Liputan6.com, Yogyakarta - No Bra Day atau Hari Tanpa Bra merupakan gerakan tahunan yang diselenggarakan setiap 13 Oktober. Gerakan ini mengajak seluruh perempuan di dunia untuk lebih peduli dengan kesehatan payudaranya.
Sayangnya, gerakan No Bra Day ini juga menuai beberapa kontroversi karena dinilai memamerkan lekuk tubuh, terutama payudara. Padahal peringatan ini adalah salah satu bentuk edukasi yang ditujukan untuk mencegah kanker payudara.
Sebab, kanker payudara merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, bahkan di Indonesia, selain kardiovaskuler atau penyakit jantung. Dikutip dari laman kemkes.go.id, kanker payudara menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak di Indonesia.
Advertisement
Disebutkan, kanker payudara juga menjadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker. Dalam laman tersebut juga disebutkan, menurut data Globocan tahun 2020, jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6%) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia.
Baca Juga
Sementara itu, jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa kasus. Adapun ide awal No Bra Day atau Hari Tanpa Bra ini diinisiasi oleh seorang perempuan dengan nama samaran Anastasia Donuts.
Saat itu, ia tengah mengikuti Hari BRA (Breast Reconstruction - An Event of Learning and Sharing) Sedunia. Ia kemudian membuat tagar No Bra Day di situs webnya yang kemudian diikuti oleh banyak orang.
Sementara itu, Hari BRA Sedunia sudah lebih dulu ada sejak 19 Oktober 2011. Hal itu digagas oleh Dr Mitchell Brown di Toronto, Kanada.
Dr Mitchell Brown ingin meningkatkan kepedulian terhadap wanita yang menjalani operasi pengangkatan payudara (mastektomi) dan memberikan pemahaman tentang bahaya kanker payudara. Tiga tahun kemudian, kedua hari tersebut pun digabung dan diputuskan perayaannya secara internasional pada 13 Oktober yang sekaligus memperingati Bulan Peduli Kanker Payudara Nasional.
Penulis: Resla Aknaita Chak