Sukses

Kubah Masjid Jakarta Islamic Center Terbakar, Berikut Sejarah JIC dari Bekas Lokalisasi

Jakarta Islamic Center (JIC) menjadi landmark Jakarta sekaligus prototipe bagi Islamic Center di Indonesia

Liputan6.com, Bandung - Kebakaran melanda Masjid Jakarta Islamic Center (JIC) di Jakarta Utara pada Rabu (19/10/2022). Bagian yang terbakar adalah kubah masjid dengan waktu kejadian sekitar pukul 15.30 WIB.

Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Keselamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta Satriadi menyampaikan bahwa pada pukul 17.36 WIB total ada 21 unit mobil Pemadam Kebakaran (Damkar) dan 90 orang personel yang dikerahkan di lokasi kebakaran kubah Masjid Islamic Center.

Satriadi menjelaskan metode pemadaman yang dilakukan Gulkarmat ialah dengan menggunakan mobil tangga karena bangunan yang tinggi. Namun, tetap dilakukan penyemprotan dari bawah agar api tak merambat.

"Karena bangunan tinggi kita menggunakan mobil tangga tapi unit pertama dengan pompa dari bawah dulu agar tidak terjadi perambatan lagi," kata Satriadi kepada wartawan, Kamis (19/10/2022).

Lebih lanjut, Satriadi menyampaikan bahwa proses pendinginan sudah dilokalisir dan api sudah seluruhnya padam.

Bernama lengkap Masjid Raya Jakarta Islamic Center, tempat ini merupakan bagian dari lembaga pengkajian dan pengembangan Islam di Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Islamic Center (JIC). Bangunan tersebut terletak di Jalan Kramat Jaya, Koja, Jakarta Utara.

(JIC) sendiri adalah organisasi non struktural di bawah Pemprov DKI Jakarta yang berdiri di eks lokalisasi Kramat Tunggak, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Lokres Kramat Tunggak adalah nama sebuah Panti Sosial Karya Wanita (PKSW) Teratai Harapan Kramat Tunggak.

Areal tersebut tepatnya menempati lahan seluas 109.435 m2 yang terdiri dari sembilan Rukun Tetangga (RT). Kramat Tunggak sendiri kemashurannya tidak saja terkenal di Indonesia, namun juga terkenal hingga ke seluruh Asia Tenggara sebagai pusat jajan terbesar bagi kaum hidung belang.

Pada awal pembukaannya 1970-an, terdapat 300 orang WTS dengan 76 orang germo. Jumlah ini terus bertambah seiring bertambah bulan dan tahun. Menjelang akhir ditutupnya Lokres Kramat Tunggak pada 1999, jumlahnya mencapai 1.615 orang WTS di bawah asuhan 258 orang germo/mucikari. Mereka tinggal di 277 unit bangunan yang memiliki 3.546 kamar beserta 700 pembantu dan pengasuh, 800 pedagang asongan, serta 155 tukang ojek dan tukang cuci.

Artinya, lokalisasi ini tumbuh dan berkembang dengan pesat yang akhirnya menimbulkan masalah baru pada masyarakat di lingkungan sekitarnya dan sekaligus citra Jakarta yang tidak bisa dipisahkan dari sejarahnya sebagai sebuah kultur Betawi yang sangat identik sebagai komunitas Islam yang terbuka, bersemangat multikultur, toleran dan sangat mencintai Islam sebagai identitas utama kebudayaan mereka.

Kondisi demikian rupanya menimbulkan desakan yang tidak henti-hentinya dari ulama dan masyarakat agar PSKW Teratai Harapan Kramat Tunggak ditutup. Adanya desakan yang semakin menguat tersebut pada akhirnya dilakukan penelitian oleh Dinas Sosial bersama Universitas Indonesia untuk tentang sejauh mana penolakan masyarakat terhadap PKSW Teratai Harapan Kramat Tunggak.

Dari hasil penelitian tersebut, pada 1997 direkomendasikan agar Lokres tersebut ditutup. Kemudian, pada 1998 dikeluarkan SK Gubernur DKI Jakarta No.495/1998 tentang penutupan panti sosial tersebut selambat-lambatnya akhir Desember 1999.

Pada 31 Desember 1999, Lokres Kramat Tunggak secara resmi ditutup melalui SK Gubernur KDKI Jakarta No. 6485/1998. Selanjutnya Pemda Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan eks lokres Kramat Tunggak.

2 dari 2 halaman

Pascapenutupan Lokres

Adapun langkah-langkah yang diambil oleh Gubernur Sutiyoso. Pertama, mengumpulkan semua tokoh masyarakat untuk dimintai pendapat dan masukan terhadap wacana penutupan Lokres Kramat Tunggak. Setelah adanya persetujuan dari tokoh dan semua elemen masyarakat, maka disosialisasikan kepada para PSK, germo/mucikari dan semua yang turut mencari kehidupan dari mata pencaharian.

Kemudian, memberikan pembinaan dalam batas waktu yang jelas, dalam jangka waktu tiga bulan atau satu tahun. Selama proses pembinaan berjalan, mereka juga diberikan bekal keterampilan. Selanjutnya, memberikan modal usaha sesuai dengan keterampilan yang dipilih.

Terakhir, semua pihak, aparat kepolisaan, TNI dan tokoh masyarakat bersatu mengawasi pascapemusnahan Lokres Kramat Tunggak agar tidak digunakan lagi secara sembunyi-sembunyi.

Dalam rangka menyongsong cita-cita besar umat Islam yang digantungkan kepada Jakarta Islamic Center, dikeluarkan SK Gubernur KDKI No. 99/2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre).

Selanjutnya, pada April 2004, Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) diangkat/dilantik melalui SK Gubernur KDKI Jakarta No. 651/2004.

Kehadiran Jakarta Islamic Centre yang mengubah tanah hitam menjadi tanah putih, “min al-dzulumaat ila an-nuur”, diharapkan mampu menampilkan citra baru yang memancarkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang menyejukkan nurani.

Konsepsi pembangunan Jakarta Islamic Center merupakan sebuah bentuk fasilitasi fungsi-fungsi kemakmuran masjid yang difasilitasi secara total oleh Pemda DKI Jakarta dengan ciri utamanya, terdapat fungsi peribadatan, fungsi pendidikan dan fungsi perdagangan/bisnis.

Kelengkapan fungsi yang dimiliki Jakarta Islamic Center serta dengan dukungan bentuk fisik bangunan yang monumental diharapkan dapat menjadikannya sebagai landmark Jakarta sekaligus prototipe bagi Islamic Center di Indonesia dan menjadi salah satu simpul pusat peradaban Islam di Indonesia dan Asia Tenggara yang menjadi simbol kebangkitan Islam di Asia dan Dunia.