Liputan6.com, Bandung - Kota Bandung letaknya disebut dekat dengan sumber-sumber gempa, baik sesar daratan maupun subduksi di Pantai Selatan Jawa. Kondisi tersebut membuat ibu kota Provinsi Jawa Barat ini jadi kawasan yang terbilang cukup aktif secara seismik. Potensi gempa di Kota Bandung pun dapat terjadi akibat aktivitas Sesar Lembang.
Hal tersebut dijelaskan Staf Observasi Gempa Bumi Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) Kota Bandung, Ajeng Marina Utamie. Dia merujuk pada penelitian yang dikerjakan Mudrik Maryono, peneliti asal Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB).
Baca Juga
"Tahun 2016 beliau meneliti detail Sesar Lembang dengan studi geomorfologi dan paleoseismologi, melihat penampakan di permukaan. Menurutnya, Sesar Lembang terbagi menjadi 6 bagian yakni Cimeta, Cihideung, Gunung Batu, Cipogor, Batu Lonceng dan Cikapundung," katanya di Bandung, Rabu (30/11/2022).
Advertisement
Patahan yang membentang sejauh 29 kilometer itu, dalam catatan historisnya, berpotensi mengguncang dengan kekuatan mencapai 6,8 magnitudo. Ajeng menyampaikan, berdasarkan peta guncangan yang disusun BMKG, skala kerusakan akibat gempa di wilayah Bandung Raya bisa mencapai skala VI-VII MMI (Modified Mercalli Intensity).
"Skala VI-VII MMI itu artinya kerusakan ringan-sedang," kata Ajeng. Kerusakannya meliputi Kota Bandung, Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan sebagian Kabupaten Bandung, juga sebagian Purwakarta.
"Angka tadi itu memang potensi maksimum. Kenapa kita harus tahu magnitudo maksimumnya? Itu untuk langkah mitigasi dan kesiapsiagaan kita semua," kata Ajeng.
12 Skala MMI
Merujuk uraian BMKG pada poster skala MMI, diketahui jika skala MMI itu terbagi dari I-XII, dengan potensi kerusakannya masing-masing. Pada skala I MMI, misalnya, getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang. Skala II, getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
Skala III, getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu. Skala IV, pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan dinding berbunyi.
Skala V, getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti. Pada skala VI, getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap pada pabrik rusak, kerusakan ringan.
Skala VII, tiap-tiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada bangunan yang konstruksinya kurang baik terjadi retak-retak bahkan hancur, cerobong asap pecah. Terasa oleh orang yang naik kendaraan.
Skala VIII, kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat. Retak-retak pada bangunan dengan konstruksi kurang baik, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen roboh, air menjadi keruh.
Skala IX, kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah dari pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus. Skala X, bangunan dari kayu yang kuat rusak,rangka rumah lepas dari pondamennya, tanah terbelah rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam.
Skala XI MMI, bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali. Skala XII, hancur sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah. Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar ke udara.
Advertisement