Liputan6.com, Yogyakarta - Motif batik parang lereng ramai diperbincangan setelah menjadi salah satu aturan berbusana para tamu pernikahan Kaesang dan Erina. Sebelumnya diketahui, tasyakuran putra bungsu Presiden Jokowi dan Erina Gudono akan di gelar di Pura Mangkunegaran pada Minggu (11/12).
Gibran Rakabuming Raka, kakak kandung sekaligus juru bicara pernikahan Kaesang dan Erina mengatakan bahwa para tamu hendaknya tidak datang dengan menggunakan motif batik parang lereng. Ia mengatakan bahwa larangan tersebut dinyatakan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara X.
Lalu apa makna motif batik parang lereng ini?
Advertisement
1. Motif Batik Tertua
Baca Juga
Dikutip dari laman kratonjogja.id, motif parang adalah salah satu motif batik tertua di Indonesia yang sudah ada sejak kepemimpinan Keraton Mataram. Tak heran jika motif batik Parang akan banyak dijumpai di daerah Solo dan Yogyakarta.
Batik tua ini motifnya terlihat seperti berulang mengikuti garis diagonal. Ditilik dari bahasa, batik parang berasal dari kata 'pereng' yang artinya dalam bahasa Jawa adalah lereng.
Gambaran perengan ini bisa dilihat dari motifnya yang berupa garis menurun tinggi ke rendah. Kemudian, motif berulang dari batik parang dengan dasar huruf S terinspirasi dari ombak samudra yang memiliki makna tidak kenal putus asa.
Terdapat dua versi dalam pemaknaan motif Parang. Menurut Rouffaer dan Joynboll, motif ini berasal dari pola bentuk pedang yang biasa dikenakan para ksatria dan penguasa saat berperang.
Dalam versi lain disebutkan bahwa motif Parang diciptakan oleh Panembahan Senopati saat mengamati gerak ombak Laut Selatan yang menerpa karang di tepi pantai. Dengan demikian, pola garis lengkungnya diartikan sebagai ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam, dalam hal ini yang dimaksud adalah kedudukan raja.
Sedangkan komposisi miring pada motif batik parang ini juga menjadi lambang kekuasaan, kebesaran, kewibawaan, dan kecepatan gerak.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sejarah
2. Sejarah Motif Batik Parang
Motif ini konon diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo yang terinspirasi oleh ombak di Pantai Selatan Jawa saat sedang bersemedi. Pada masa Dinasti Mataram sampai awal kemerdekaan Indonesia, batik motif parang lereng hanya dapat digunakan oleh para raja dan keturunannya.
Sementara itu, motif batik parang rusak artinya adalah masih kuat, sabar dan mampu kendalikan daya nafsu meski dalam keadaan kepayahan. Motif batik parang rusak konon tercipta saat Penembahan Senopati bertapa di Pantai Selatan.
Ia disebut terinspirasi dari ombak yang tidak pernah lelah menghantam karang pantai. Singkatnya, alasan motif batik parang tidak boleh ada di tasyakuran atau pesta pernikahan karena dipercayai dalam filosofi Jawa, bisa membawa keluarga baru itu penuh dengan cekcok dan perselisihan dalam pernikahan.
3. Larangan Penggunaan Batik Parang
Aturan pelarangan pakai batik parang lereng datang dari pihak Pura Mangkunegaran. Pasalnya di Pura Mangkunegaran itu memang tak memperbolehkan ada tamu pakai batik motif parang lereng atau parang rusak.
Aturan itu pun sudah lama diatur dalam adat Mangkunegaran. Diketahui, batik motif parang hanya boleh dikenakan oleh keluarga keraton seperti raja, permaisuri, keturunannya hingga para bangsawan dan bupati.
Batik motif parang tersebut memang tidak digunakan warga biasa. Ketentuan ini pun berlaku di Yogyakarta dan Solo.
Advertisement