Sukses

Beribadah di Gereja Ganjuran dalam Balutan Jawa

Sejarah gereja ini melibatkan inkulturasi Katolik dengan budaya Jawa.

Liputan6.com, Yogyakarta - Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Ganjuran lebih sering disebut dengan Gereja Ganjuran. Tak hanya sebagai tempat merenung, gereia ini juga menawarkan kesempatan bertemu Yesus dengan mendengarkan gamelan

Gereja ini berlokasi di Jalan Ganjuran, Jogodayoh, Sumbermulyo, Bantul, Yogyakarta. Saat menasuki Desa Ganjuran, kamu akan disuguhi dengan pemandang sawah yang hijau dan pohon serupa cemara.

Sejarah gereja ini melibatkan inkulturasi Katolik dengan budaya Jawa. Dimulai pada 1924, kompleks Gereja Ganjuran mulai dibangun atas prakarsa dua bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer.

Gereja ini merupakan salah satu bangunan yang didirikan sejak dua bersaudara tersebut mulai mengelola Pabrik Gula Gondang Lipuro pada 1912. Selain gereja, bangunan lain yang didirikan adalah 12 sekolah dan sebuah klinik yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit Panti Rapih.

Pembangunan gereja yang dirancang oleh arsitek Belanda J Yh van Oyen ini adalah salah satu bentuk semangat sosial gereja (Rerum Navarum) yang dimiliki Smutzer bersaudara. Semangat tersebut terwujud dalam bentuk mencintai sesama, khususnya kesejahteraan masyarakat setempat yang mayoritas menjadi karyawan di Pabrik Gula Gondang Lipuro.

Pada 1927, kompleks gereja ini disempurnakan dengan pembangunan candi yang diberi nama Candi Hati Kudus Yesus. Pada teras candi tersebut dihiasi dengan relief bunga teratai dan patung Kristus berpakaian Jawa.

Candi tersebut kemudian menjadi pilihan lain tempat melaksanakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja. Tempat tersebut pun menawarkan kedekatan dengan budaya Jawa.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Perpaduan Eropa, Hindu, dan Jawa

Secara keseluruhan, bangunan ini dirancang dengan perpaduan gaya Eropa, Hindu, dan Jawa. Gaya Eropa dapat ditemui pada bentuk bangunan berupa salib saat dilihat dari udara, sedangkan gaya Jawa bisa dilihat pada atap yang berbentuk tajug.

Atap tersebut disokong oleh empat tiang kayu jati. Empat kayu jati tersebut melambangkan empat penulis Injil, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.

Selain itu, nuansa Jawa juga terlihat pada altar, sancristi (tempat menyimpan peralatan misa), doopvont (wadah air untuk baptis), dan chatevummenen (tempat katekis). Patung Yesus dan Bunda Maria yang tengah menggendong putranya juga digambarkan tengah memakai pakaian Jawa. Pada relief-relief di tiap pemberhentian jalan salib, Yesus digambarkan memiliki rambut mirip seorang pendeta Hindu.

Bagi para peziarah, bisa mengambil air suci yang berada di sebelah kiri candi. Setelah mengambil air suci, pengunjung biasanya akan duduk bersimpuh di depan candi dan memanjatkan doa permohonan.

Prosesi ibadah tersebut diakhiri dengan masuk ke dalam candi dan memanjatkan doa di depan patung Kristus. Beberapa peziarah sering mengambil air suci dan memasukkannya dalam botol, kemudian membawa pulang air tersebut setelah didoakan.

Adapun di gereja ini juga diselenggarakan misa dalam bahasa Jawa dengan ragam nyanyian lagu yang diiringi gamelan. Hal tersebut biasanya dilaksanakan saat malam Jumat pertama, malam Natal, dan setiap Sabtu Sore pukul 17.00 WIB.

Misa dalam bahasa Jawa tersebut digelar di pelataran candi. Namun, misa harian biasanya diadakan di dalam gereja.

Dalam Babad Tanah Jawa, Ganjuran adalah sebuah wilayah Alas Mentaok yang dinamakan Lipuro. Dahulu, tempat tersebut sempat digunakan Panembahan Senopati untuk bertapa dan direncanakan menjadi pusat kerajaan Mataram, tetapi batal.

Perubahan nama menjadi Ganjuran berkaitan dengan kisah percintaan Ki Ageng Mangir dan Rara Pembayun yang diasingkan oleh Mataram. Kisah cinta dua orang tersebut kemudian mengilhami penciptaan tembang Kala Ganjur yang berarti tali pengikat dasar manusia dalam mengarungi kehidupan bersama dengan dasar cinta.

(Resla Aknaita Chak)