Liputan6.com, Yogyakarta - Sesajen atau sajen merupakan warisan budaya tradisional yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh, atau penunggu tempat tertentu. Pemberian sesajen masih dipraktikkan di sebagian daerah Jawa, Banten, dan Bali.
Sebut saja dalam upacara nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di pesisir pantai Selatan pulau Jawa dan di beberapa pesisir Banten. Tak bisa dipungkiri, sesajen memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih memercayainya.
Sesajen diberikan dengan tujuan untuk mencari dan memperoleh berkah. Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai nilai magis yang tinggi.
Advertisement
Baca Juga
Dalam buku "Sesajen: Menelusuri Makna dan Tradisi Sesajen" oleh Dr Ayatullah Humaeni, M A, dkk tertulis, masyarakat Jawa tak bisa dilepaskan dari sesajen. Sesajen mengiringi kehidupan masyarakat Jawa sejak masa hamil hingga periode kematian.
Bahkan, dalam ritus pertanian, seperti saat akan menanam padi, memetik padi, hingga setelah panen, sesaji juga hadir. Secara umum, ritual memberikan sesajen ini berfungsi sebagai sarana kerukunan antar masyarakat, alat pengendali atau pengawas norma-norma masyarakat, sebagai sarana hiburan, sebuah upaya pelestarian tradisi, serta sebagai pengesahan pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
Sementara itu, sesajen di Jawa berfungsi sebagai upaya negosiasi spiritual antara manusia dengan kekuatan adikodrati, agar Dzat atau makhluk-makhluk supernatural tersebut tidak mengganggu dan membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat. Selain itu, sesajen juga dianggap sebagai wujud pemberian berkah kepada warga sekitar agar ikut merasakan hikmah sesaji.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Ungkapan Syukur
Sesajen juga dinilai sebagai perwujudan keikhlasan diri dan berkorban kepada Kang Gawe Urip. Tak lupa, sesaji juga merupakan bentuk ungkapan terima kasih.
Sementara itu, dalam tradisi Hindu Bali, istilah yang merujuk pada ritual memuja, mempersembahkan, dan berkurban disebut dengan Yadnya. Kata 'yadnya' berasal dari bahasa Sansekerta dengan akar kata 'yaj' yang bermakna ‘memuja, mempersembahkan, dan kurban’.
Kemudian, penulisan tersebut dibahasaindonesiakan menjadi Yajna, yang selanjutnya menjadi Yadnya. Ritual yadnya memiliki beberapa makna dan tujuan, salah satunya sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan atas anugerah-Nya terhadap umat manusia.
Ritual ini juga difungsikan untuk memohon kepada Tuhan agar roh-roh leluhur dapat dikurangi dosa-dosa yang pernah diperbuatnya semasa hidup. Ritual ini juga difungsikan sebagai permohonan agar roh-roh tersebut memberikan pengaruh baik, sehingga kesempurnaan dan kesucian lahir dan batin dapat terwujud pada diri seseorang.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak
Advertisement