Sukses

Menelusuri Sosok Robert Davis Chaniago dalam Film Warkop DKI dan Kaitannya dengan Orang Minang

Karakter Robert Davis Chaniago sendiri diperankan oleh Dono pada film tersebut yang secara tidak sengaja dianggap sebagai koki kelas internasional.

Liputan6.com, Jakarta - Pencinta film Warkop DKI mungkin tidak asing dengan nama Robert Davis Chaniago. Ya, nama ini cukup dikenal dalam film Warkop DKI yang berjudul “Pokoknya Beres”.

Karakter Robert Davis Chaniago sendiri diperankan oleh Dono pada film tersebut yang pandai memasak dan melamar kerja ke berbagai restoran namun tidak pernah diterima.

Hingga akhirnya pada suatu kesempatan, Dono yang tengah mencari kerja datang kepada sebuah restoran mendapatkan keberuntungan. Restoran itu langsung mau memperkerjakan Dono sebagai chef.

Hal itu bisa terjadi karena salah menduga Dono adalah Robert Davis Chaniago. Selama Dono menjadi juru masak di restoran tersebut hingga di akhir film, sosok dari Robert yang sebenarnya bahkan masih menjadi misteri.

Namun, dalam film Warkop DKI tersebut, diketahui sosok Robert Davis Chaniago sendiri merupakan seorang ahli masakan Padang yang bersekolah di Perancis. Ilmu memasaknya tidak diperoleh dengan cuma-cuma. Sehingga, tidak heran karakter ini dikenal sebagai chef yang ahli memasak.

Meskipun namanya bagaikan nama-nama orang luar negeri, ternyata marga Chaniago merupakan marga yang berasal dari salah satu wilayah di Indonesia yaitu berasal dari Minang, Sumatera Barat.

2 dari 2 halaman

Filosofis

Suku Caniago berasal dari Datuk Perpatih Nan Sebatang yang merupakan suku induk di Minangkabau selain suku Koto, suku Piliang, dan suku Bodi.

Suku ini mempunyai falsafah hidup yang demokratis di mana menjunjung tinggi sebuah falsafah “bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat. Nan bulek samo digolongkan, nan picak samo dilayangkan” yang artinya bulat cairan sebab pembuluh, bulat kata sebab mufakat.

Maka dari itu, masyarakat suku Chaniago dikenal mengambil keputusan untuk sebuah keperluan dengan menempuh sebuah babak musyawarah bagi mufakat.

Falsafah lainnya dalam mencari kata kesepakatan dari suku ini adalah “aia mambasuik dari bumi” yang artinya manfaat suara yang mesti didengarkan yaitu suara yang datang dari bawah atau suara suara rakyat kecil.

Adapun suku ini juga mempunyai falsafah yang tercermin dalam wujud arsitektur rumah hukum budaya bodi Chaniago yang ditandai dengan tidak terdapatnya anjuang pada kedua bidang bangunan Rumah Gadang. Hal ini menjadi simbol bahwa tingkat kasta seseorang tidak membuat perbedaan perlakuan baik dari yang tinggi dengan yang rendah.

Perbedaan yang ada pada suku ini hanyalah dinilai berdasarkan dari akbar tanggung jawab yang dibawa oleh orang tersebut.