Liputan6.com, Pekanbaru - Tim investigasi Universitas Islam Riau (UIR) akhirnya menemukan terduga pelaku kekerasan seksual terhadap mahasiswa. Perguruan tinggi swasta di Pekanbaru itu menyatakan pelaku sodomi bukan mahasiswa dari mereka melainkan dari kampus lain.Â
Meski demikian, pihak UIR membenarkan jika kekerasan seksual terhadap peserta pertukaran mahasiswa merdeka (PMM) terjadi di UIR. Kejadianya berlangsung pada Oktober lalu.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Humas UIR Harry Setiawan menjelaskan, tim investigasi dibentuk pada 26 Oktober 2022. Hal itu berdasarkan perintah rektor setelah mendapat laporan kekerasan seksual pada 25 Oktober 2022.
"27 Oktober kasusnya viral di media sosial, 28 Oktober tim sudah mulai bekerja seharusnya pada 26 Oktober tapi saat itu sedang ada wisuda," kata Harry, Jumat petang, 2 Desember 2022.
Harry menerangkan, sejumlah tindakan telah dilakukan tim investigasi mengumpulkan bukti menyikapi laporan kekerasan seksual sodomi itu. Dimulai dari mendatangi lokasi kejadian dan meminta keterangan 30 saksi.Â
Puluhan saksi terdiri dari mahasiswa peserta PMM, dosen pendamping PMM hingga Dekan Fakultas Psikologi UIR. Tim investigasi juga berangkat ke Jakarta meminta keterangan korban.Â
"Terduga korban merupakan mahasiswa PMM dari salah satu universitas di Jakarta," ucap Harry.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Diselesaikan 3 Universitas
Awalnya, terduga korban enggan menemui tim investigasi. Seiring berjalannya waktu, terduga korban bersedia diminta keterangan didampingi kuasa hukumnya.Â
"Korban menceritakan kebenarannya, pelaku bukan mahasiswa dari UIR tapi salah satu mahasiswa PMM dari Pulau Jawa yang melaksanakan PMM di UIR," ucap Harry.Â
Harry menjelaskan, investigasi ini juga melibatkan Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi dan penyelenggara PMM dari pusat.Â
Dengan temuan ini, penyelesaian kekerasan seksual tersebut bakal diselesaikan tiga universitas, termasuk UIR.Â
"Kerjasama tiga universitas, yaitu universitas korban dan universitas pelaku," kata Harry.Â
Harry menyatakan UIR tidak bisa menjatuhkan sanksi akademik kepada terduga pelaku karena bukan wewenangnya.Â
"Karena terduga pelaku berasal dari universitas lain," imbuh Harry.Â
Advertisement