Liputan6.com, Jakarta - Penurunan harga pertamax sebesar Rp600 per liter dinilai tak berpengaruh terhadap omzet pertashop. Pasalnya, disparitas harga antara BBM subsidi jenis pertalite dengan BBM nonsubsidi tersebut masih terlampau tinggi.
Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng Barat, Budi Sadewo mengatakan turunnya harga pertamax belum memengaruhi minat masyarakat untuk kembali menggunakan BBM nonsubsidi. Sebab, di pedesaan masih banyak pengecer ilegal yang menjual pertalite dengan harga Rp12 ribu per liter.
Menurut dia, idealnya disparitas harga antara BBM subsidi dan nonsubsidi maksimal Rp2.500. dengan begitu, pengguna pertalite akan kembali lagi mengonsumsi pertamax dan akan meningkatkan omzet pertashop.
Advertisement
Baca Juga
“Omzet juga belum ada perkembangan. Saya lihat, dipantau kan. Alhamdulillah ada penurunan, namun penurunan ini belum secara signifikan menaikkan omzet pertashop yang sudah itu (memprihatinkan)," katanya.
Dia mengaku masih terus memantau perkembangan pertashop usai penurunan harga tersebut. Di sisi lain, dia juga mendesak agar pemerintah, dalam hal ini Pertamina, menyesuaikan harga BBM nonsubsidi jenis pertamax seturut tren menurunnya harga minyak mentah dunia. Dengan begitu pertashop bisa kembali beroperasi dengan normal.
Diketahui, di Jawa Tengah terdapat 1.300 lebih pertashop. Sebagiannya hanya beromzet kurang dari 100 liter per hari. Bahkan, seratusan lebih pertashop terpaksa tutup karena tidak kuat menanggung beban biaya operasional.
Karena itu, dia berharap agar pertamina dan pemerintah memperhatikan nasib pertashop yang merupakan program resmi lintas kementerian. Sebab, di Indonesia ada lebih dari 6.600 unit pertashop di Indonesia dan merupakan program resmi pemerintah.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Bagaimana Pertalite?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut ada kemungkinan turunnya harga Pertalite. Syaratnya, jika harga minyak dunia mengalami penurunan yang signifikan.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) telah menurunkan harga Pertamax dari Rp14.500 per liter menjadi Rp13.900 per liter. Ini disebut karena adanya penurunan harga minyak dunia yang terjadi beberapa waktu belakangan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengungkap kemungkinan Pertalite juga bisa ikut turun. Namun, berbeda dengan Pertamax, menurutnya Pertalite tidak bisa serta merta turun harga mengikuti mekanisme pasar.
Alasannya, Pertalite masuk dalam kategori Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP). Dengan kata lain, ada peran subsidi pemerintah dalam penentuan harganya.
"Pertalite kan JBKP, artinya nurunkan subsidi. Kalau JBU (Jenis BBM Umum/Pertamax) kan itu perusahaan itu sendiri, (sama seperti) swasta karena berhubungan langsung dengan harga minyak dunia," kata dia saat ditemui di Hotel Borobudur, Selasa (4/20/2022).
Dia mengungkap, harga Pertalite saat ini berada di bawah harga keekonomian. Sama halnya dengan harga yang berlaku untuk Solar. Diketahui, Pertalite dibanderol Rp10.000 per liter, dan Solar dipatok Rp6.800 per liter.
"Kalau pertalite itu kan harganya memang subsidi, dan di bawah harga keekonomian, masih jauh dari harga keekonomiannya," ujarnya.
Jika harga minyak dunia terus mengalami penurunan, ada kemungkinan harga BBM subsidi pun ikut turun. Kendati, dia tidak mengungkap patokan harga minyak dunia yang bisa mempengaruhi penurunan harga Pertalite ataupun Solar subsidi.
"Kalau harga minyak (dunia) turun banget bisa saja (BBM Subsidi turun)," ungkapnya.
Tim Rembulan
Advertisement