Sukses

Seraung, Topi Dayak yang Diburu Wisatawan

Seraung adalah topi khas Suku Dayak yag melindungi dari panas dan hujan sekaligus.

Liputan6.com, Mahakam Ulu - Warisan dari para leluhur masyarakat Kalimantan begitu melimpah. Salah satunya seraung.

Seraung adalah topi lebar khas Suku Dayak yang menjadi pelindung sehari-hari, terutama dari panasnya sinar matahari.

Motifnya yang eksotis dan warnanya yang cantik membuat seraung saat ini diburu wisatawan untuk dijadikan souvenir hiasan dinding. Salah satu produk unggulan seraung paling istimewa berasal dari Kabupaten Mahakam Ulu.

Kabupaten Mahakam Ulu adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan negeri jiran Malayasia dan Ibu Kota Nusantara yang lokasinya berada di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).

Sebagai Kabupaten termuda di Kalimantan Timur, Infastruktur Mahakam Ulu tergolong terbatas. Jalanan beraspal masih sangat minim, membuat 90 persen warga bergantung pada transportasi sungai berupa kapal, speedboat, long boat maupun perahu ketinting.

Walau dari daerah terpencil dan terluar, kerajinan Mahakam Ulu banyak diburu para wisatawan. Bahkan, Ketua Dewan Kerajinan Daerah (Dekranasda) Mahakam Ulu Yovita Bulan Bonifasius menyebut produk kerajinan dari daerahnya kebanjiran peminat.

“Produk yang paling diminati masyarakat luar adalah seraung. Karena terdapat beberapa jenis dari beberapa etnis suku Dayak, seperti Kenyah, Penihin, Bahau dan Kayan. Semua memiliki motif dan ciri khas masing-masing,” kata Yovita.

Yovita menyebut, keunggulan kerajinan Mahakam Ulu karena produk buatan tangan yang penuh dengan nila-nilai budaya. Dalam prosesnya membutuhkan ketekunan, kreativitas dan ketelitian saat membuat kerajinan tersebut.

“Mungkin itu menjadi keunikan sendiri. Produk ini tidak dibuat dari mesin yang bisa lebih rapi dan cepat. Tapi dibuat langsung oleh pengrajin yang butuh tenaga dan lebih lama,” tambah Yovita.

Hasil dari penjualan produk kerajinin ini bukan saja untuk memperkenalkan budaya asli Mahakam Ulu, tapi juga untuk meningkatkan ekonomi dan mensejahterakan masyarakat lewat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Simak juga video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Berusaha Menembus Batas Mahakam Ulu

Yovita yang juga ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Mahakam Ulu menyebut daerahnya memiliki berbagai produk kerajinan. Paling Khas adalah kerajinan yang terbuat dari rotan.

Hal ini karena kawasan ini terkenal akan hasil hutannyanya berupa rotan. Sejak zaman nenek moyang, rotan sudah melekat dan menjadi identitas Suku Dayak.

Dari olahan rotan ini bisa dibuat menjadi anjat (tas punggung), bakun bavat (tas ember) dan kaban (tas kotak).

Produk mereka ikut berkembang seiring perkembangan zaman. Kini para perajin juga membuat kotak tisu, tas ponsel, bahkan dompet.

Selain rotan, terdapat banyak hasil alam yang dapat dijadikan bahan baku kerajinan tangan berbasis kearifan lokal.

Dekranasda yang dipimpin Yovita terus berusaha melakukan pendampingan bagi pengrajin ini. Namun karena keterbatasan infastruktur yang ada membuat langkahnya kurang maksimal.

“Sebenarnya banyak sekali pengrajin di Mahakam Ulu yang mau kami dampingi. Tapi kami terkendala keterbatasan anggaran dan akses komunikasi berupa sinyal yang tidak sampai,” tambah Novita.

Pembangunan infastruktur di Mahakam Ulu tergolong lambat. Kabupaten ini baru memiliki jalan beraspal pertama kali tahun 2018, yaitu sepanjang 300 meter dari total target 145 kilometer.

Pembangunan jalan beraspal itu untuk menghubungkan wilayah Tering menuju Long Bagun. Sementara hingga tahun 2019, Mahakam Ulu baru memiliki 18 kilometer jalan beraspal. Padahal total jalan di sana mencapai 737,587 kilometer.

Jadi Yovita sangat berharap infastruktur transportasi dan telekomunikasi diperbaiki. Ia berharap dalam beberpa tahun ke depan dapat melawat ke kecamatan-kecamatan Mahakam Ulu dengan mudah, cepat dan aman.

“Tidak lagi lewat sungai yang butuh biaya besar, bahaya dan waktu yang lama. Banyak sekali produk bagus di dalam Mahakam Ulu, seperti di Long Pahangai dan Long Apari. Hari ini karena keterbatasan infastruktur, kami sulit untuk membina mereka,” ujar Yovita berharap.