Liputan6.com, Yogyakarta - Janur kuning merupakan daun muda dari beberapa jenis tumbuhan palma besar, terutama kelapa, enau, dan rumbia. Tak hanya berfungsi sebagai penanda jalan atau pernikahan, janur kuning ternyata memiliki makna dan simbol yang lebih agung daripada sekadar sebuah penanda.
Janur kuning memang identik dengan pesta pernikahan. Bahkan, ada ungkapan "sebelum janur kuning melengkung" yang menggambarkan sebuah pernikahan yang belum terlaksana.
Janur kuning biasanya dirangkai menjadi untaian menjulang ke atas menyerupai umbul-umbul, tetapi belakangan janur kuning dikreasikan menjadi aneka bentuk rangkaian, seperti bunga tangan, pembungkus makanan, dan perhiasan. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang ada Indonesia membawa masyarakat memanfaatkan janur untuk berbagai keperluan dan fungsi.
Advertisement
Baca Juga
Bunga tangan, perhiasan, perangkat keperluan kuliner, ritual tradisi, ritual keagamaan, hingga elemen estetika dekoratif yang indah merupakan sedikit dari sekian banyak fungsi janur kuning. Simbolisasi pemakaian janur kuning ini telah tercatat semenjak berabad silam, terutama pada suku Jawa, Bali, dan Sunda.
Lipatan daun kelapa muda ini lazimnya digunakan sebagai penghias sekaligus penanda sebuah ritual, perayaan, hajatan, atau perhelatan besar. Jika kamu tinggal di Jawa, Bali, atau Sunda, janur kuning tentu bisa dengan mudah ditemukan, terutama saat ada perayaan tertentu.
Asal Kata Janur
Kata 'janur' berasal dari bahasa Arab yang berarti cahaya dari surga, sedangkan kata kuning diambil dari bahasa Jawa yang berarti suci. Beberapa masyarakat Jawa bahkan mengartikan janur kuning sebagai 'sejatining nur', yang berarti cahaya sejati.
Secara garis besar, janur memiliki makna bahwa sejatinya manusia membutuhkan cahaya dari Tuhan untuk dapat melihat jelas hal yang baik dan buruk. Tak hanya itu, dalam tradisi Jawa, janur juga dianggap sebagai simbol kebahagiaan.
Simbol kebahagiaan janur ini dibentuk menjadi beragam bentuk dan fungsi. Sebut saja bentuk bulat atau semacam bokor dan umbul-umbul yang berfungsi sebagai penanda atau petunjuk.
Kemudian, ada pula janur yang dirangkai menjadi kembar mayang, yaitu sepasang hiasan dekoratif yang dipajang di pelaminan. Dalam upacara perkawinan adat Jawa, kembar mayang digunakan sejak prosesi midodareni hingga prosesi panggih.
Hiasan dekoratif ini pun menjadi simbol penyatuan dua individu dalam kehidupan rumah tangga. Sementara warna keputih-putihan pada janur merupakan simbol doa agar cinta dan kasih sayang di antara mempelai senantiasa selalu muda.
Ada juga yang membentuk janur kuning dengan teknik gembung, yakni teknik baru yang mengkreasikan bentuk janur lebih besar di bagian bawah, yang makin ke atas semakin mengecil. Teknik tersebut merupakan simbolisasi penyembahan diri terhadap Tuhan.
Bagi masyarakat Sunda, janur biasa digunakan sebagai pembungkus makanan karena janur memiliki sifat yang kuat dan tahan panas. Ditambah lagi, janur juga menciptakan aroma tersendiri yang membuat makanan terasa lebih menggugah selera.
Sementara di Bali, rangkaian janur yang disebut penjor ini lebih dominan digunakan sebagai alat dalam upacara adat. Penjor biasanya dirangkai dalam berbagai bentuk yang umumnya berupa umbul-umbul.
Umbul-umbul ini diikat pada sebuah bambu panjang dan dipasang di tepi jalan sebagai simbol ungkapan syukur atas anugerah Tuhan. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, penjor juga digunakan sebagai sarana penangkal bala.
(Resla Aknaita Chak)
Advertisement