Sukses

Aliansi Aktivis Paser Singgung Ketimpangan Pembangunan di Desa

Aliansi Aktivis Paser menuntut 4 poin kepada Pemkab Paser. Mulai masalah ketimpangan pembangunan hingga kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Liputan6.com, Paser - Aliansi Aktivis Paser menuntut 4 poin kepada Pemkab Paser. Hal ini disampaikan melalui DPRD Paser. Mulai masalah ketimpangan pembangunan, hingga pembangunan rumah aman untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Pembangunan tak merata, pembangunan daerah perkotaan yang sudah dibangun, sudah tidak seharusnya. Sisi lain banyak desa aksesnya masih sulit dan itu perlu menjadi perhatian," kata Koordinator Lapangan Aliansi Aktivis Paser, Jauhani, Selasa (10/1/2023).

Ia menilai tak adanya rumah aman membuat UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak tidak maksimal dalam melayani masyarakat yang terdampak. Pemkab Paser juga didesak menginstruksikan dinas terkait untuk membenahi data kependudukan, terutama masalah akta kematian.

Perihal eksploitasi anak turut disuarakan. Pasalnya, sejak September 2022 lalu marak anak di bawah umur yang menjual tisu hingga larut malam. Diantaranya di kawasan wisata belanja, lampu merah atau tempat keramaian lainnya.

"Kami berharap tuntutan kami dapat ditindaklanjuti," sebut Juhaini usai hearing.

Tuntutan demi tuntutan yang disampaikan Aliansi Aktivis Paser, dikatakan Ketua Komisi II DPRD Paser Ikhwan Antasari, jika hal itu sangatlah positif karena sebagai kontrol baik untuk DPRD Paser dan Pemkab Paser.

Perihal adanya tuntutan ketimpangan pembangunan di Kabupaten Paser, dirinya menyebut pada 2023 telah disiapkan anggaran Rp700 miliar bersumber APBD Paser untuk peningkatan kualitas jalan dan pembangunan jembatan.

"Ini menjadi komitmen Pemkab Paser bersama DPRD dalam pemerataan pembangunan," ucap Ikhwan Antasari.

Sementara terkait rumah aman, Ikhwan memastikan pada tahun ini dapat realisasi. Menurutnya dapat memanfaatkan eks kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau dengan membangun gedung baru.

"Mengenai rumah aman, kami berkomitmen Insya Allah 2023 ini sudah ada," terang dia.

2 dari 2 halaman

Pekerjakan Anak di Bawah Umur

Sementara itu Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, Amir Faisol yang juga hadir dalam hearing membeberkan pada 2022 terdapat 27 kasus kekerasan perempuan dan anak yang dilakukan pendampingan.

"22 kasus berjenis kelamin perempuan dan 5 orang laki-laki. Diantaranya kasus kekerasan seksual, psikis, hak asuh anak dan penelantaran anak," beber Amir Faisol.

Ia mengatakan berbagai upaya perlindungan perempuan dan anak dilakukan, antara lain membentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang tersebar di 30 desa. Selain itu mengembangkan sekolah ramah anak. Serta program Bersama Lindungi Perempuan dan Anak (Beli Perak).

Dalam RDP ini tak hanya diikuti dinas terkait, namun juga dari personel Polres Paser. KBO Satintelkam Polres Paser, Ipda Hari Suswanto menuturkan perihal memperkerjakan anak dibawah umur, yakni jualan tisu hingga larut malam, dia mengatakan Polres Paser telah melakukan pemanggilan terhadap anak-anak tersebut.

"Tentang adanya anak diperkerjakan hingga malam hari, kami dari polres sudah melakukan pemanggilan anak-anak jual tisu. Mereka didrop (diperkerjakan) oleh suami istri asal Kota Balikpapan," jelasnya.

Lanjut Hari, dari keterangan warga Balikpapan itu tidak memperkerjakan, hanya membantu perekonomian. "Ya saat ini sudah tidak ada, kami juga edukasi Undang-Undang Perlindungan Anak," tandas dia.

 

 

 

 

 

 

Video Terkini