Liputan6.com, Yogyakarta - Adat dan tradisi yang kental di Indonesia tak hanya berkutat pada prosesi bersyukur atas panen melimpah, kelahiran, atau kematian saja. Tradisi tersebut juga merambah pada rangkaian prosesi pernikahan yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
Beberapa daerah pun memiliki ragam tradisi yang berbeda-beda. Jika biasanya tradisi lamaran dilalui dengan lamaran pihak laki-laki ke pihak calon mempelai perempuan, empat daerah di Indonesia ini justru sebaliknya.
Empat daerah ini justru memiliki tradisi pernikahan yang dilalui dengan lamaran pihak perempuan ke pihak laki-laki. Dikutip dari beberapa sumber, berikut empat daerah di Indonesia yang memiliki tradisi wanita melamar pria:
Advertisement
1. Minangkabau, Sumatera Barat
Perempuan minang akan melamar calon mempelai laki-laki dengan uang yang disebut uang japuik. Melansir dari 'Tradisi Uang Jemputan dan Uang Hilang di Pariaman dalam Novel Ketika Rembulan Kembali Bernyanyi: Tinjauan Sosiologi Sastra' oleh Azda Oktavia Nia, uang japuik atau uang jemputan adalah sejumlah uang yang digunakan untuk meminang laki-laki dari pihak si perempuan.
Baca Juga
Jumlah uang japuik biasanya merupakan hasil kesepakatan antara mamak kedua belah pihak. Jumlah tersebut umumnya juga dilihat berdasarkan gelar adat si laki-laki.
Tradisi ini dimaksudkan sebagai bentuk menghargai keluarga laki-laki. Pihak perempuan juga akan membawa seserahan dan cincin emas.
Masyarakat menganggap bahwa laki-laki di Minang merupakan tumpuan keluarga. Oleh sebab itu, tradisi ini dianggap sebagai bukti bahwa setelah menikah mempelai laki-laki akan berpindah tumpuan dari keluarga berpindah menjadi tumpuan keluarga perempuan.
2. Lamongan, Jawa Timur
Masyarakat Lamongan, Jawa Timur, memiliki tradisi di mana pihak perempuan melamar pihak laki-laki. Pihak perempuan biasanya juga membawa seserahan, layaknya lamaran pada umumnya.
Melansir dari 'Relasi Gender dalam Tradisi Perempuan Melamar Laki-laki di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamontan Jawa Timur' oleh Intiha'ul Khiyaroh dan Dr. Wisma Nugraha Ch.R., M.Hum., dalam praktiknya, perempuan seolah-olah sebagai subjek untuk melamar atau meminta laki-laki. Namun, secara sosial ada yang menyebut proses pelamaran tersebut sebagai proses ngunggah-ngunggahi, yakni posisi perempuan di bawah laki-laki.
Jika dikaitkan dengan teori dramaturgi, praktik tradisi ini mempunyai relasi yang pas, yakni adanya sikap dramaturgi dalam diri para perempuan pelamar. Sebenarnya, mereka ingin dilamar sebagaimana umumnya perempuan dilamar oleh laki-laki. Namun, tuntutan orang tua dan dukungan lingkungan membuat praktik ini akhirnya menjadi tradisi turun-temurun yang harus dilakukan.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Trenggalek, Jawa Timur
3. Trenggalek, Jawa Timur
Masih di daerah Jawa Timur, masyarakat Trenggalek juga masih menganut tradisi lamaran oleh pihak perempuan. Konon, tradisi ini dipengaruhi oleh dongeng atau cerita rakyat Ande-Ande Lumut.
Dalam cerita tersebut terlihat bahwa pemuda yang memiliki paras tampan menjadi incaran banyak perempuan, sehingga para perempuan pun melaksanakan lamaran langsung yang ditujukan pada pemuda tersebut. Bagi sebagian masyarakat Trenggalek, praktik ini dianggap wajar dan tidak bermaksud merendahkan keluarga wanita karena harus susah payah melamar.
Melansir dari 'Calon Mempelai Perempuan Melamar Calon Mempelai Laki-laki (Tradisi Lamaran Calon Pengantin yang Berlaku di Trenggalek)' oleh Yatmin, tradisi ini dilalui dengan beberapa prosesi. Prosesi dimulai dari perkenalan lewat dhandahan, dilanjutkan dengan wakil dari calon mempelai perempuan datang ke rumah calon mempelai laki-laki, serta penyerahan bawaan pihak perempuan kepada pihak laki-laki yang biasanya berisi gula, kopi, dan rokok.
Usai kunjungan tersebut, pihak laki-laki akan membalas kunjungan tersebut dengan berkunjung ke kediaman pihak perempuan untuk menentukan hari pernikahan. Setelah lima hari berada di kediaman pihak perempuan, selanjutnya dilakukan 'tinjo'. Tinjo adalah prosesi pengantaran dari pihak keluarga pengantin perempuan yang mengatarkan kedua pengatin untuk mengunjungi rumah mempelai laki-laki.
4. Rembang, Jawa Tengah
Di Rembang, Jawa Tengah, tradisi perempuan melamar laki-laki disebut dengan ngemblok. Bagi masyarakat Rembang, melamar pria dinilai sebagai rasa hormat pada pihak suami yang nantinya akan menjadi imam dan pemimpin keluarga.
Mengutip dari 'Dampak Hukum dan Non Hukum Perkawinan Adat Ngemblok Di Kabupaten Rembang' oleh Djumadi Purwoatmodjo Mutoharoh, ngemblok merupakan tradisi lamaran dari perempuan kepada laki-laki dengan membawa panjer. Tradisi ini juga memiliki konsekuensi pengembalian panjer dari pihak laki-laki ke pihak perempuan.
(Resla Aknaita Chak)
Advertisement