Sukses

Makna Hari AIDS Sedunia dan Asal-usul Kampanye Pita Merah

Hari AIDS Sedunia didedikasikan untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit AIDS yang disebabkan oleh infeksi virus HIV.

Liputan6.com, Jakarta - Hari AIDS Sedunia didedikasikan untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit AIDS yang disebabkan oleh infeksi virus HIV. Hari ini juga diperingati untuk mereka yang meninggal karena AIDS.

Digagas oleh James W. Bunn dan Thomas Netter, Hari AIDS Sedunia ditandai pada 1 Desember setiap tahun sejak 1988.

Akronim AIDS mengacu pada penyakit yang disebabkan oleh virus HIV dan bentuk lengkapnya adalah Acquired Immunodeficiency Syndrome. Penyakit ini terjadi ketika virus sangat membahayakan sistem kekebalan tubuh. Namun, setiap orang yang terinfeksi HIV belum tentu mengembangkan AIDS.

Salah satu hal yang timbul pada peringatan Hari AIDS Sedunia adalah pita merah. Pita ini merupakan simbol universal kesadaran dan dukungan bagi orang dengan HIV.

Apa asal muasal lambang berbetuk pita merah pada Hari AIDS Sedunia?

Untuk diketahui, James Bunn dan Thomas Netter adalah jurnalis siaran Amerika, yang sering menjadi kontributor New York Times di era 80-an. Kedua pria ini bertanggung jawab atas penciptaan Hari AIDS Sedunia.

Awalnya, pekerjaan Bunn dan Netter menarik perhatian pada pandemi AIDS. Mereka membantu meringankan beberapa stigma seputar penyakit, dan membantu menggarisbawahi ancaman HIV terhadap orang-orang dari segala usia, jenis kelamin dan orientasi seksual.

Untuk menggembleng dukungan publik terhadap penelitian dan investigasi AIDS, Bunn dan Netter, petugas informasi publik pertama dari Program Global Organisasi Kesehatan Dunia tentang AIDS, mengusulkan ketaatan di seluruh dunia terhadap mereka yang telah meninggal karena, dan yang kemudian hidup dengan penyakit tersebut.

Mereka merekomendasikan 1 Desember sebagai hari peringatan tahunan. Kala itu 1 Desember dipilih antara pemilihan presiden AS 1988 dan liburan Natal dan sekaligus mengisi kesenjangan berita dan memaksimalkan perhatian pada media Barat.

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) 2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

2 dari 4 halaman

Dicetuskan 12 Seniman

Mengutip BBC, ide pita merah dicetuskan oleh 12 seniman yang sedang duduk-duduk di ruang galeri bersama yang dikenal sebagai PS122 di East Village New York pada suatu hari saat musim semi 1991.

Para fotografer, pelukis, pembuat film, dan perancang kostum tersebut bertemu untuk membahas proyek baru untuk visual AIDS, sebuah organisasi seni di New York yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan HIV/AIDS. Di sanalah mereka mencetuskan ide simbol pita merah.

Kedua belas seniman ini berdiskusi tentang bagaimana caranya untuk membuat orang-orang berbicara tentang penyakit tersebut.

Orang-orang sekarat bahkan tanpa memberi tahu teman-temannya mengapa ia sakit, inilah mengapa para seniman ini ingin membuat sebuah simbol yang dapat mengekspresikan kepeduliannya terhadap orang-orang hidup dengan AIDS serta orang yang merawat mereka.

“Bahkan di New York, kami sangat menyadari berapa banyak orang yang tidak dapat membicarakannya, atau tidak menyadarinya, atau mengalaminya sendiri tetapi malu untuk membicarakannya,” kata fotografer Allen Frame, yang juga salah satu dari 12 orang tersebut.

“Kami ingin membuat orang yang merasa terisolasi lebih didukung dan dipahami.”

3 dari 4 halaman

Pemilihan Bentuk dan Warna

Patrick O'Connel, pemimpin pertemuan tersebut mengatakan ia dan rekan-rekannya ingin membuat sesuatu yang mudah dibuat replikanya. Menurutnya, simbol berbentuk pita sangat mudah dibuat, meskipun tidak memiliki arti signifikan.

“Anda memotong pita (sepanjang) 6-7 inci, melingkarkannya di sekitar jari Anda dan menyematkannya. Anda dapat melakukannya sendiri,” katanya kepada BBC.

Mereka mendapat inspirasi dari pita kuning yang diikat di pohon untuk menunjukkan dukungan bagi militer Amerika Serikat yang bertempur dalam Perang Teluk.

“Kami berpikir untuk menggunakan pita karena kami baru saja melalui Perang Teluk dan mengamati bahwa orang Amerika di kota-kota kecil bersedia untuk mengekspresikan dukungannya dengan memasang pita kuning,” ujar Frame.

Sementara untuk pemilihan warna meliputi proses eliminasi warna lain yang memiliki arti tertentu. Meskipun demikian, merah juga dipilih karena warnanya yang menarik perhatian dan menunjukkan semangat.

“Merah adalah sesuatu yang berani dan terlihat. Itu melambangkan gairah, hati dan cinta.”

4 dari 4 halaman

Simbol itu Penting

Para seniman tersebut membutuhkan dua kali pertemuan lagi untuk menyempurnakan desain yang dibuat. Mereka kemudian mulai membuat pita sendiri, mendistribusikannya di sekitar tempat seni New York dan membawanya ke teater.

Awalnya ada pesan yang menyertai pita-pita ini untuk menjelaskan alasan itu dipakai. Namun kemudian ini ini tidak dilakukan lagi sebab terasa berlebihan.

Ada beberapa yang mengkritik bahwa pita merah hanyalah sebuah simbol. Akan tetapi, simbol itu penting, dan bagaimana aktivis komunitas, dokter, dan peneliti menggunakannya membuat ini menjadi lambang pemersatu dalam epidemi HIV/AIDS.

Ini merupakan cara sederhana untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat luas akan AIDS. 

"Ini adalah cara untuk mendidik orang dengan metode yang tidak agresif," ujarnya. "Sejumlah orang yang hidup dengan HIV sangat menghargai melihat orang lain mengenakan pita merah. Mereka menyadari bahwa mereka tidak sendirian dan menyadari bahwa mayoritas orang yang memakainya mungkin sendirinya tidak mengidap HIV, dan rasa dukungan serta solidaritas itu sangat, sangat penting."