Liputan6.com, Makassar - Sidang perdana perkara dugaan suap yang menjerat 4 oknum pegawai BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Provinsi Sulsel digelar secara daring di Pengadilan Tipikor Makassar, Selasa (27/12/2022). Keempat oknum pegawai BPK yang berstatus terdakwa tersebut masing-masing Gilang Gumilar, Wahid Ikhsan Wahyuddin, Yohanes Binur Haryanto dan Andi Sonny.
"Hari ini pembacaan dakwaan," ucap M. Asri Irwan, seorang Jaksa Penunut Umum (JPU) KPK.
Advertisement
Baca Juga
Dalam dakwaan yang dibacakan pada persidangan yang dipimpin oleh Muh Yusuf Karim selaku Ketua Majelis Hakim dan Harto Pancono serta Yohannes Marten selaku Anggota Majelis Hakim, keempat terdakwa didakwa dengan pasal suap yang mana secara umum diatur dalam Pasal 12 atau Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Surat dakwaan hari ini substansinya adalah suap secara umum pasal 12 atau pasal 11 undang undang Tipikor. Di mana 4 oknum pegawai BPK yang dimaksud menerima suap dari Edy Rahmat yang sumbernya dari beberapa kontraktor yang ada di Sulawesi Selatan," terang Asri.
Perkara yang menjerat 4 oknum pegawai BPK tersebut, merupakan pengembangan penyidikan atas fakta persidangan perkara suap yang mendudukkan eks Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah serta dua orang lainnya yakni Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel, Edy Rahmat dan Agung Sucipto selaku kontraktor.
"Jadi case pertama itu di perkara Nurdin Abdullah kemudian disebut Edy Rahmat memberi kepada pegawai (auditor) BPK, itu kemudian dikembangkan oleh KPK menjadi case ini," jelas Asri.
Adapun agenda persidangan selanjutnya dalam perkara dugaan suap yang menjerat 4 oknum pegawai BPK Sulsel ini, lanjut Asri, rencananya akan menghadirkan 130 saksi sebagaimana yang tertera dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Meski tak menutup kemungkinan, kata dia, dari 130 saksi yang dimaksud nantinya akan disederhanakan sesuai kebutuhan persidangan.
"Saksi itu ada dari kalangan eksekutif, legislatif (DPRD) dan juga dari kalangan swasta termasuk Edy Rahmat juga," ujar Asri.
Diketahui, dalam dakwaan pertama JPU KPK tepatnya di mana perbuatan para terdakwa dinilai sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana atau perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kronologi Kasus
Diketahui dalam kasus suap laporan pemeriksaan keuangan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020 ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat orang oknum pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Mereka diduga menerima suap dari Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan, Edy Rahmat. Edy juga turut ditetapkan sebagai tersangka.
Keempat auditor BPK yang ditetapkan tersangka tersebut masing-masing Gilang Gumilar (GG), Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM), Wahid Ikhsan Wahyudin (WIK) dan Andy Sonny (AS).
"Kami menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 18 Agustus 2022.
Ia menjelaskan, kasus yang menjerat keempat tersangka tersebut, berawal saat BPK Sulsel memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020. Salah satu diantaranya laporan keuangan Dinas PUTR Sulsel dan seorang tersangka, YBHM masuk dalam anggota tim yang ditunjuk memeriksa saat itu.
Ia diduga aktif berkomunikasi dengan ketiga tersangka lainnya yang kebetulan ketiganya memang pernah menjadi tim pemeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019.
"Jadi YBHM sebelum memeriksa terlebih dahulu bertanya-tanya ke GG, WIK dan AS tentang bagaimana cara memanipulasi item-item pemeriksaan," terang Alex. “Dan untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel di tahun 2019 itu juga diduga telah dikondisikan oleh AS, WIK dan GG dengan meminta sejumlah uang,” kata Alex.
Dalam perjalanannya memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020 tepatnya di Dinas PUTR Sulsel, tim BPK yang didalamnya beranggotakan YBHM kemudian menemukan adanya beberapa proyek yang nilainya digelembungkan dan hasil pekerjaannya tidak sesuai dengan kontrak. Edy Rahmat yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Dinas PUTR Sulsel lalu mencari akal agar temuan yang ada bisa diubah.
Edy pun diduga berkomunikasi dengan GG yang dianggapnya berpengalaman dalam mengakali temuan BPK. GG kemudian mendukung keinginan Edy dengan memperkenalkannya ke YBHM. Setelah mereka bertemu dan mengobrol, YBHM menyetujui apa yang diinginkan Edy untuk mengatur hasil pemeriksaan terhadap Dinas PUTR dengan sejumlah imbalan uang.
Dari hasil penyidikan, KPK menduga Edy menyetorkan uang senilai Rp2,8 miliar kepada YBHM, WIK dan GG. Demikian juga AS diduga turut menerima cipratan dana senilai Rp100 juta.
“Diduga uang Rp100 juta itu digunakan AS untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan Sultra," tutur Alex.
Advertisement
Kicauan Edy Rahmat Jadi Pembuka
Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun sebelumnya mendorong Tim Penyidik KPK meminta pertanggungjawaban hukum kepada para kontraktor yang disebut-sebut memfasilitasi uang guna memuluskan aksi dugaan penyuapan terhadap 4 oknum auditor BPK yang kini telah berstatus tersangka.
Di mana kata Kadir, dalam persidangan perkara suap yang menjerat mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan anak buahnya bernama Edy Rachmat yang merupakan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel sebelumnya, telah terungkap peran para kontraktor yang seharusnya ikut dibawa dalam penyidikan kasus yang ada.
Diantaranya, ada beberapa nama kontraktor ternama yang disebut-sebut ikut menyetorkan sejumlah uang kepada mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rachmat yang selanjutnya uang tersebut diberikan kepada oknum auditor BPK, Gilang Gumilar dengan tujuan untuk mengamankan jika nantinya ada temuan dalam pelaksanaan pekerjaan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel terkhusus Dinas PUTR Sulsel kala itu.
Dari keterangan Edy di persidangan saat itu, tepatnya Rabu 13 Oktober 2021 di Pengadilan Tipikor Makassar, Edy menceritakan awal dirinya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. Di mana KPK menangkapnya saat ia berada di rumahnya serta turut mengamankan uang dalam koper senilai Rp2 miliar dan Rp500 juta dalam tas ransel yang melekat pada Edy.
Selain itu, Edy juga mengaku, dari tangannya uang sebesar Rp300 juta lebih juga turut disita oleh KPK saat itu juga. Uang Rp300 juta lebih itu merupakan fee 10 persen dari total dana Rp3 miliar lebih yang Edy terima dari sejumlah kontraktor ternama di Sulsel masing-masing Jhon Tidore, Petrus, H. Momo, Andi Kemal, Yusuf Rombe, Robert, Hendrik, Lukito, Tyo, Rudi Moha dan Karaeng Konde.
Uang yang diterima Edy dari Jhon Tidore senilai Rp525 juta, Petrus Yalim Rp445 juta, H. Momo Rp250 juta, Andi Kemal Rp479 juta, Yusuf Rombe Rp525 juta, Robert Rp58 juta, Hendrik Rp397 juta, lukito Rp24 juta, Rudi Moha Rp800 juta, Tyo kontraktor selayar CV Jampea serta ada juga dari Karaeng Konde kontraktor asal Kabupaten Bantaeng. Di mana total pemberian dari kontraktor yang diterima Edy tersebut senilai Rp3,241 miliar.
Adapun dari total uang yang dikumpulkan Edy itu, kemudian diberikan kepada oknum auditor BPK, Gilang Gumilar sebesar Rp2,817 miliar dan sisanya sebesar Rp324 juta diambil oleh Edy.
"Ini fakta persidangan yang semestinya menjadi tanggung jawab hukum KPK," jelas Kadir.
Simak juga video pilihan berikut ini: