Liputan6.com, Gowa - Daeng Tayang, begitu ia akrab disapa. Kakek dengan tujuh cucu itu adalah salah satu dari sekian banyak perajin gula aren yang tinggal di Puncak Tinambung, Dusun Bissoloro, Desa Bissoloro, Kecamatan Bongaya, Kabupaten Gowa.
Ironisnya, manisnya gula aren buatan Daeng Tayang tak semanis perjalanan usahanya sebagai perajin gula aren yang telah ia tekuni sejak puluhan tahun silam. Tubuhnya yang renta pun membuat Daeng Tayang tak punya pilihan lain selain terus memproduksi gula aren.
"Membuat gula merah dari sari buah Aren sudah turun temurun hingga ke anak. Hasilnya untuk biaya sekolah cucu-cucu," kata Daeng Tayang kepada Liputan6.com, Sabtu (5/11/2022).Â
Advertisement
Daeng Tayang pun berharap adanya perhatian serius pemangku kepentingan di Kabupaten Gowa, dalam mengembangkan UMKM melalui pembinaan dan pemanfaatan media digital secara lebih optimal dan masif. Dia mengaku penjualan gula arennya terus merosot sejak pandemi Covid-19 melanda. Bahkan hingga Covid-19 melandai, usaha penjualan gula aren buatannya tak kunjung membaik.Â
"Tapi sayang karena sejauh ini memang belum pernah ada pihak pemerintah daerah. Baik itu bantuan pemasaran atau promosi terkait gula merah yang kami produksi," jelas Daeng Tayang.
Saat ini, lanjutnya, penjualan gula aren buatannya hanya dibantu oleh warga kampung setempat yang membawanya ke pasar tradisional untuk dijual. Sesekali gula aren buah tangannya itu juga dibeli oleh wisatawan yang datang ke Puncak Tinambung.Â
"Padahal hasil gula merah yang kami buat hanya seharga Rp30.000 per satu ikat. Oleh wisatawan yang datang membeli dan nikmati pemandangan di bukit Tinambung, menurut mereka bagus dan sangat berpotensi dikembangkan," aku Daeng Tayang.Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Â