Liputan6.com, Bandung - Terhitung sudah 18 tahun sejak tragedi Tsunami Aceh tepatnya pada 26 Desember 2004 merupakan sebuah sejarah pilu yang menjadi duka untuk dunia. Saat itu, Indonesia harus mengalami sebuah bencana dahsyat, gempa dan tsunami.
Baca Juga
Advertisement
Melansir dari museumtsunami.acehprov, bahwa pada tanggal tersebut tepatnya pukul 07.58 WIB terjadi sebuah gempa besar yang melanda Aceh dengan kekuatan 9.3 skala richter (SR). Karena gempa dahsyat tersebut terjadilah serangkaian tsunami dahsyat yang menerjang daratan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Adapun bencana dahsyat ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga negara-negara lain yang turut terdampak mulai dari Sri Lanka, Thailand, dan India.
Aceh menjadi salah satu daerah di Indonesia yang terkena dampak paling parah. Terdapat korban jiwa hingga 170.000 jiwa dan menjadi sejarah duka untuk Indonesia dan juga dunia.
Untuk mengenang para korban, dibuat Museum Tsunami Aceh yang juga menjadi tempat edukasi serta evakuasi ketika bencana.
Museum ini dibuat oleh Ridwan Kamil yang saat ini sedang menjabat menjadi Gubernur Jawa Barat. Ia membuat desain untuk museum Aceh tersebut yang mana menjadi tempat untuk memperingati sejarah dari tsunami pada 2004.
Penyebab Tsunami Aceh
Bencana tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 tersebut terjadi karena dipicunya sebuah gempa tektonik dan menjadi gempa terbesar ketiga yang tercatat di dunia dan mempunyai patahan serta lempeng terpanjang yang pernah diamati oleh peneliti.
Gempa tektonik yang terjadi di Samudera Hindia tersebut mempunyai gempa dengan kekuatan sebesar magnitudo 9,2 skala Richter. Sehingga terjadi tsunami setinggi 15 meter atau 50 kaki yang menerjang daratan Aceh dan meninggalkan luka mendalam bagi para penduduk yang tinggal di kawasan terdampak tersebut.
Adapun menurut informasi dari BMKG, gempa ini merupakan gempa tektonik yang mana bukti-buktinya berupa data rekaman getaran tanah dalam seismogram dan menunjukan adanya gelombang badan (body) berupa gelombang P (pressure) yang tercatat tiba lebih awal dibandingkan gelombang S (shear) yang datang berikutnya dan lalu diikuti dengan gelombang permukaan (surface).
Munculnya fase gelombang tersebut juga menjadi bukti bahwa gempa serta tsunami di Aceh dipicu karena adanya aktivitas tektonik. Gelombang S (Shear) yang muncul terlihat kuat pada seismogram dan memperlihatkan adanya deformasi di Samudra Hindia sebelah barat Aceh dan proses pergeseran (shearing) yang terjadi secara tiba-tiba pada kerak bumi akibat terjadinya patahan lempeng.
Gempa tektonik yang memicu Tsunami di Aceh 2004 silam juga diketahui tidak terjadi dengan tiba-tiba. Di mana sebelumnya terdapat proses gempa pembuka (foreshocks) yang telah muncul sejak 2002 yaitu ketika terjadi Gempa Simeulue dengan 7,0 skala Richter pada 2 November 2002 silam.
Adapun semenjak gempa tersebut, sering terjadi serangkaian gempa kecil yang terus menerus terjadi hingga akhirnya puncak gempa terjadi pada 26 Desember 2004 dengan kekuatan 9,2 skala Richter. Pusat gempa diketahui berada di kedalaman sekitar 30 kilometer di bawah dasar laut.
Tsunami yang terjadi memunculkan gelombang raksasa karena gempa tersebut gelombang air bergulung tinggi mencapai ketinggian sekitar 15 hingga 30 meter. Sehingga meluluhlantakkan Aceh serta beberapa negara lain yaitu Sri Lanka, India, dan Thailand dan di Banda Aceh menjadi daerah dengan kerusakan terparah dan jumlah kematian terbesar yang tercatat.
Advertisement