Sukses

Kapal Pengungsi Rohingya Mendekat ke Aceh, Pemerintah Didesak Lakukan Penyelamatan

Sebuah kapal reyot membawa lebih dari 150 pengungsi Rohingya yang berlayar dari Bangladesh dilaporkan mendekat ke Aceh. Aktivis kemanusiaan minta Indonesi turun tangan. Simak beritanya:

Liputan6.com, Aceh - Jaringan organisasi masyarakat sipil di Indonesia mendesak pemerintah untuk menyelamatkan kapal pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di lautan. Kapal tersebut dilaporkan bergerak mendekati Aceh.

Seperti yang tersebar di media massa, sebuah kapal reyot membawa lebih dari 150 pengungsi Rohingya yang berlayar dari Bangladesh hanyut di perairan India, di sekitar Kepulauan Andaman, tanpa makanan dan air.

Pada 16 Desember lalu, PBB menyiarkan pernyataan yang isinya mendesak negara-negara di kawasan Asean untuk menyuakakan para pengungsi dari atas kapal yang dilaporkan telah terapung-apung selama dua minggu di kawasan laut Andaman.

Dalam beberapa laporan terindikasi bahwa puluhan pengungsi meninggal dunia selama insiden ini. Yang lainnya dalam kondisi sekarat karena tidak memiliki akses pada makanan, serta jatuh sakit.

Ketua Perkumpukan SUAKA, Atika Yuanita Paraswaty mengatakan bahwa Indonesia wajib melakukan penyelamatkan terhadap para pengungsi Rohingya tersebut. Merujuk pasal 5 Perpres No. 125 Tahun 2016, pemerintah Indonesia semestinya melakukan koordinasi sebagai tindakan penemuan pengungsi dalam keadaan darurat.

"Payung hukum tersebut menjadi kerangka hukum nasional fundamental dalam pelaksanaan tindakan penyelamatan mengingat adanya pengaturan spesifik terkait hal ini," ujar Atika, dalam siaran pers diterima Liputan6.com, Sabtu sore (24/12/2022).

Kewajiban ini, tambah Atika, teregulasi melalui beberapa konvensi tertulis yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Seperti, Konvensi Hukum Laut PBB/UNCLOS dan Konvensi Internasional tentang Pencarian dan Penyelamatan Maritim/SAR Convention.

Sebagai negara yang ikut meratifikasi, Indonesia terikat untuk melakukan penyelamatan terhadap kapal pengungsi Rohingya tersebut. Kondisi dan kerentanan yang dialami para pengungsi saat ini menjadi elemen utama yang mewajibkan Indonesia berdasarkan hukum internasional.

"Kewajiban hukum dalam situasi ini tidak lagi dalam skala nasional, namun telah menembus skala internasional," tegas Atika.

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Satgas PPLN Segera Berkoordinasi dengan Pemprov Aceh

Sementara itu, Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna, meminta Pemerintah Indonesia untuk menurunkan Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Luar Negeri (Satgas PPLN) sesuai kewajiban hukum di tingkat nasional dan internasional.

Termasuk juga melakukan koordinasi serta tindakan terkoordinir dalam hal penyelamatan kapal, serta menyediakan kebutuhan dasar berbasis kemanusiaan dalam proses penemuan dan penyelamatan dan ketibaan kapal pengungsi Rohingya.

"Satgas PPLN dapat membangun koordinasi dengan Pemerintah Aceh maupun institusi keamanan untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan pengungsi Rohingya tetapi melalui pendekatan kemanusian bukan keamanan," ujar Azharul.

Azharul memberi catatan tentang pentingnya Pemerintah Indonesia memastikan ketersedian anggaran yang dialokasikan secara khusus untuk proses penyelamatan pengungsi. Serta, memastikan daerah tampungan telah menyediakan tempat yang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Sebelumnya, dua kluster pengungsi diketahui mendarat di Aceh pada Novemver lalu. Sebanyak dua ratusan lebih pengungsi ditempatkan di kantor eks-Imigrasi di Lhokseumawe, dengan laporan beberapa di antaranya telah meninggalkan kamp.

Para pengungsi Rohingya dilaporkan keluar dari kamp-kamp pengungsian serba padat dan sulit di Bangladesh untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dengan tujuan seperti Malaysia. Melalui kapal feri-kapal feri ilegal, para pengungsi mengambil risiko mengarungi lautan tanpa akses makanan dan jiwa yang terancam.

Karena Aceh bukanlah tujuan utama, maka banyak di antara pengungsi yang berusaha meninggalkan kamp. Oleh aktivis kemanusiaan, fakta ini diharap tidak mengurangi rasa kemanusiaan, karena hal utama yakni memastikan para pengungsi yang terombang-ambing di lautan selamat ke daratan serta diperlakukan dengan layak selama berada di Aceh.

Selain itu, sifat memuliakan tamu di Aceh merupakan sistem kepercayaan sosiologis yang dikenal sebagai "peumulia jamee" yang dapat ditelusuri nash-nya dalam agama. Memuliakan tamu statusnya setaraf dengan iman kepada Tuhan dan hari akhir.