Liputan6.com, Makassar - Suku Bugis memiliki cara unik untuk pindah tempat tinggal. Bukan dengan cara mengemasi barang dan menempati tempat baru, mereka justru 'memindahkan' bangunan rumah yang sudah ada secara utuh ke lokasi baru.
Keunikan tradisi tersebut dinamakan marakka bola atau mappalette’ bola. Tradisi ini umumnya dilakukan oleh masyarakat Suku Bugis di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Tradisi yang telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda sejak 2021 ini dilakukan secara gotong royong dengan cara mendorong atau mengangkat bangunan rumah utuh yang sudah ada menuju ke lokasi baru. Pindah rumah bagi mereka hanya menempati suasana dan lingkungan baru, tetapi dengan bangunan rumah yang masih sama.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari museum.maroskab.go.id, bagi masyarakat Suku Bugis, rumah merupakan tanah ibu pertiwi sekaligus warisan yang harus dijaga. Meski terdengar tidak mungkin, nyatanya tradisi ini masih dilestarikan hingga sekarang.
Tak seperti rumah pada umumnya, rumah masyarakat Suku Bugis terbuat dari kayu yang berbentuk panggung. Itulah sebabnya tradisi yang terdengar tidak mungkin ini menjadi mungkin bagi masyarakat sekitar.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tiga Tingkatan
Rumah panggung ini umumnya memiliki tiga tingkatan, yakni dunia atas (botting langi), dunia tengah (ale-kawa), serta dunia bawah (awa bola). Dunia atas berfungsi sebagai tempat menaruh padi hasil panen.
Sementara itu, dunia tengah berisi ruangan layaknya rumah pada umumnya dan digunakan sebagai tempat beraktivitas sehari-hari. Dunia bawah awalnya difungsikan sebagai tempat menaruh hewan peliharaan, tetapi saat ini lebih sering digunakan sebagai tempat kendaraan.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, ada dua cara untuk memindahkan rumah tersebut, yakni dengan cara didorong atau diangkat. Jika jarak perpindahan tumah dirasa dekat, maka rumah tersebut dipindahkan dengan cara didorong.
Terdapat ban yang dibentuk dari kayu hitam yang kuat dan diapit oleh dua papan untuk memudahkan proses pemindahan. Papan pertama menyentuh tanah, sedangkan papan kedua menyentuh kayu-hayu yang menjadi tiang.
Sementara itu, jika jarak perpindahan rumah cukup jauh, maka perpindahan dilakukan dengan cara diangkat. Masyarakat setempat akan membantu mengangkat rumah yang tidak enteng itu.
Advertisement
Dipasang Bambu
Sebelum diangkat, di tiang-tiang rumah akan dipasang bambu dengan tinggi sekitar 1,7 meter. Bambu-bambu itulah yang nantinya menjadi penahan rumah dari goncangan sekaligus sebagai pegangan dan landasan bahu ketika mengangkat rumah.
Sebelum mendorong atau mengangkat rumah, pemilik rumah harus mengelurkan barang-barang yang mudah pecah dan mudah bergerak, seperti piring, gelas, dan barang-barang elektronik. Barang-barang berat yang akan merepotkan jika dikeluarkan, seperti lemari dan tempat tidur, tetap dipertahankan di dalam rumah.
Agar tak jatuh ke lantai, barang-barang tersebut dirapatkan ke tiang-tiang rumah dengan cara diikat kuat. Adapun, tradisi ini biasanya dilakukan pada Jumat.
Selain dipercaya sebagai hari baik, saat hari Jumat banyak masyarakat yang berkumpul di masjid untuk beribadah. Saat itulah, mereka diminta untuk membantu mengangkat rumah dengan suka rela.
Tradisi ini dimulai dengan pembacaan doa, pemberian aba-aba sebelum mengangkat, dan diakhiri dengan kegiatan bersantap bersama. Marakka’ bola juga bermakna sebagai bentuk memperkuat solidaritas dan silaturahmi dalam kehidupan bermasyarakat serta menumbuh kembangkan semangat gotong royong.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak