Sukses

Mengenang 10 Pahlawan Revolusi yang Diabadikan sebagai Nama Jalan di Indonesia

Penamaan jalan menggunakan nama pahlawan tersebut merupakan wujud apresiasi pemerintah.

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah mengabadikan banyak nama pahlawan pada penamaan tempat atau bangunan, salah satunya jalan yang merupakan infrastruktur perlintasan transportasi darat. Penamaan jalan menggunakan nama pahlawan tersebut merupakan wujud apresiasi pemerintah sekaligus memperkenalkan keteladanan dan menumbuhkan semangat kepahlawanan dan kepatriotan demi kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara kepada masyarakat luas.

Umumnya, di kota-kota besar di Indonesia, penamaan jalan menggunakan nama Pahlawan Nasional. Nama-nama pahlawan sebagai nama jalan sering kita jumpai di jalan-jalan utama atau protokoler ibu kota negara, provinsi, dan kabupaten/kota.

Beberapa nama pahlawan yang sering kita temui ketika melintasi jalan raya, yaitu Jalan Soekarno, Mohammad Hatta, Jenderal Soedirman (Sudirman), Tuanku Imam Bonjol, Ir H Juanda, Hajjah Rangkayo (HR) Rasuna Said, Raden Ajeng (RA) Kartini, Jenderal Gatot Subroto, Pangeran Diponegoro, Jenderal Ahmad Yani, Cut Nyak Dhien, dan pahlawan lainnya.

Tak hanya Pahlawan Nasional, sosok pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S juga diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah kota besar di Indonesia. Selain di DKI Jakarta, para Pahlawan Revolusi juga dijadikan nama jalan di daerah.

G30S sendiri terjadi pada 30 September 1965 yang kemudian dikenal dengan Gerakan 30 September, yaitu pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang bertujuan untuk mengubah ideologi bangsa Indonesia.

Dalam peristiwa tersebut, pemberontakan memakan korban para petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat AD dan beberapa korban lainnya. Berdasarkan keputusan Presiden pada 1965, pahlawan yang gugur dalam peristiwa G30S diberi gelar Pahlawan Revolusi.

Adapun sejak berlakunya UU nomor 20 Tahun 2009, gelar Pahlawan Revolusi juga telah diakui sebagai gelar Pahlawan Nasional.

Mereka yang diberi gelar tersebut adalah Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto, Letjen S. Parman, Letjen MT Haryono, Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo, Mayor Jenderal DI Pandjaitan, Brigjen Anumerta Katamso, Kapten Anumerta Pierre Tendean, AIP II Anumerta K S Tubun, dan Kolonel Anumerta Sugiyono.

Berikut nama-nama Pahlawan Revolusi yang sering digunakan nama jalan di berbagai daerah di Indonesia.

2 dari 11 halaman

Jalan Ahmad Yani (Bandung)

Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ia lahir di Jenar, Purworejo, pada 19 Juni 1922. Ketika muda, Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

la diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun 1962. Namun, pada tahun 1965 Ahmad Yani mendapatkan fitnah ingin menjatuhkan Presiden Soekarno. Ia harus tewas ketika pemberontakan G30S pada 1 Oktober 1965.

Di Kota Bandung, Jawa Barat, Jalan Ahmad Yani merupakan jalan nasional dengan lebar jalan 15 meter serta panjang jalan ± 1,14 Km. Jalan Ahmad Yani ini berada di sebelah barat berbatasan dengan Jalan Jakarta, Supratman dan Ahmad Yani itu sendiri. Sedangkan sebelah timur berbatasan dengan jalan Ibrahim Adjie dan Jalan Cicadas.

3 dari 11 halaman

Jalan Letjen Suprapto (Yogyakarta)

Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920. Ia sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung, tetapi harus terhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto aktif dalam usaha merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap.

Ia pun menjadi korban pemberontakan G30S bersama para petinggi TNI AD lainnya. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya. Suprapto dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Jalan Letjen Suprapto, salah satunya berada di DI Yogyakarta. Tepatnya di Kelurahan Ngampilan, Kecamatan Ngampilan, Yogyakarta. Ruas jalan ini dekat dengan Jalan Malioboro, Jalan KH Wahid Hasyim, dan Jalan Jlagran Lor. 

4 dari 11 halaman

Jalan Letjen S Parman (Jakarta)

Siswondo Parman atau yang lebih dikenal dengan S Parman adalah satu di antara petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Ia dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918. Pendidikannya lebih berkutat di bidang intelijen.

Pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI kala itu. Ia mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima. Namun, pada 1 Oktober 1965 ia pun diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya. S Parman gugur dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.

Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah mengapresiasi Letjen S Parman dengan nama jalan. Salah satunya di kawasan Jakarta yang tersedia di wilayah Midtown.

Jalan Letjen S Parman membentang sepanjang 4,2 KM dari perempatan Grogol sampai Slipi, Palmerah, Jakarta Barat. Jalan ini melewati tujuh kelurahan, yaitu Kelurahan Palmerah, Kemanggisan, Kota Bambu, Tanjung Duren Utara, Tanjung Duren Selatan, dan Tomang.

5 dari 11 halaman

Jalan MT Haryono (Semarang)

Mas Tirtodarmo Haryono atau yang lebih dikenal dengan MT Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur. Sebelum terjun ke dunia militer, MT Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang. Barulah setelah kemerdekaan Indonesia MT Haryono bergabung bersama TKR dengan pangkat mayor.

MT Haryono gugur bersamaan dengan para petinggi TNI AD lain akibat pemberontakan G30S.

Di Kota Semarang, Jawa Tengah, nama MT Haryono diabadikan sebagai nama jalan. Jalan MT Haryono di Semarang merupakan salah satu jalan yang berada di pusat kota.

Jalan MT Haryono Semarang merupakan jalan arteri sekunder yang menghubungkan Jalan Citarum dan Jalan Dokter Wahidin. Jalan ini mempunyai panjang lebih kurang 4,3 Km yang membentang dari utara ke selatan. Jalan ini berbatasan langsung dengan pertokoan, perkantoran, dan gedung pendidikan dengan adanya fasilitas jalur pedestrian.

6 dari 11 halaman

Jalan DI Panjaitan (Samarinda)

Donald Ignatius Panjaitan atau DI Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Pada masa pendudukan Jepang, ia memasuki pendidikan militer Gyugun. Jenderal dari Sumatra ini gugur ketika terjadi pemberontakan PKI 1965 bersama dengan para jenderal lainnya.

Sebagai apresiasi atas jasanya, pemerintah mengabadikan nama DI Panjaitan sebagai nama ruas jalan. Tak hanya terkenal sebagai salah satu nama jalan di Jakarta, DI Panjaitan juga diabadikan namanya sebagai nama jalan di daerah lain. Salah satunya di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Jalan DI Panjaitan di Samarinda berada di Kecamatan Samarinda Ulu. Jalan ini berdekatan dengan Jalan S Parman, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan PM Noor.

7 dari 11 halaman

Jalan Sutoyo Siswomiharjo (Sumut)

Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang ia mendapat pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan kemudian menjadi pegawai negeri di Kantor Kabupaten di Purworejo. Sutoyo yang menentang pembentukan angkatan kelima ikut gugur dalam peristiwa G30S.

Sebagai Pahlawan Revolusi, nama Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo diabadikan sebagai nama jalan di Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sibolga Kota, Sibolga, Sumatera Utara.

8 dari 11 halaman

Jalan Brigjen Katamso (Medan)

Katamso dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang, ia mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogor, kemudian diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia masuk TKR yang kemudian menjadi TNI.

Ia gugur karena diculik dan dibunuh. Mayatnya ditemukan 22 Oktober 1965. Katamso dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

Di Medan, Sumatera Utara, nama Katamso diabadikan sebagai salah satu ruas jalan yang cukup populer di masyarakat.

9 dari 11 halaman

Jalan Pierre Tendean (Manado)

Pieere Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta. Selesai mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik tahun 1962. Ketika bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G30S. Ia mengaku sebagai AH Nasution di mana sang jenderal berhasil melarikan diri. Namun, ia harus mengorbankan nyawa untuk melindungi Jenderal Nasution.

Nama Pahlawan Revolusi Pierre Tendean juga disematkan sebagai salah satu jalan di Manado, Sulawesi Utara. Jalan lintas barat Pulau Sulawesi ini memiliki panjang 3,5 Km.

10 dari 11 halaman

Jalan KS Tubun

Karel Satsuit Tubun dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara, pada 14 Oktober 1928. Tamat dari Sekolah Polisi Negara di Ambon, ia diangkat sebagai Agen Polisi Tingkat II dan mendapat tugas dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon.

Ketika pemberontakan G30S, ia termasuk salah seorang korban keganasan pemberontakan tersebut. KS Tubun waktu itu sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr Y Leimena, yang berdampingan dengan rumah Jenderal AH Nasution.

Satsuit Tubun melawan dan terjadi pergulatan dan akhirnya KS Tubun ditembak hingga gugur. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Ada banyak nama Jalan KS Tubun di Indonesia, seperti di Bogor, Cirebon, Mamuju, Tangerang, Samarinda, dan Tegal. Selain itu, nama jalan Pahlawan Revolusi ini juga berada di Maumere, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Kecamatan Alok Timur, Sikka. 

11 dari 11 halaman

Jalan Kolonel Sugiyono

Sugiyono lahir pada 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, Gunung Kidul, Yogyakarta. Pada masa pendudukan Jepang, Sugiyono mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA). Pada 1 Oktober 1965, Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan, ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai gerombolan PKI.

la dibunuh di Kentungan, di sebelah Utara Yogyakarta, dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965, kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

Nama Kolonel Sugiono juga diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di Indonesia. Salah satunya di Malang, Jawa Timur. Jalan Kolonel Sugiono Malang melintang dari arah utara ke selatan di wilayah Kelurahan Mergosono, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Jalan ini menjadi pilihan utama para pengendara dari Kota Malang yang ingin menuju ke Malang selatan.