Liputan6.com, Paser - Demi melestarikan bahasa Paser, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menggelar festival tunas bahasa ibu 2022. Yakni sempuri atau cerita rakyat, puisi dan pidato bahasa Paser.
Pelaksanaan ini menyasar pelajar tingkat SD hingga SMP, terlihat para peserta sangat antusias karena merasa memiliki tanggung jawab akan pelestarian bahasa Paser yang dilaksanakan 26 dan 27 Oktober.
"Ingin melestarikan bahasa orang tua saya. Kalau saya alhamdulillah fasih berbahasa Paser dalam keseharian," aku salah seorang peserta Arif Ifdal Wardana.
Advertisement
Baca Juga
Sementara salah seorang guru pendamping SMP Negeri 1 Long Ikis, Iswanto mengaku bersyukur dengan adanya festival bahasa Ibu yang dilombakan bagi pelajar. Pasalnya, itu wujud nyata dalam melestarikan bahasa daerah agar tak hilang tergerus zaman.
Ia tak menampik terjadi degradasi bahasa daerah bagi anak-anak, begitupun dengan permainan tradisional yang kini jarang dimainkan. "Permainan tradisional Paser juga kurang kelihatan sekarang. Makanya ini perlu diterapkan di sekolah," kata Iswanto.
Dia menginginkan semua pihak, khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) harus terus berupaya melakukan sesuatu untuk melestarikan. Tidak hanya dengan adanya gelaran lomba setahun sekali yang kembali membangkitkan semangat anak-anak untuk mengenal budayanya.
"Untuk menjaga itu semua, saya mengharapkan ada perlombaan yang intens dilaksanakan. Hal itu juga sebagai upaya mengontrol dalam mengembangkan bahasa Paser," tutur dia.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Mulok Bahasa Daerah di Sekolah Bersifat Parsial
Terpisah, Kepala Disdikbud Kabupaten Paser Yunus Syam mengatakan ke depan semua sekolah diwajibkan untuk adanya pelajar muatan lokal (Mulok) Bahasa Paser. Pasalnya, dia ada kekhawatiran mengenai bahasa ibu yang semakin berkurangnya penutur bahasa daerah.
"Makanya kita harus perkenalkan kepada anak-anak muda, khususnya siswa mengenai bahasa daerah," jelas Yunus, Jumat (28/10/2022).
Jumlah penutur bahasa Paser saat ini hanya 200 orang, disebabkan berbagai soal seperti pernikahan silang, yang membuat bahasa Paser tak lagi digunakan dalam pembicaraan keseharian di rumah. Ia tak menampik saat ini terjadi degradasi bahasa daerah.
"Kalau perkawinan silang antara suku Paser dengan suku lainnya, akhirnya bahasa Paser tidak digunakan di rumah, tetapi menggunakan bahasa Indonesia. Sementara kita kan menginginkan supaya bahasa Paser ini tetap dilestarikan. Penutur bahasa daerah Paser hanya ratusan orang, kami khawatir bisa punah. Makanya harus kita lakukan revitalisasi untuk penggunaan bahasa Paser ini," terang Yunus.
Penerapan mata pelajaran Mulok Bahasa Paser dikatakannya penerapan di sekolah bersifat parsial, belum menyeluruh. Mengingat tak semua memahami dan mengalami kesulitan dalam mengajarnya.
"Khusus memang sekolah yang memiliki guru-guru yang penutur asli rata-rata mereka sudah memasukkan muatan lokal," beber dia.
pihaknya juga telah mengeluarkan edaran penggunaan bahasa Paser saat upacara bendera Senin. Bukan hanya menggunakan bahasa Indonesia, namun juga bahasa Paser. Ia membocorkan, Desember mendatang bakal dilakukan perubahan nomenklatur di Disdikbud. Dimana terdapat bidang khusus yang menangani kurikulum Mulai.
"Apakah dimulai dari Kebudayaan dulu. Karena bicara tentang kebudayaannya siapapun guru dan bersuku apapun insya Allah bisa mengajarkan tentang budaya Paser ini. Tapi kalau dalam urusan kebahasaanya mau enggak mau kita harus melakukan pelatihan khusus," dia memungkasi.
Â
Advertisement