Sukses

IDI dan Dinkes Makassar Pastikan Kawal Proses Mediasi Klinik Cerebellum dan BPJS

Diputusnya kerjas sama antara Klinik Cerebellum dan BPJS Kesehatan berimbas kepada terlantarnya ratusan pasien yang harus menjalani terapi.

Liputan6.com, Makassar - Permasalahan antara Klinik Cerebellum dan BPJS Kesehatan memasuki babak baru. Kedua belah pihak beberapa waktu lalu telah dipertemukan dan dihadiri langsung oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Makassar, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Makassar, Persatuan Dokter Rehabilitasi Indonesia, dan beberapa pihak lain. 

Direktur Utama Klinik Cerebellum, dr Yose Waluyo mengatakan bahwa dari hasil pertemuan itu, pihaknya diwajibkan menyelesaikan sejumlah persyaratan untuk bisa kembali menjalin kontrak kerja sama dengan pihak BPJS. Yose pun memastikan bahwa dirinya akan segera memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut. 

"Jadi ada dua persyaratan, yang satu itu sudah kelar. Sisanya akan segera kita rampungkan dalam dua atau tiga hari ke depan," kata Yose kepada Liputan6.com, Selasa (2/1/2023). 

Yose menjelaskan bahwa sejak kerja sama antara Klinik Cerebellum dan BPJS Kesehatan tak lagi terjalin, puluhan hingga ratusan pasien yang menjalani perawatan di Klinik Cerebellum pun mengeluh. Pasalnya mereka harus dirujuk ke rumah sakit lain padahal rumah sakit tersebut tak memiliki fasilitas kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. 

"Jadi ada yang datang kembali ke kami dan mengaku siap membayar asal anaknya bisa mendapat terapi OT TW (okupasi terapi dan terapi wicara)," jelasnya. 

 

2 dari 3 halaman

Dinkes Makassar dan IDI Siap Mengawal

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar dr Nursaidah mengaku bahwa pihaknya telah menginisiasi mediasi antara BPJS Kesehatan dan Klinik Cerebellu. Dia pun mengaku akan terus mengawal proses ini hingga betul-betul tuntas. 

"Kami tugasnya memantau, jadi dokter Yose sendiri kemarin sudah mengaku bahwa pihaknya akan segera menyelesaikan persyaratannya untuk bisa kembali kerja sama dengan BPJS. Kita akan kawal dan awasi sampai kedua belah pihak bisa mendapat titik temu," kata Nursaidah kepada Liputan6.com saat dikonfirmasi terpisah.

Nursaidah pun tak memungkiri bahwa akibat dari diputusnya kerja sama anatara Klinik Cerebellum dan BPJS Kesehatan, sejumlah pasien harus mengantre dengan antrean yang cukup panjang di fasilitas pelayanan kesehatan lain. Pasalnya alat terapi yang dibutuhkan di rumah sakit atau kinilik kesehatan rujukan itu tak sebanyak jumlah yang dimiliki oleh klinik Cerebellum. 

"Jadi memang banyak antrean ya di beberapa fasyankes lain, itu lah kenapa kita harap ini segera ada solusinya," ucap dia. 

Sementara itu, Ketua IDI Cabang Makassar dr Abdul Azis menjelaskan bahwa meski belum ada kesepakatan pasti antara Klinik Cerebellum dan BPJS Kesehatan ihwal kerja sama antara keduanya, pihaknya mengaku bersyukur lantaran telah ada titik temu. Pihak Klinik Cerebellum diminta untuk memenuhi sejumlah pesyaratan agar bisa kembali bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 

"Memang belum ada kata sepakat, tapi sudah ada titik temunya setelah dimediasi kemarin oleh Dinas Kesehatan. Nanti tinggal bagaimana Cerebellum memenuhi dan menyelesaikan kewajiban yang diminta oleh BPJS," kata Azis. 

Namun yang pasti, lanjut Azis, IDI Cabang Makassar akan terus mengawal proses tersebut hingga kedua belah pihak bisa sepakat untuk bekerja sama kembali. Apalagi bukan hanya Klinik Cerebellum yang mendapat permasalahan seperti ini. 

"Tentu IDI bersama pihak-pihak lain akan mengawal kejadian ini. Karena memang perlu ada kesepahaman antara kedua belah pihak melihat aturan-aturan yang ada. Apalagi bukan hanya Cerebellum yang diputus kerja samanya ada beberapa fasyankes lain," terangnya.

 

3 dari 3 halaman

Putus Kerja Sama

Sebelumnya, diputusnya kerja sama antara Klinik Cerebellum dan BPJS Kesehatan ramai menjadi perbincangan. Betapa tidak, ratusan pasien yang merupkan penderita strok, down syndrome, ADHD dan lain sebagainya harus berpindah fasyankes lantaran Klinik Cerebellum tak lagi bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 

Setiap harinya Klinik Cerebellum menerima sedikitnya 700 pasien untuk menjalani perawatan. Pasien-pasien tersebut adalah pasien yang menjalani terapi pasca stroke, anak berkebutuhan khusus, down syndrome, autis dan lain sebagainya.

"Apalagi kami kan memang 600 sampai 700 orang per hari. Sementara pasien anak berkebutuhan khusus itu sekitar 200 per hari, seperti down syndrom, autis, ADHT dan sebagainya," kata Direktur Utama Klinik Cerebellum, dr Yose Waluyo beberapa waktu lalu.

Pasien-pasien tersebut tidak perlu mengantri cukup lama untuk mendapatkan penanganan di klinik Cerebellum. Alasannya adalah Klinik Cerebellum merupakan satu-satunya fasyankes yang memiliki 20 alat okupasi terapi dan terapi wicara yang ada di Kota Makassar.

"Mereka itu menjalani terapi tiap hari di klinik kami. Terapi yang mereka jalani itu adalah Fisioterapi, Okupasi Terapi dan Terapi Wicara. Fisioterapi memang hampir semua rumah sakit punya alatnya. Tapi okupasi terapi dan terapi wicara itu kami punya 20," ucapnya.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, lanjut Yose, di Kota Makassar hanya ada 4 rumah sakit yang memiliki alat okupasi terapi dan terapi wicara. Mereka adalah Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Rumah Sakit Tajuddin Khalid, Rumah Sakit Hermina dan Rumah Sakit Siloam.

"RSWS sebagai rumah sakit pusat rujukan nasional hanya punya 4, RS Tajuddin Khalid punya 2 atau 4 , kemudian RS Hermina juga punya dan RS Siloam punya 1 atau 2. Karena terbatas jumlahnya, pasti pasien antri. Karena anggaplah ada 40 faskes di Kota Makassar mungkin hanya 5 di antaranya yang punya. Bayangkan kalau tiba-tiba ada 200an pasien yang kesana dalam satu waktu, pasien harus bagaimana?," sebut Yose.

Simak juga video pilihan berikut ini: