Sukses

Melihat Tradisi Panggih Pengantin Kaesang dan Erina, Apa Itu?

Prosesi panggih pengantin diawali dengan gending penanda persiapan upacara panggih.

Liputan6.com, Yogyakarta - Prosesi pernikahan Kaesang dan Erina Gudono menghadirkan upacara tradisi panggih. Dalam budaya Jawa, tradisi panggih adalah upacara pertemuan pengantin laki-laki dan pengantin wanita.

Keraton sebagai pusat budaya Jawa menjadi referensi acuan masyarakat umum untuk menjalankan prosesi adat ini. Meski dalam perkembangannya terdapat perbedaan antara tradisi yang di lakukan di dalam dan di luar Kraton, tetapi akar budayanya tetap berasal dari Keraton Yogyakarta.

Dalam tradisi ini, Kaesang Pangarep datang menuju pendopo dengan menaiki kereta pengantin yang ditarik dua kuda putih. Dua kuda putih melambangkan dua pasangan.

Prosesi panggih pengantin diawali dengan gending penanda persiapan upacara panggih. Sang MC, Wigung Wratsangka mengatakan, prosesi ini diawali dengan pembawa sanggan yang membawa sanggan berupa sanggan pamethuk.

Pamethuk terbuat dari pisang raja dilengkapi dengan benang berwarna putih. Selain simbol bahan sandang, benang putih juga menjadi perlambang dari helai waktu demi waktu yang dilalui oleh setiap yang hidup, menjadi selembar kehidupan dari lahir, hidup, dan kembali kepada Sang Pencipta.

Benang berwarna putih juga simbol bahwa kedua mempelai telah diikat dengan sebuah upacara yang suci dan sakral, yakni akad nikah.Selanjutnya, sanggan pamethuk akan diantar oleh pembawa sanggan dari keluarga mempelai wanita karena dalam budaya Jawa, yang memiliki hajat adalah pihak wanita.

Sejak nyantrik, calon pengantin putra telah diserahkan oleh keluarga mempelai putra kepada keluarga mempelai wanita. Demikian pula serangkaian upacara adat, mulai dari siraman, nyantrik, akad nikah, hingga panggih, seluruhnya merupakan tanggung jawab keluarga mempelai wanita.

Sanggan pamethuk kemudian diserahkan kepada ibunda Erina, Sofiatun Gudono. Selanjutnya, akan diterima oleh dua putrinya, Nadya Gudono san Shania Gudono, untuk menjemput mempelai wanita, Erina Gudono, menuju tempat upacara.

Kembar mayang melengkapi perjalanan pengantin menuju area upacara adat panggih. Kembar mayang, pohon kalpataru, adalah lambang pohon keabadian, cinta, dan kasih sayang.

Kembar mayang terdiri dari berbagai macam daun, yakni daun alan-alang simbol doa dan harapan agar dihindarkan dari halangan. Adapun keris-kerisan dari janur adalah lambang sifat kandel, keris pamor sejati laku, hati, budi pekerti, yang dibimbing dalam ajaran budi pekerti yang luhur.

Hiasan seperti kembar mayang dalam tradisi budaya Jawa juga dilakukan untuk menandai ketika anak menuju remaja. Untuk anak perempuan dilakukan pada saat upacara tarapan, sedangkan laki-laki ditandai dengan khitan. Hiasan serupa kembar mayang itu disebut megar mayang.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gadar Mayang

Sedangkan kematian sebelum pernikahan ditandai dengan hiasan serupa yang disebut gadar mayang, dilengkapi pula dengan cengkir.Kembar mayang untuk upacara adat Yogyakarta akan saling bertemu dan akan dibawa keluar dari area upacara, diletakkan di tempat khusus sebagai penanda.

Upacara selanjutnya adalah balangan gantal yang terbuat dari daun sirih. Pengantin putra melempar empat dan pengantin wanita akan melempar tiga. Angka tersebut menyatu dalam tujuh bilangan, di antaranya pitutur (nasihat), pitulus (keikhlasan), pituas (manfaat), piturun (keturunan), serta pitukon (jerih payah untuk dapat menggapai cita-cita).

Selanjutnya adalah upacara ranupada, yakni pengantin wanita akan membasuh kaki pengantin laki-laki dengan air bunga setaman sebagai lambang pengakuan istri bahwa suami adalah imam atau pemimpin bagi keluarga. Kemudian upacara mecah tigan atau pecah telur dilakukan oleh pengantin sebagai lambang doa agar kedua mempelai dikaruniai anak dan keturunan penyambung sejarah keluarga besarnya.

Setelah junjung derajat, pengantin putra membimbing pengantin wanita berdiri. Pengantin wanita akan berjalan searah jarum jam menuju ke samping kiri suami.

Prosesi berlanjut dengan tahapan-tahapan selanjutnya, hingga prosesi adat sungkem ngabekti memohon restu kepada ayah dan ibu. Sebelum sungkeman, terdapat beberapa prosesi yang dijalani Kaesang dan Erina.

Beberapa prosesi tersebut, diawali dengan bubak kawah rucat (menandai menantu pertama dari pihak pengantin perempuan), yakni orang tua mempelai wanita menyuapkan air kelapa muda kepada kedua mempelai.

Selanjutnya, penyerahan tompokoyo dari pengantin untuk orang tua mempelai wanita yang memuat benih-benih palawija, empon-empon, dan mata uang kecil. Kemudian ada juga upacara dhahar klimah, di mana pengantin laki-laki menyuapi tiga kepal nasi kuning kepada pengantin wanita.

Tiga jumlah tersebut melambangkan sandang, pangan, dan papan. Selanjutnya, prosesi panggih ditutup dengan sungkeman kepada kedua orang tua.

(Resla Aknaita Chak)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.