Sukses

Memimpikan Sungai Batanghari Bersih

Aktivitas eksplotatif dan lambannya penanganan pemerintah makin menyisakan sungai kerusakan sungai Batanghari. Akankah mimpi sungai Batanghari kembali bersih sedia kala bakal terwujud?

Liputan6.com, Jambi - Batanghari, sungai terpanjang di Sumatra yang meliuk-liuk melintasi belasan daerah kabupaten/kota kini kondisinya sedang tak baik-baik saja. Menilik dengan menggunakan platform Google Earth sangat terlihat jelas coak-coak galian tambang emas ilegal merangsek di tubir sungai.

Kondisi ini telah berlangsung belasan tahun dan belum terlihat upaya konkret untuk mengatasinya. Airnya keruh kecoklatan dan bahkan airnya tercemar zat beracun partikel merkuri akibat penambangan emas ilegal.

Yosima, seorang perempuan paruh baya merindukan air sungai Batanghari bersih seperti dulu kala. Yosima yang merupakan warga Penyengat Rendah, Kota Jambi, sejak kecil hidup dan menua di bantaran sungai Batanghari.

Rumahnya hanya sepelemparan batu dari bibir sungai. Tak sulit baginya menggali memori kenangannya seputar kondisi Sungai Batanghari dulu. Dulu semua aktivitasnya tak pernah menjauh dari sungai.

Beberapa hari lalu Yosima berkisah. Ketika kecil dulu, dia sering mengonsumsi air Batanghari. Dulu kata dia, air sungai Batanghari bersih dan dia selalu memakai untuk segala kebutuhan, mulai dari mandi, minum hingga mencuci.

Sekarang, Yosima telah meninggalkan air sungai Batanghari. Dia memilih menggunakan air sumur yang digali di belakang rumahnya untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.

"Dulu [Batanghari] aeknyo berseh biso diminum, kalau kini tu kami dak telap lagi nak minum. Butak bahaso kampungyo tu butak (dulu airnya bersih bisa diminum, kalau sekarang itu kami dak sanggup lagi minumnyo. Keruh kalau bahasa kampungnya keruh sekali)," kata Yosima.

Dia tak punya pengetahuan untuk mengindentifikasi kondisi air Batanghari apakah layak atau tidak digunakan. Tapi Yosima selalu was-was kalau mengonsumsi air sungai Batanghari diyakini akan menimbulkan dampak penyakit.

Alasan kekhawatiran itu masuk akal. Sebab, secara kasat mata menurutnya, air Batanghari tak layak dikonsumsi.

Batanghari, sepanjang 800 kilometer, melintasi dua provinsi: Jambi dan Sumatra Barat, dan bemata air dari Bukit Barisan itu tercancam aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang beroperasi masif di wilayah hulunya. Selain PETI, aktivitas eksploitatif turut memperparah laju kerusakan sungai Batanghari.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kado Buruk Ulang Tahun Jambi

Provinsi Jambi daerah yang paling panjang dialiri sungai Batanghari kini tepat 6 Januari 2023 menginjak usia ke-66 tahun. Pembangunan ekonomi di provinsi berjuluk negeri melayu "Sepucuk Jambi Sembilan Lurah" ini agaknya maju dengan tergesa-gesa.

Aktivitas legal maupun ilegal seperti: industri, mal supermarket, hotel, dan cerobong-cerobong pabrik tumbuh begitu pesat--merangsek ke bibir sungai.

Kondisi sungai Batanghari dengan aktivitas dan segala kerusakannya itu masih menjadi kado buruk bagi Jambi setiap ulang tahun Jambi. Pun kini keharmonisan antara masyarakat dengan sungai Batanghari kian hari kian pudar, meskipun hingga kini masih ditemui beberapa sebagian peradaban manusia yang tak jauh di sepanjang aliran Batanghari.

Selain itu sudah banyak hasil penelitian beberapa lembaga yang mengkaji kondisi sungai Batanghari. Namun respon pemerintah selaku pihak berwenang acap kali tak bergeming. Yang ada hanya seremoni-seremoni ihwal sungai Batanghari dan ironisnya pengujian merkuri pun belum pernah dilakukan oleh Pemprov Jambi.

Gubernur Jambi Al Haris saat melepas tim ekspedisi milir merakit sungai Batanghari mewanti-wanti agar ekspedisi ini bukan hanya sekadar ekspedisi saja. Dia menekankan gerakan moral bagaimana untuk menjaga dan melestarikan ekosistem sungai.

Orang nomor satu di Provinsi Jambi ini mengakui tingkat pencemaran air sungai Batanghari telah melampaui ambang batas baku mutu 49,00 persen. ”Hari ini kita pikirkan bagaimana ini bersih, ada sekitar 2 juta orang yang minum air sungai Batanghari yang diolah melalui PDAM. Tapi air Batanghari ini kondisi pencemarannya mencapai 49,00 persen. Kalau ini sudah di atas 50 persen keatas tingkat pencemarannya maka tidak bisa lagi diolah oleh PDAM,” kata Al Haris dikutip melalui situs Pemkab Sarolangun.

<p>Kondisi kerusakan akibat tambang emas ilegas di sungai Batanghari di bagian hulu Provinsi Jambi terlihat melalui tangkapan layar Google Earth. (Liputan6.com/Google Earth)</p>

Sementara itu, Menurut hasil kajian singkat lembaga lingkungan--Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi menyebutkan, deforestasi di DAS dan Sub DAS Batanghari juga menyebabkan wilayah tanggkapan airmenjadi hancur dan rusak sehingga air tidak dapat ditampung dan dialirkankembali dan mengakibatkan pendangkalan atau sedimentasi.

Kemudian deforestasi yang terjadi di sekitar sungai juga akan mengakibatkan berkurangnya penguapan air tanah oleh pohon. Kondisi ini berakibat padaiklim dan cuaca yang berubah menjadi lebih kering, karena curah hujan akan berkurang.

Direktur Eksekutif Walhi Jambi Abdullah mengatakan, aktivitas pabrik dan industri di sekitar sungai Batanghari juga menyumbangkan kerusakan aungai. Limbah perusahaan saat ini banyak yang dibuang langsung ke dalam sungai Batanghari.

Selain limbah, pestisida yang dibuang oleh perusahaan saat ini mencemari sungai Batanghari dan mampu menimbulkan pencemaran hingga penurunan kualitas air dan kepunahan keanekaragaman hayati.

Berdasarkan Analisa WALHI Jambi, saat ini terdapat 82 pabrik kelapa sawit di sejumlah daerah di Provinsi Jambi sebagian besar turut berkontribusi kepada kerusakan sungai Batanghari.

Alih-alih diperbaiki, kini kata Abdullah, sungai Batanghari semakin terancam dengan adanya rencana angkutan batubara melalui sungai Batanghari yang direncanakan oleh Pemprov Jambi. Hal ini menurut Abdullah justru akan menambah pencemaran di dalam sungai karena jatuhan batu bara dari tongkang pengangkut.

"Melihat kondisi sungai Batanghari saat ini, dan pada HUT Provinsi Jambi yang ke- 66 ini sudah seharusnya pemerintah dan masyarakat Jambi untuk memulihkan, mengembalikan fungsi dan kelestarian sungai Batanghari seperti dulu, agar kembali terjalin kembali keharmonisan dengan alam dan menjagaperadaban di Provinsi Jambi," ujar Abdullah.

3 dari 3 halaman

Cengkeraman Merkuri

Penambangan emas liar dengan menggunakan alat dompeng di daerah aliran sungai ditengarai turut menjadi sumber utama pencemaran sungai Batanghari. Aktivitas tambang emas ilegal itu juga turut mengancam biodiversiti, dan degradasi lingkungan.

Yang paling mengkhawatirkan akibat penambangan emas itu adalah merkuri. Cairan raksa itu digunakan untuk memisahkan emas. Kondisi ini jika dibiarkan terus-menerus bisa membahayakan bagi ekosistem dan manusia.

Dalam sebuah jurnal yang diterbitkan ejournal.forda.mof.org berjudul "Distriusi Pencemaran Merkuri di DAS Batanghari", menyebutkan hasil identifikasi dan penelitian mengindikasikan adanya distribusi merkuri di air Sungai Batanghari maupun sedimen.

"Merkuri di air sungai memang berfluktuasi pada kisaran <0,0005- 0,0645 mg/L, sedangkan sedimen sungai terdeteksi dengan kisaran 0,01 - 0,42mh/kg," tulis Dewi Ratnaningsih dkk dalam sebuah jurnal Distriusi Pencemaran Merkuri di DAS Batanghari.

Pencemaran merkuri tidak boleh dianggap remeh. Soal pencemaran ini kalau tidak segera diatasi akan semakin memperburuk kualitas air sungai dan habitat di dalamnya.

Paling anyar dalam sebuah penelitian dari Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Jambi, disebutkan bahwa pencemaran merkuri di sungai Batanghari telah terakumulasi pada daging kerang kepah (Polymesoda erosa). Penelitian ini dapat diakses melalui laman https://repository.unja.ac.id/16882/ yang dipublikasikan Universitas Jambi.

Penelitian tersebut dilakukan tahun 2020. Penelitian kandungan logam berat dilakukan di 6 titik lokasi di Kelurahan Olak Kemang Kota Jambi dan Desa Kemingking Dalam Muaro Jambi. Pengkuran kandungan merkuri dilakukan mulai dari bagian atas dan bawah sungai.

Kandungan merkuri alias air raksa (Hydrargyrum, Hg) sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Disebutkan bahwa kadar logam Hg yang terdapat di Sungai Batanghari Hilir yaitu sebesar 0,017– 0,032 mg/L dimana nilai tersebut telah melewati baku mutu kelas II, dimana kadar yang diperbolehkan hanya 0,002 mg/L.

Dalam 6 sampel itu disebutkan kandungan logam Hg pada kerang kepah dari yang terendah 0,096 mg/kg dan tertinggi 0,152 mg/kg.

"Kualitas air Sungai Batanghari berdasarkan parameter TSS, kekeruhan, dan kandungan logam Hg sudah melebihi batas baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Sedangkan untuk parameter COD dan DO beberapa sampel telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan," tulis Shally Yanova dkk dalam jurnalnya yang berjudul Akumulasi Merkuri pada Daging Kerang Kepah di Sungai Batanghari, Kota Jambi.

Tingginya parameter logam Hg menurut penelitian itu, disebabkan oleh adanya kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI) di bagian Hulu sungai Batanghari, seperti di Kabupaten Tebo dan Sarolangun. Dari hasil pengukuran tersebut bisa dikatakan bahwa kegiatan PETI dibagian Hulu sungai Batanghari telah berdampak hingga ke sungai Batanghari Hilir, atau tepatnya yang melintasi Kota Jambi.

Pencemaran merkuri di sungai Batanghari tidak boleh dianggap remeh. Kalau masalah pencemaran ini terus terjadi, maka tragedi Minamata Disease di Jepang, bisa terulang di sungai Batanghari dan anak-anak sungainya.

Begitu pula dengan mengeksploitasi sungai bersamaan dengan perubahan iklim, dan deforestasi besar-besaran. Sungai Batanghari jika tidak segera diatasi, kedepan diyakini akan menjadi sumber bencana ekologi, banjir di sana-sini. Atau mengembalikan sungai Batanghari jernih dan bersih hanya sebuah mimpi yang bakal terwujud.