Sukses

Seruan 'Ohaiyo Pakaroso' dari Jelajah Budaya Rumah KITA Poso

Ratusan remaja dan pemuda bersepakat merawat keberagaman demi masa depan Poso yang damai. Mereka saling mengenal budaya masing-masing lewat ‘Jelajah Budaya Rumah KITA Poso’.

Liputan6.com, Poso - “Ohaiyo…, Pakaroso..,” teriak ratusan remaja Poso di lapangan Desa Pinedapa, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Kamis sore (15/9/2022). Seruan yang dalam bahasa setempat berarti saling menguatkan itu terus diulang-ulang dengan suka cita.

Hari itu remaja dan pemuda yang berasal dari sejumlah desa di Poso berkumpul mengikuti ‘Jelajah Budaya Rumah KITA Poso’ yang digelar Institut Mosintuwu. Mereka datang dengan latar belakang masing-masing; agama, budaya, dan tradisi untuk saling mengenal.

Kamis pagi mereka memulai misi jelajah budaya dengan mengunjungi rumah-rumah warga di Desa Pinedapa untuk berdialog dan melihat keragaman di desa itu. Desa Pinedapa yang dalam bahasa setempat berarti titik pertemuan dipilih menjadi lokasi kegiatan karena punya keberagaman yang tinggi. Desa itu ditinggali 16 suku dengan keragaman agama pula.

Para peserta juga mencicipi kuliner, belajar bahasa, serta mengamati pakaian adat dari jelajah budaya yang mereka lakukan.

Sore hari mereka bersama-sama menandatangani kain piagam keberagaman. Mereka menuliskan nama dan latar belakang suku mereka, dan mereka. Piagam itu sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap perbedaan.

Keseruan dimulai malam hari. Satu persatu kelompok peserta unjuk kemampuan memeragakan ciri khas dari suku-suku yang berbeda di depan warga desa. Gelak tawa dan tepuk tangan riuh bercampur suka cita.

“Saya bangga bisa ikut kegiatan ini karena diberi kesempatan mengenal budaya teman-teman dari desa lain. Kalau di desa ini kami terbiasa hidup berdampingan,” kata Nida (15 th), remaja asal Desa Pinedapa.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Harapan untuk Masa Depan Poso

Kepala Desa Pinedapa, Mardianus Ndele mengungkapkan aksi jelajah budaya oleh generasi muda Poso itu bermakna bagi pihaknya karena sesuai dengan sejarah desanya yang menjadi tempat bertemunya suku-suku yang berbeda.

“Dulu ada 16 suku di sini, tapi sekarang jumlahnya menjadi 24 dan tetap rukun. Tidak hanya suku-suku dari Poso dan sekitarnya, tapi juga dari daerah lain di luar Sulawesi Tengah,” Mardianus menceritakan.

Sebagai penutup kegiatan, para peserta jelajah budaya dan warga desa larut dalam tarian dero khas Poso yang kental dengan simbol kebersamaan. Tarian itu dilakukan dengan bergandeng tangan membentuk lingkaran.

Tak lupa sesekali mereka meneriakkan seruan, “Ohaiyo…, Pakaroso…”