Sukses

5 Tradisi Unik Merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali

Berikut ini tradisi unik untuk merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Liputan6.com, Bali - Hari Raya Galungan dan Kuningan diperingati sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). Hari raya umat Hindu ini diperingati setiap 6 bulan Bali pada hari Budha Kliwon Dugulan.

Dikutip dari jurnal "Makna Hari Raya Kuningan Pada Umat Hindu" (2017) oleh Agustina, Masyarakat Hindu melangsung berbagai rangkaian tradisi pada Hari Raya Galungan dan Kuningan. Salah satunya adalah pemasangan penjor di tepi jalan.

Namun tidak hanya itu, ada berbagai tradisi unik Bali dalam rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan. Nah, berikut ini tradisi unik untuk merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan.

1. Ngelawang Barong

Ngelawang barong berasal dari kata 'Lawang' yang berarti pintu. Ngelawang dilakukan dengan mengarak barong bangkung dari rumah ke rumah sambil diiringi suara gamelan.

Menurut kepercayaan Hindu, Barong adalah lambang perwujudan Sang Banas Pati Raja yang melindungi manusia dari bahaya. Sedangkan, tradisi Ngelawang Barong berasal dari mitologi Dewi Ulun Danu yang berubah jadi raksasa yang membantu penduduk desa mengalahkan roh jahat.

Dahulu, Ngelawang Barong dianggap sebagai ritual yang sakral. Sebab, bulu barong yang tercecer dianggap sebagai benda bertuah.

2. Perang Jampana

Perang Jampana menjadi salah satu tradisi yang digelar saat perayaan Galunang dan Kuningan di Bali. Tradisi ini biasanya digelar di Desa Paksebali, Klungkung.

Setiap tahunnya, para warga Banjar Panti Timrah mengadakan tradisi yang sudah ada sejak 1500. Perang Jempana biasanya dilakukan setiap 210 hari, tepat pada hari Saniscara Kliwon Kuningan.

Saat melakukan tradisi Perang Jempana, penduduk setempat akan mengusung tandu (jempana) yang berisi sesajen dan simbol Dewata. Puncak dari tradisi ini adalah Ngambeng Jempana, yaitu atraksi saling dorong antar warga yang membawa jempana sambil diiringi suara tabuhan gong baleganjur.

Para warga yang terlibat biasanya sudah berada dalam kondisi tidak sadar. Begitu Ngambeng Jempana berakhir, pemangku agama akan memercikkan air suci.

Pada tradisi ini para dewa yang dilambangkan dengan uang kepeng dan benang tridatu dikeluarkan dari jempana. Kemudian ditempatkan kembali ke dalam pura.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Grebeg Mekotek

3. Grebeg Mekotek

Grebek Mekotek dikenal sebagai tradisi tolak bala. Tradisi unik pada Hari Raya Galungan dan Kuningan ini gelar oleh masyarakat Hindu di Desa Adat Mungu, Tabanan, Bali.

Dulunya tradisi Mekotek dijadikan sebagai acara penyambutan pasukan Kerajaan Mengwi yang menang perang melawan Kerajaan Blambangan. Pada zaman penjajahan Belanda (1915), tradisi Mekotek sempat dihentikan karena Belanda takut akan ada pemberontakan.

Keputusan Belanda juga tidak berbuah baik, karena penduduk terkena wabah penyakit. Akhirnya, setelah melalui perundingan yang alot, Mekotek diizinkan untuk digelar kembali.

Tradisi Mekotek dilakukan dengan kayu sepanjang 2,5 meter yang telah dikupas kulitnya. Kayu digunakan menggantikan peran tombak untuk menghindari terjadinya luka parah.

Penduduk yang mengikuti tradisi Mekotek akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Kemudian, dari anggota kelompok, akan dipilih orang yang berani sebagai komando untuk memberi aba-aba dari atas puncak piramida tumpukan kayu.

Ia akan mengarahkan kelompoknya untuk menabrak kelompok lainnya. Selain untuk menolak bala, Mekotek juga dipercaya sebagai permohonan untuk mendapat berkah dan meminta kesuburan lahan pertanian penduduk setempat.

4. Ngurek

Ngurek menjadi tradisi untuk merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan selanjutnya. Tradisi ini digelar hampur di setiap daerah di Bali.

Tradisi Ngurek yang juga dikenal sebagai Ngunying dipercaya sebagai manifestasi pengabdian pada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa). Ngurek dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai melubangi atau menusuk.

Biasanya orang-orang yang melakukan tradisi Ngurek akan menusuk dirinya dengan senjata tajam, seperti keris, tombak, dan pisau. Hampir sama seperti tradisi debus di Tanah Jawa, para pelaku tradisi Ngurek tidak akan merasa kesakitan.

Konon, mereka diberi kekuatan oleh roh-roh para leluhur. Jangankan berdarah, meski telah ditancapkan berulang-ulang dengan kuat, mereka yang kerasukan roh tersebut bahkan tidak akan tergores sedikit pun.

Meski begitu, Ngurek tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Sebab, salah satu syaratnya tidak boleh ujub atau sombong.

Tidak ada yang tahu kapan Ngurek mulai dilaksanakan. Namun, konon, tradisi ini hadir pada zaman kejayaan kerajaan. Saat raja ingin membuat pesta syukuran pada Sang Pencipta, sekaligus menyenangkan hati para prajurit.

5. Memunjung

Tradisi Memunjung merupakan tradisi mengunjungi dan membawa sesajen ke kuburan. Tradisi ini digelar seusai melaksanakan sembahyang di pura pada Hari Raya Galungan.

Memujung dalam pelaksanaannya dilakukan keluarga secara bersama-sama, dengan cara membawa sodan punjung ke rumahnya kembali yang dilaksanakan pada saat Hari Galungan atau Kuningan. Menurut kepercayaan umat Hindu, orang yang meninggal jika belum dilakukan Ngaben, maka roh atau arwah orang tersebut masih berada di bawah kendali Sang Hyang Prajapati, yang menguasai area kuburan.

Untuk itu, selama memunjung, keluarga dan sanak saudara akan membawa makanan yang disukai orang yang telah meninggal tersebut. Makanan itu ditaruh di atas kuburannya, sembari menghaturkan untuk 'menikmati' hidangan tersebut.