Sukses

Siswi SLB di Blora 2 Kali Hamil Diperkosa, Sudah 2 Tahun Pelakunya Belum Juga Tertangkap

Pelaku kasus rudapaksa terhadap siswi SLB di Blora hingga hamil dua kali sampai saat ini sudah dua tahun belum juga tertangkap.

Liputan6.com, Blora - Ainia Sholichah merupakan bunda forum anak se-Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Istri Bupati Blora Arief Rohman ini ternyata orang yang turut andil memberi nama bayi dari rahim seorang ibu disabilitas korban rudapaksa. Namun yang miris, hingga saat ini, praktis sudah dua tahun dan dua kali dilaporkan, polisi belum juga berhasil menangkap pelaku rudapaksa. Bahkan korban hamil hingga dua kali.

Korban rudapaksa tersebut merupakan seorang siswi salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) di Blora. Dikabarkan, bayi yang dilahirkan pertama itu sudah meninggal dunia lantaran sakit, dan diprediksi bahwa korban akan kembali melahirkan bayi yang kedua pada Desember 2022 mendatang.

"Ini masih tetap melalui bidan desa, upaya untuk memantau ya masih. Karena bidan di desa tersebut merupakan tangan panjang pemerintah," ujar Bunda Aini, sapaan akrab Aini Sholicah, saat diwawancarai Liputan6.com di Pendopo Bupati Blora, Minggu (30/10/2022).

Ia mengungkapkan pihaknya terbatas mendapatkan informasi dari yang bersangkutan karena korban sendiri adalah anak berkebutuhan khusus. Selain itu, karakter korban juga jarang pulang.

"Pulang larut malam, kemana-kemananya tidak dipantau orangtuanya," ucap Bunda Aini, yang juga Ketua Tim PKK Blora.

Menurutnya untuk mengungkap siapa pelaku yang melakukan rudapaksa terhadap korban, alternatif yang bisa dilakukan yakni butuh ahli. Serta, disarankan juga untuk menanyakan kepada yang membidangi persoalan terkait, tentang sejauh mana perkembangan kondisi korban.

"Kita titip supaya dipantau kesehatan korban dan janinnya," terang Bunda Aini, seusai mengukuhkan bunda forum anak kecamatan se-Blora.

Terkait kasus korban, Bunda Aini mengungkapkan pihaknya akan mencoba bicara lagi dengan Dinas Sosial, Polisi dan Pemerintah desa.

"Karena saya tidak tahu lebih lanjut lagi soal kriminalitasnya. Saya hanya memantau janinnya sehat nggak kepada bidan desa," ucapnya.

Dalam kesempatan ini, Bunda Aini mengakui bahwa dirinya turut andil memberikan tambahan nama bayi perempuan yang dilahirkan pertama kali oleh korban rudapaksa tersebut.

"Nggak sepenuhnya. (tambahan, red) Rahma ya, supaya anak yang dilahirkan mendapatkan kebaikan dari Allah karena atas kekurangan dari orangtuanya," katanya.

"Ternyata anaknya meninggal karena faktor jantung dan lain sebagainya," dia menambahkan.

 

2 dari 2 halaman

Polisi Kesulitan

Sebelumnya diberitakan, Polres Blora telah menerima dua kali laporan resmi pihak korban yakni pada Rabu, 21 November 2020 dan pada Sabtu, 18 Juni 2022. Serta, bergulirnya kasus rudapaksa ini terjadi di masa pucuk kepemimpinan empat Kapolres Blora dan dua Kasatreskrim Polres Blora.

Silih berganti, pihak kepolisian sendiri mengaku masih terus melakukan penyelidikan guna menyingkap kasus memilukan ini. Lantas, seperti apa pengakuan terbaru pihak kepolisian terkait upaya mereka menyingkap kasus rudapaksa tersebut?

"Intinya penanganan sudah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA)," ungkap Kapolres Blora, AKBP Fahrurozi melalui Kasatreskrim Polres Blora, AKP Supriyono kepada Liputan6.com, ditulis Jumat (5/8/2022).

Pucuk pimpinan Satreskrim Polres Blora kemudian meminta pihak UPPA Satreskrim Polres Blora, Aiptu Sulistiyawan Doni Ardiyanto, supaya memberikan penjelasannya supaya lebih gamblang.

Polisi yang akrab disapa Doni itu bercerita, awalnya setelah mengetahui kasus rudapaksa ini mencuat ke publik, kepolisian sendiri langsung tanggap. Kebetulan dirinya di UPPA Satreskrim Polres Blora sendiri juga baru menjabat.

"Waktu itu saya di Unit 4 memang baru. Saya izin dengan pak Kanit yang lama pak Gito, terus saya minta bantuan pak Kanit 2 untuk meminta datang gurunya, sama bidan, juga orang tua dan korbannya," kata Doni dihadapan Kasatreskrim Polres Blora.

Sejumlah pihak tersebut diminta datang supaya kepolisian bisa mendalami kasus rudapaksa tersebut. Lalu, lain harinya orang tua korban yakni ibunya membuat pengaduan resmi yang kedua. Pascaaduan itu, kepolisian kemudian mendatangi rumah korban dan mendapatkan sejumlah keterangan.

Doni menegaskan keterangan yang didapatkan kesimpulannya yakni tempat kejadian perkara (TKP) belum diketahuinya secara gamblang. Serta, korban dianggap sering keluar pada larut malam dan pulangnya fajar.

"Itu pengakuan dari orang tuanya sendiri, selanjutnya nyuwun sewu (mohon maaf), tidak merendahkan orang. Intinya, korban itu disabilitas ganda. Ya dalam berfikirnya agak kebelakang, alias keterbelakangan mental, sama tuli dan bisu," ucapnya.

Polisi yang tinggal di Kecamatan Blora kota itu mengatakan, korban ketika dimintai keterangan dengan didampingi sejumlah pihak, sering berubah-rubah keterangannya dan dianggapnya tidak jelas. Oleh sebab itulah Polres Blora sampai detik ini kesulitan mengungkap pelaku.

Kendati begitu, kepolisian tetap berkomitmen akan berupaya untuk terus mendalami kasus rudapaksa ini supaya terungkap.

"Ya kita komitmen akan terus berupaya, kita baru minta 4 keterangan saksi, kita mungkin akan minta keterangan lagi tetangga sekitarnya. Kita baru sekali ke rumah korban, dan rencananya kita akan datang lagi," kata Doni.