Liputan6.com, Palangka Raya- Siang yang begitu terik, seolah menjadi mendung bagi Budi. Lahan pertanian madu kelulutnya di Kelampangan, Palangka Raya, Kalimantan Tengah luluh lantak disapu banjir.
Sudah lebih dari sepekan, ia harus memandangi air setinggi 50 sentimeter yang tak kunjung surut. Dampaknya, pria asal Jawa Tengah ini harus menelan kerugian mencapai puluhan juta rupiah.
Bagi Budi, banjir kali ini bukan hal yang pertama. Pada 2021 lalu, ia juga mengalami hal serupa, sehingga harus memulai kembali usahanya dari awal.
Advertisement
"Belum juga usai dampak ekonomi dari banjir tahun lalu, ini sudah dihantam kembali," ujar Budi, Selasa (22/11/2022).
Banjir yang terjadi di kawasan hilir, seperti Kelampangan sangat disesalkan oleh Budi. Hal tersebut tidak akan berdampak besar, jika di daerah hulu sungai masih terjaga keasriannya.
"Saya berharap, di hulu sana adanya penghijauan agar air dapat terserap dengan baik, sehingga tidak menimbulkan banjir di hilir," ungkap Budi.
Bukan hanya manusia yang merasakan dampaknya, hewan pun demikian. Jika biasanya, para lebah berseliweran mengisap nektar bunga. Kini hal itu, menjadi pemandangan langka dalam seminggu belakangan.
Sebab, tanaman yang menjadi sumber pakan para lebah trigona tersebut, harus digulung tamu tak diundang yaitu banjir. Sehingga, banyak tanaman yang mati dan gagal panen.
Dalam kesempatan yang sama, Yunita selaku Lurah Kelampangan juga menegaskan, jika banjir di wilayahnya sangat berdampak pada sektor pertanian.
"Ada sekitar tiga RW terendam banjir dan mayoritas yang terendam adalah lahan pertanian," terangnya.
Akibatnya, pasokan kebutuhan sayuran untuk wilayah kota Palangka Raya menjadi berkurang, dan berimbas naiknya harga pada komoditas tersebut.