Liputan6.com, Yogyakarta - Pendidikan adalah kunci kualitas kemanusiaan. Tanpa pendidikan, peradaban kita akan terhenti bahkan surut ke belakang.
Namun masih banyak orang tua yang belum sadar akan pentingnya nilai pendidikan. Banyak anak juga tidak memiliki kesempatan serta kemudahan dalam memperoleh maupun mengakses pendidikan.
Advertisement
Baca Juga
Fenomena ini bisa kita temukan pada sebagian masyarakat Suku Anak Dalam (SAD). Meskipun sudah ada upaya dari pemerintah melalui program pendidikan untuk Suku Anak Dalam, tetapi kesadaran dan minat masyarakat untuk sekolah masih sangat rendah.
Ruang Ngobrol, meluncurkan film dokumenter berjudul 'Pulang Rimba' yang menggambarkan kisah perjuangan dan tantangan Pauzan, seorang mahasiswa Politeknik Pembangunan dan Pertanian Bogor sekaligus sebagai seorang SAD, untuk meraih pendidikan hingga perguruan tinggi, demi mengangkat tingkat kehidupannya.
Rahmat Triguna, atau yang akrab disapa Mamato, sebagai sutradara film ini menyampaikan bahwa film ini lahir karena munculnya keresahan dan rasa empati mengenai pola pikir terhadap pendidikan oleh Suku Anak Dalam.
Isu Pendidikan
“Film series pertama ini merupakan implementasi kami untuk mengajak Suku Anak Dalam lainnya dalam meraih pendidikan. Selain itu, diharapkan melalui film series ini bisa menjadi pemantik diskusi mengenai isu-isu pendidikan.” lanjut Mamato melalui siaran pers, Rabu (4/1/2023).
Dalam launching film ini juga dihadiri oleh berbagai praktisi dan akademisi mulai dari Rektor Universitas Jambi Prof Sutrisna, Wakil Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jambi Fuad Muchlis, Knowledge Manager & Communication LSM Gemawan Pontianak, Muhammad Reza, dan CEO LSM Pundi Sumatera, Dewi Yunita Widiarti. dan Rudi Hartono Wakil Direktur 1 Polbantan Bogor.
Pada sesi diskusi mengenai pendidikan dan SAD, CEO LSM Pundi Sumatera, Dewi Yunita Widiarti menyampaikan bahwa ada banyak stigma yang muncul mengenai SAD yang sekolah dan tidak jarang mereka juga di-bully. Selain itu, tidak mudah meyakinkan orang tua warga SAD untuk mengizinkan anaknya sekolah.
Advertisement
Proses Sebagai Manusia
Menurut Rektor Universitas Jambi, Prof. Sutrisna terdapat empat proses yang dibahas pada film tersebut yaitu proses selaku manusia di mana kita menjadi manusia lewat jenjang pendidikan.
"Kemudian structural change yang harus terus digali, yang khususnya dikaji dari segi antropologi. Ketiga, keseimbangan, yaitu setiap aspek komponen dalam structural change harus mengawal proses ini secara bersinergi dan seimbang, sehingga upaya yang dikerahkan tidak tumpang tindih ataupun berat sebelah," papar Sutrisna.
Yang terakhir, mata rantai yang belum terkoneksi. Dikarenakan film ini langsung membahas kisah Pauzan semasa kuliah, sehingga dirasa perlu adanya penyeimbang kisah sebelum ia sampai di tahapan ini. Masih ada jenjang sebelum pendidikan tinggi yang dilalui seperti masa SD hingga SMA.
"Masa ini juga menjadi suatu tantangan tersendiri dan dibenarkan pula oleh Ibu Dewi yang sudah berpengalaman lebih dari 10 tahun sebagai pendamping SAD,” bebernya
Rencananya, film ini akan dibuat sekuel lanjutannya yang akan menceritakan SAD lainnya dari dua daerah lain, yaitu Bejujung dan Besiar.
“Kami rasa konten film ini sangat bagus, karena benar apa yang disajikan dalam dokumenter tadi bahwa di catatan kita belum ditemui teman-teman SAD yang sudah menamatkan pendidikan tinggi. Kalau polisi dan TNI sudah ada. Oleh karena itu, besar harapan kita Pauzan, Besiar, dan Bejujung bisa menjadi aktor dan agen perubahan di kampung mereka kelak.” kata Faudi.