Liputan6.com, Bali - Kain poleng atau saput poleng adalah sebutan untuk kain dengan motif kotak-kotak hitam putih yang sering ditemukan di Pulau Bali. Kain kotak-kotak hitam putih ini kerap ditemukan terpasang pada suatu pohon, patung, atau benda lainnya.
Banyak wisatawan yang mempertanyakan mengapa kain poleng atau saput poleng ini dipasang di berbagai tempat, terutama tempat-tempat yang disakralkan. Ternyata hal disebabkan adanya makna khusus dari kain poleng bagi masyarakat Bali, terutama penganut agama Hindu.
Dikutip dari jurnal berjudul "Representasi Motif Poleng" oleh A Dwita, kain poleng atau saput poleng memiliki makna yang sesuai dengan namanya. Saput berarti kain yang membalut, dan poleng adalah istilah untuk warna hitam putih yang berselang-seling.
Advertisement
Baca Juga
Warna hitam putih yang berselang-seling ini merupakan lambang Rwa Bhineda, yaitu konsep mengenai keseimbangan alam. Konsep keseimbangan ini juga disimbolkan dengan jumlah kedua warna kotak hitam dan putih yang sama banyak.
Hal ini membuat kain poleng menjadi kain yang sakral dan memiliki fungsi yang berbeda dari kain penutup biasa. Kain poleng biasa dipasang pada pohon, patung, atau gapura sebagai pertanda bahwa benda itu memiliki kekuatan magis yang dihormati dan melindungi, serta patut dijaga kelestariannya.
Kain poleng juga menjadi bagian dari seragam dikenakan oleh pecalang atau kostum dalang, dan pemain drama yang berperan sebagai punakawan.
Terdapat tiga jenis kain poleng atau saput poleng yang dikenal di Bali.
1. Saput Poleng Rwa Bhineda Kain Poleng Rwa Bhineda adalah kain yang berwarna putih dan hitam. Kain ini memiliki makna bahwa di dunia ini ada hal yang berbeda, tetapi bila berjalan harmonis akan membuat alam ini seimbang.
2. Saput Poleng Sudhamala Kain Poleng Sudhamala adalah kain yang berwarna putih, abu-abu, dan hitam. Warna hitam dan putihnya adalah simbol Rwa Bhineda, sedangkan warna abu-abu merupakan penyelaras keduanya.
3. Saput Poleng Tridatu Kain Poleng Tridatu adalah kain yang berwarna putih, hitam, dan merah. Kain ini melambangkan ajaran triguna atau tiga sifat manusia, di mana warna merah berarti rajas atau keras, warna hitam berarti tamas atau malas, dan warna putih berwarna satwam atau bijak.
Banyak masyarakat Bali yang meyakini penyematan kain poleng pada pohon menjadi tempat bersemayam sosok-sosok yang dapat menghitam-putihkan kehidupan dunia. Hal lainnya yaitu pohon-pohon yang diikat dengan kain poleng ini merupakan tempat yang angker, sehingga diberikan tanda berupa kain poleng pada objek tersebut ada para bhuta atau penunggu.
Kesakralan objek tersebut akan dijaga oleh masyarakat setempat dengan pemberian banten atau sesajen. Dengan melilitkan kain poleng di tubuh pohon, ini sama halnya untuk menjaga alam terutama pohon-pohon untuk terlepas dari penebangan Tak hanya dililitkan pada pohon tetapi juga pada patung-patung, dengan begitu patung tidak dihancurkan atau dipindahkan.
Pembuatan kain poleng sendiri tak memerlukan bahan kain khusus, namun pada umumnya masyarakat juga menggunakan kain poleng berbahan dasar sutra.