Sukses

Barongko, Kuliner Makassar Sarat Filosofi yang Jadi Warisan Budaya

Barongko terbuat dari pisang, gula, santan, telur ayam, dan irisan nangka sebagai hiasan.

Liputan6.com, Makassar - Barongko merupakan salah satu kuliner khas Makassar, Sulawesi Selatan. Keberadaan kue ini sudah ada sejak Kerajaan Bugis. Dulunya, Barongko merupakan kudapan yang hanya ada di lingkungan kerajaan.

Kue tradisional ini memiliki cita rasa yang manis dan gurih, sehingga tak heran apabila jajanan yang satu ini memiliki banyak penggemar. Barongko terbuat dari pisang, gula, santan, telur ayam, dan irisan nangka sebagai hiasan.

Pisang yang digunakan untuk membuat barongko haruslah pisang kepok yang matang pohon. Cara membuat barongko cukup sederhana, semua bahan dihaluskan terlebih dahulu.

Kemudian adonan dibungkus dengan daun pisang dan ditambah nangka sebagai hiasan di atasnya, lalu dikukus. Masyarakat Suku Bugis dan Makassar menganggap kudapan yang satu ini bukan sekadar kue tradisional semata, barongko juga memiliki nilai filosofis yang tinggi.

Barongko menjadi salah satu kuliner yang tak pernah absen setiap upacara adat atau kegiatan lainnya. Kuliner ini digunakan untuk menjamu tamu-tamu agung dan tamu terhormat.

Penamaan barongko merupakan singkatan dari barangku mua udoko dalam bahasa Bugis bermakna barangku sendiri yang kubungkus. Maksudnya, adonan yang bahan bakunya adalah pisang, juga dibungkus dengan daun pisang.

 

Saksikan video piliha berikut ini:

2 dari 2 halaman

Sarat Filosofi

Bagi orang Bugis dan Makassar, istilah tesebut sangat mendasar dan memiliki nilai filosofi. Nilai utama dalam budaya Bugis dan Makassar adalah siri’ atau harga diri, sehingga membungkus atau menjaga harga diri merupakan amalan dari nilai siri’.

Tujuannya adalah untuk menjaga harkat dan martabat diri sendiri dan keluarga. Selain itu, makna lain dari barongko adalah apa yang terbungkus di dalam (adonan pisang), sama dengan yang tampak di luar (daun pisang).

Artinya, pembungkus dan yang dibungkus sama, keduanya memiliki kesamaan yang baik. Dalam sebuah perkawinan memiliki makna sebagai awal keharmonisan untuk membangun rumah tangga.

Kedua mempelai akan menjalin keharmonisan bilamana keduanya memiliki hati yang sama baik dan perilaku yang baik pula. Demikian pula, barongko yang rasanya manis dan gurih memiliki makna, sebagai pengharapan akan kesejahteraan dalam kehidupan rumah tangga, baik anugrah rezeki maupun keturunan.

Panasa atau potongan buah nangka yang menambah cita rasa barongko, juga ada kaitannya dengan nilai filosofi kehidupan orang Bugis dan Makassar. Sebuah ungkapan Bugis menyebutkan “Iyyana kuala sappo unganna panasaé nabélona kanukué”, artinya yang kuambil sebagai pagar diri dalam rumah tangga ialah kejujuran dan kesucian.

Unganna panasaé, yang disebut lempu mengandung arti kejujuran. Sedangkan nabélona kanukué adalah pacci atau paccing mengandung arti kesucian.

Barongko telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya takbenda Indonesia. Penetapan ini diberikan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bernomor 60128/MPK.E/KB/2017. Tujuannya adalah untuk memberikan rasa identitas bagi masyarakat pemilik budaya tersebut, dan menghindari diklaim oleh negara lain.