Liputan6.com, Jakarta - Perundingan mengenai penetapan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) antara Indonesia dan Vietnam telah berlangsung cukup lama. Pertama kali diadakan pada 21 Mei 2010, pertemuan yang sudah dilakukan belasan kali tersebut kini mulai mencapai titik terang.
Diketahui bahwa Tim Teknis Indonesia dan Vietnam telah melakukan perundingan ke-14 pada pertengahan Juli 2022 lalu dan pihak Indonesia dikabarkan siap untuk membuat konsesi untuk mempermudah proses negosiasi.
Baca Juga
Menanggapi kabar tersebut, Anggota DPR RI menyampaikan keterkejutan dan kemarahannya.
Advertisement
Syarif Abdulllah Alkadrie Anggota Fraksi Nasdem DPR menandakan bahwa isu ini angat penting dan DPR harus terlibat.
“Ini masalah kedaulatan, hal yang tidak bisa ditawar-tawar, sehingga kewajiban DPR untuk terlibat, karena merupakan perwakilan rakyat,” dikatakan Syarif Abdulllah Alkadrie pada Jumat, 9 September 2022.
Syarif Abdulllah Alkadrie meminta Kementerian Luar Negeri agar memberikan penjelasan kepada Komisi I DPR RI dan publik.
Menurut Syarif Abdulllah Alkadrie, penetapan batas ZEE ini akan berdampak pada dua sisi. Yakni dari segi kedaulatan dan juga segi ekonomi.
Pertama, segi kedaulatan. Perlu diketahui bahwa penetapan batas wilayah negara merupakan isu yang sensitif karena menyangkut hajat orang banyak dan juga agar sebuah negara bisa mengetahui apakah wilayah tersebut berada di wilayah kekuasaan mereka atau tidak sehingga bisa diimplementasikan hukum yang sesuai dengan konstitusi negara yang bersangkutan.
Kedua, segi ekonomi. Indonesia sebagai negara maritim yang kaya sumber daya laut tentu sangat bergantung pada sektor kelautan dan perikanan untuk mengisi kas negara dan juga demi kestabilan ekonomi. Bahkan dari segi individual sekalipun, menurut Syarif Alqadie, akan ada banyak nelayan yang terdampak apabila konsesi ini menjadi persetujuan bersama.
“Jadi pentingnya ada evaluasi ulang oleh pemerintah agar negara dan rakyat kita tidak dirugikan,” katanya.
Sementara, anggota Komisi I DPR lainnya, Sukamta, menekankan soal ini harus dijalankan dengan proses komunikasi kepada publik.
"Posisi klaim Indonesia di wilayah yang disengketakan di Laut Natuna Utara ini sudah kuat secara hukum internasional, saya berharap pemerintah jangan berikan konsensi kepada Vietnam yang merugikan nelayan dan kedaulatan Indonesia," ujar Sukamta.
Organisasi nelayan tradisional Serikat Nelayan Indonesia (SNI) meminta agar pemerintah tetap mempertahankan wilayah dan jangan sampai daerah penangkapan ikan berkurang.
"Kehidupan nelayan kita akan lebih sulit,” ujar Sekjen SNI, Budi Laksana.
Hal ini dikarenakan wilayah di mana nelayan dapat memancing, akan berkurang secara signifikan dan secara efektif akan mengurangi pendapatan mereka.