Liputan6.com, Pekanbaru - Konflik gajah dengan manusia di berbagai kabupaten di Provinsi Riau bukan hal baru. Setiap bulan selalu ada saja kabar satwa bongsor itu menghampiri perkebunan, pemukiman hingga memakan tanaman warga.
Tak jarang, gajah sumatra di Riau merobohkan pondok penjaga kebun. Tak jarang pula ada korban dari manusia, tapi selalu ada saja gajah mati karena konflik ini.
Advertisement
Baca Juga
Beberapa waktu lalu, gajah mati terjadi di Kabupaten Bengkalis. Satwa betina itu bahkan membawa calon penerusnya mati karena diracun oleh pihak tak bertanggung jawab.
Konflik gajah terbaru adalah si Codet. Gajah Codet ini merupakan gajah penyendiri atau memisah dari kawanan karena sudah menjadi sifat alaminya sebagai gajah jantan.
Gajah Codet ini biasanya akan mencari kawanan jika tiba masanya kawin. Tak jarang terjadi pertarungan dengan gajah jantan lain sehingga namanya diberi Codet karena bekas luka perebutan gajah betina.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sudah sering menerima laporan konflik ini. Tak jarang, gajah terpaksa dievakuasi dari lokasi konflik karena membahayakan manusia meskipun keberadaannya di habitat atau rumah sendiri.
Kepala BBKSDA Riau Genman S Hasibuan menjelaskan, gajah selalu melalui jalur yang sama setiap tahunnya. Persoalannya jalur itu seiring perkembangan zaman berubah menjadi perkebunan.
"Akan tetapi sebagian besar statusnya (perkebunan) masih merupakan kawasan hutan, padahal lokasi itu sudah digunakan gajah dari dahulu," kata Genman.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perubahan Hutan
Sudah bukan menjadi rahasia lagi, persoalan kawasan hutan di Riau selalu tumpang tindih. Banyakkawasan hutan dirambah, baik oleh perorangan ataupun dalam berbadan hukum seperti perusahaan.
Di Riau pernah dibentuk panitia khusus monitoring lahan dalam kawasan hutan oleh DPRD Riau. Hasilnya, banyak temuan perkebunan di kawasan hutan tapi tidak diketahui penindakannya hingga sekarang.
Sementara itu menurut Genman, penertiban perkebunan dalam kawasan hutan ini sedang diproses oleh pemangku jabatan terkait.
Terlepas dari persoalan kawasan hutan ini, Genman mengajak masyarakat agar tidak selalu mendiskreditkan dan menyudutkan satwa liar dilindungi jika terjadi interaksi dengan manusia.
"Agar tidak memancing memancing amarah publik terhadap keberadaan gajah yang dikhawatirkan akan membenarkan adanya tindakan merugikan gajah sebagai aset bangsa Indonesia," tegas Genman.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement