Liputan6.com, Aceh - Meugang atau makmeugang merupakan tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat Aceh. Tradisi ini dilakukan oleh semua masyarakat Aceh, khususnya umat Islam.
Mengutip dari warisanbudaya.go.id, tradisi Aceh ini berupa pemotongan hewan, biasanya menggunakan lembu, kambing, kerbau, atau sapi. Makmeugang adalah tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat, serta yatim piatu.
Makmeugang adalah tradisi menyembelih hewan kurban yang dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun, yakni Ramadan, Iduladha, dan Idulfitri. Jumlah hewan yang dikurban bisa mencapai ratusan.
Advertisement
Selain beberapa hewan di atas, masyarakat Aceh juga menyembelih ayam dan bebek. Tradisi makmeugang di desa dan di kota biasanya memiliki perbedaan.
Baca Juga
Tradisi makmeugang di desa berlangsung satu hari sebelum bulan Ramadan atau hari raya. Sementara di kota, berlangsung dua hari sebelum Ramadan atau hari raya.
Daging yang disembelih akan dimasak oleh masyarakat di rumah masing-masing. Setelah matang, mereka membawanya ke masjid untuk dinikmati bersama tetangga dan warga yang lain.
Sejarah tradisi makmeugang sebenarnya sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu di Aceh. Tradisi ini dimulai sejak masa Kerajaan Aceh.
Pada 1607-1636 M, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah banyak. Daging hewan tersebut kemudian dibagikan secara gratis kepada seluruh rakyatnya.
Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur atas kemakmuran rakyatnya sekaligus sebagai bentuk terima kasih kepada rakyatnya. Setelah Kerajaan Aceh ditaklukan Belanda pada 1873, tradisi ini tidak lagi dilaksanakan oleh raja.
Namun, karena telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh, tradisi makmeugang tetap dilaksanakan hingga saat ini dalam kondisi apa pun. Tradisi makmeugang juga dimanfaatkan oleh pahlawan Aceh dalam bergerilya, yakni mengawetkan daging sapi dan kambing untuk perbekalan.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak