari satu dalang dan empat niogo (gong, kenong, rebab, dan kendang). Cerita wayang beber biasanya hanya berkisah tentang Dewi Sekrtaji, Kerajaan Kediri hingga pertemuan Dewi Sekartaji dan Jaka Kembang Kuning.
Seperti namanya, wayang beber dimainkan dengan cara dibeber atau dibentangkan. Wayang beber yang pertama dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat di Dukuh Karangtalun, Desa Gedompol, Donorojo, Pacitan.
Konon, gulungan wayang beber di Pacitan merupakan wayang yang asli dari peninggalan Kerajaan Majapahit. Wayang beber tersebut berjumlah enam gulungan, setiap gulungan memuat empat adegan, sehingga jumlah keseluruhan menjadi 24 adegan.
Akan tetapi adegan yang ke-24 tidak boleh dibuka, menurut kepercayaan masyarakat setempat pantang untuk dilanggar. Konon, alasannya karena gambar tidak lazim atau terlalu bagus atau mengandung adegan dewasa.
Gulungan wayang beber pertama milik Ki Nolodermo lah yang mulanya digunakan oleh keturunannya. Namun, karena khawatir akan kondisinya yang sudah termakan zaman, akhirnya keturunan Ki Nolodermo, yakni Ki Sarnen yang merupakan dalang keturunan ke-12 membuat duplikat pertama wayang beber.
Duplikat itulah yang kemudian dipakai oleh penerus Ki Nolodermo sejak saat itu. Duplikat wayang beber konon berada di Desa Gelaran, Kelurahan Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo (Wonosari), Gunungkidul, Yogyakarta.
Seluruhnya, berjumlah delapan gulungan, empat gulungan di antaranya merupakan seperangkat lakon utuh berjudul Remeng Mangunjoyo. Empat gulungan lainnya merupakan fragmen-fragmen lakon cerita panji yang belum diketahui judulnya.
Setiap gulungan wayang beber mencapai sekitar empat km dan terdiri dari empat jagong atau empat kisah. Seiring dengan perkembangan zaman, kesenian wayang tertua dan langka ini juga dikembangkan menjadi beberapa versi.
Salah satunya ialah wayang beber konvensional. Meski sudah dikembangkan wayang beber terbilang tak cukup dikenal masyarakat luas.
Advertisement