Sukses

Sebut Tak Ada Kerugian Negara dalam Kasus Pompa Riol, Kuasa Hukum Lolok Ancam Lapor KPK

Kuasa hukum terduga memperlihatkan kepada wartawan surat dari Inspektorat Kota Cirebon yang berisi tidak adanya kerugian negara.

Liputan6.com, Cirebon - Upaya praperadilan terkait dugaan korupsi yang dilakukan Lolok Tiviyanto (LT) di Cirebon terus bergulir. Kuasa hukum terduga, Erdi Soemantri yakin kliennya tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Erdi mengatakan, yang dituduhkan terdapat kerugian negara Rp 510 juta itu tidak ada. Dia menduga, tuduhan yang dilayangkan kepada kliennya ada kepentingan politik.

"Kami juga akan laporkan bagaimana kasus yang membelit klien kami tersebut kepada KPK. Ini termasuk kejahatan korupsi yang lebih jahat dari korupsi itu sendiri. Hasil audit juga menyebutkan kerugian negara Rp 0 rupiah. Jadi dimana korupsinya," kata Erdi kepada wartawan di Cirebon, Senin (26/9/2022).

Erdi sempat memperlihatkan surat dari Inspektorat Kota Cirebon yang di antaranya berisi tidak adanya kerugian negara dalam kasus pompa riol ini. Surat dari Inspektorat tersebut tertanggal Agustus 2022.

Pihak keluarga LT sendiri mengajukan praperadilan yang kedua ke PN Kota Cirebon. Dan hari ini Selasa (27/9/2022), diagendakan putusan praperadilan tersebut.

"Pihak Kejaksaan mengatakan bahwa kerugian negara itu tidak pada pokok perkara, dan itu sangat tidak berdasar. Terkait putusan praperadilan kami serahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan pertimbangan mencari keadilan kepada hakim," sambung Erdi.

Erdi menegaskan, selama ini tidak pernah ada terduga korupsi yang melaporkan dirinya sendiri ke KPK. Namun untuk kasus riol ia merasa LT dalam kasus tersebut terdapat upaya 'illegal corruption'.

Erdi mengaku saat ini sedang melengkapi dokumen pendukung untuk menyampaikan kasus tersebut ke KPK. Dalam laporan tersebut, pihaknya akan melaporkan apa yang terjadi sesuai fakta. 

"Kami akan melengkapi dokumen yang diminta dan langsung dikirimkan setelah hasil putusan sidang Praperadilan besok," ujar Erdi.

Menurutnya, berdasarkan aturan, setelah praperadilan maka seharusnya terduga suatu kasus harus langsung dilimpahkan ke pengadilan untuk mengikuti persidangan.

"Apabila praperadilan kedua ini ditolak dan dilimpahkan ke pengadilan, kita hadapi," tuturnya.

Sementara itu dalam sidang Praperadilan sebelumnya terungkap bahwa termohon selaku Kejaksaan Negeri Kota Cirebon melalui pejabat terkait, jaksa Renanda Bagus mengakui tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut. 

Selain itu, dari fakta persidangan juga terungkap bahwa Kejaksaan Negeri Kota Cirebon menahan tersangka karena tersangka memiliki jabatan dan wewenang dan bisa melakukan korupsi. 

“Dari termohon ada 37 alat bukti surat yang sudah diserahkan ke majelis hakim,” ujarnya.

Saat ditanya soal tidak adanya kerugian negara dalam kasus ini, menurutnya, kerugian negara memang menjadi salah satu unsur dalam pasal yang didakwakan.

“Namun kita harus lihat rangkaiannya. Ketika pelaku dalam kapasitas umum dia peran sentralnya membantu, kemudian pelaku utama, itu harus kita bedakan,” katanya.

 

2 dari 2 halaman

Minta Keadilan

Istri LT, Dewi Sekar Mumpuningtyas mengatakan, pada awal kejadian, suaminya hanyak diperiksa sebagai saksi pada dugaan kasus tindak pidana korupsi hilangnya pompa air riol. 

"Tapi kenapa kok dari saksi itu langsung ditahan oleh pihak Kejaksaan, yang katanya suami saya merugikan negara 510 juta," katanya, Kamis (22/9/2022). 

Dia beserta suami LT mengaku tak percaya ada kerugian negara sebesar itu. Bahkan, LT ditahan karena alasan posisinya sebagai salah satu pejabat di Pemkot Cirebon.

Padahal, berdasarkan undang-undang, seseorang dapat ditahan minimal adanya dua alat bukti, sementara untuk suaminya kerugian negara juga tidak disebutkan oleh jaksa. 

"Saya juga meminta keadilan saja, jika memang suami saya jelas bersalah sih saya legowo, nah ini kerugian negara saja kata jaksa tidak ada, lalu suami saya salah apa," paparnya. 

Selain itu, dirinya juga mempertanyakan masa penahanan suaminya kepada Kejaksaan Negeri Kota Cirebon. Pada penahanan 20 hari pertama, ia menerima surat, begitu juga pada 40 hari penahanan kedua.

"Tapi untuk masa penahanan ketiga, keempat, dan kelima penahanan tidak dikasih tahu, harusnya kan ada surat tapi kami tidak pernah menerima surat itu," ujarnya. 

Selain itu juga, sampai saat ini, pihak keluarga tak mengetahui kapan LT disidangkan. 

“Kapan sidang, buktinya apa. Bagaimana mau disidang, buktinya saja tidak jelas,” katanya.