Liputan6.com, Sukoharjo - Pemberlakuan penutupan Jembatan Mojo dimulai pada Senin 26 September-30 November 2022, dampak penutupan tersebut membuat warga masyarakat yang rutinitas kerjanya dan menjadikan jembatan itu jalur perekonomian harus memutar haluan.
Sebagian pengguna jalan itu kemudian menggunakan jalur jembatan darurat atau jembatan sasak/sesek yang dibuat oleh warga dari biaya swadaya.
Jembatan sasak tersebut didirikan di atas Sungai Bengawan Solo. Tampak pada hari pertama penutupan Jembatan Mojo, jembatan darurat itu padat antrean kendaraan bermotor yang ingin menyeberang.
Advertisement
Baca Juga
Pak Bagong, perwakilan warga atau koordinator pengelola jembatan sasak itu mengaku jumlah kendaraan yang melintas di jembatan sasak itu naik menjadi lima kali lipat dari biasanya.Â
"Jam crowded pagi tadi jam 6 sampai jam 9 WIB, kalau sore jam 3 sampai jam 6 WIB. Jumlah motor yang lewat sini (jambatan sasak) naik lima kali lipat dari hari biasa," kata Pak Bagong kepada Liputan6.com di lokasi jembatan, Senin (26/9/2022).
Dirinya menyebut jembatan sasak terbuat dari tumpukan anyaman bambu yang dikaitkan pada drum-drum plastik berwarna biru, sehingga ketika banjir atau debit air meningkat dari Sungai Bengawan Solo jembatan sasak tidak akan tenggelam.
Â
Â
Pengguna Jembatan Meningkat
"Antisipasi debit air sungai meningkat, kita sudah siapkan tambang, dan jembatan juga kita ikatkan pakai seling atau pelampung berbentuk drum. Jumlah motor yang lewat juga kita batasi per 20 motor. Jadi, tidak menumpuk di jembatan," ujar dia.
Menurutnya, ide membuat jembatan sasak itu ketika ia memikirkan jalur yang bisa dilalui oleh warga agar tidak memutar jauh melintasi kawasan Solo Baru untuk bisa sampai ke Kota Solo, khususnya dari kabupaten Sragen, Karanganyar, dan sebagian Sukoharjo.
"Karena membuat jembatan sasak ini saya jadi mempekerjakan sekitar 16 orang untuk membantu saya mengurusi jembatan dan mengatur lalu lintas penyeberangan," kata dia.
Dirinya menyebut, penutupan Jembatan Mojo itu, dia bisa mempekerjakan sekitar 20 karyawan dan menggaji mereka Rp100 ribu rupiah per hari. Meski tak sedikit modal yang ia keluarkan untuk membuat jembatan darurat tersebut, ia mengaku senang bisa membantu sebagian warga untuk menambah pemasukan ekonomi keluarganya.Â
Advertisement
Biaya Swadaya Masyarakat
"Modalnya ya tidak sedikit untuk bikin seseknya (anyaman bambu), beli seling, tambang, pembersihan lahan yang dilalui oleh kendaraan yang mau menyeberang," tutur Pak Bgong.
Pria 69 tahun itu, sangat gesit memberikan koordinasi kepada anak buahnya dan juga membantu pengguna jembatan sesek untuk melintas secara aman sampai di seberang sungai. Untuk diketahui dengan melewati jembatan sasak itu warga bisa menghemat sekitar 30 menit untuk bisa sampai di Kota Solo atau sebaliknya.
"Kita memang kenakan tarif Rp2000 sekali nyebrang, dan pengguna banyak yang senang lewat sini. Mereka bilang hemat waktu 30 menit daripada harus melewati Jalan Ciu tembus ke Jembatan Bacem Solo Baru," ucap Pak Bagong.
Ditemui ketika hendak menyeberang, Nung, warga Mojolaban, mengaku sempat takut untuk melintas, tapi akhirnya bersyukur karena bisa menghemat waktu untu sampai di Mojosongo tanpa harus memutar arah sesuai arahan rekayasa lalin dari Polres Sukoharjo.
"Ini baru pertama mau menyeberang, deg-deg an. Tapi, tidak apa-apa daripada saya memutar jauh melewati Jalan Ciu. Sedikit menghemat waktu saya untuk menuju ke Solo," ujar Nung.
Â