Sukses

Sejarah Ondel-Ondel yang Dulu Digunakan untuk Tolak Bala

Pada masa itu, ondel-ondel dibuat untuk keperluan upacara adat, yaitu upacara tolak bala.

Liputan6.com, Jakarta - Ondel-ondel merupakan salah satu kesenian khas masyarakat Betawi. Keberadaan ondel-ondel selalu dapat menarik perhatian masyarakat.

Iringan lagu, tarian ondel-ondel yang khas, baju yang meriah, hingga petasan, mampu membuat suasana menjadi lebih meriah. Namun, kemeriahan itu ternyata bukanlah inti dari keberadaan ondel-ondel.

Di balik rupa dan dandanan meriah, ondel-ondel memiliki makna mendalam sekaligus berbau mistis. Dikutip dari laman dinaskebudayaan.jakarta.go.id, ondel-ondel sudah dikenal sejak 1600 Masehi.

Boneka raksasa yang terbuat dari kertas ini menyimpan cerita sejarah yang cukup panjang. Pada masa itu, ondel-ondel dibuat untuk keperluan upacara adat, yaitu upacara tolak bala.

Upacara tolak bala adalah upacara yang diselenggarakan untuk mengusir wabah penyakit yang menyerang pada suatu perkampungan. Kisah awal mula kelahiran ondel-ondel bermula dari seorang penduduk di sebuah kampung negeri Sundapura yang mengalami sakit panas.

Sakit yang diderita membuat tubuhnya menggigil, muncul bintik kemerahan, hingga mengigau. Pada pagi harinya, ternyata ada orang lain yang mengalami sakit yang sama.

Hari berikutnya, bertambah lagi dan bertambah terus, sehingga hampir seluruh penduduk di kampung itu mengalami sakit dan terjadilah wabah penyakit. Waktu itu, belum mengenal adanya dokter apalagi rumah sakit.

Bila ada orang yang sakit maka dukun yang mengobatinya. Namun, dukun yang ada di kampung itu dilanda kebingungan dengan wabah yang menyerang kampungnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Meditasi

Dukun tersebut bermeditasi untuk mencari petunjuk obat mujarab dari Yang Maha Kuasa. Dari meditasinya, sang dukun memperoleh pesan atau wangsit untuk membuat bentuk orang-orangan yang ukurannya sangat besar.

Akhirnya, penduduk kampung itu membuat orang-orangan berbentuk besar tanpa nama. Dengan mantra-mantra dan sajen yang diberikan oleh sang dukun, orang-orangan yang diyakini dirasuki dewa penolong itu pun dipikul dan diarak oleh masyarakat guna melawan dan mengusir penyakit serta roh-roh jahat.

Ternyata, apa yang dilakukan oleh sang dukun dan warga kampung itu membuahkan hasil. Selang beberapa hari, seluruh penduduk dinyatakan sembuh atas wabah penyakit tersebut.

Akhirnya, masyarakat meyakini, orang-orangan yang dibuat itu merupakan sarana untuk meminta pertolongan dari kekuatan-kekuatan gaib. Setiap musim, acara tersebut dijadikan upacara ritual yang diselenggarakan untuk menyelamatkan kampung dari serangan roh-roh jahat.

Lambat laun, upacara mengiringi orang-orangan ini menjadi kebiasaan adat. Acara ini dirancang dan ditata dengan baik dan sempurna.

Pemukulan kentongan diatur dengan indah dan tertib, sehingga memunculkan irama yang merdu dan jadilah musik pengiring yang enak didengar telinga. Sedangkan asal usul penamaan ondel-ondel tersebut berawal dari ukuran boneka orang-orangan yang sangat besar.

Untuk membawa orang-orangan ini, tentunya perlu dipikul oleh beberapa orang yang mengakibatkan boneka seakan berjalan dengan menggeleng-gelengkan kepala. Dari gerakan menggelengkan kepala itulah lahir sebutan dari masyarakat untuk orang-orang besar tersebut yakni, ondel-ondel.

Kini, ondel-ondel juga menjadi seni pertunjukan rakyat yang menghibur dan diiringi musik khas Betawi seperti tanjidor, pencak Betawi, bende, ningnong, rebana, dan ketimpring. Saat kota Jakarta berubah menjadi lebih modern pada 1960-an hingga kini, boneka raksasa itu tidak lagi tampil seram dan berbau mistis.

Wajah dan gambaran dari ondel-ondel masa kini tampak lebih manis. Hal itu sejalan dengan fungsi ondel-ondel yang berubah dari boneka 'tolak bala' menjadi boneka penghibur bagi semua kalangan.